Hallo, guys. Aku kembali.
Maafkan aku yang suka banget gantungin cerita, apalagi cerita ini yang udah lama banget tapi nggak tamat-tamat. Semoga cepet tamat deh.Masih ada yang nunggu, kan?
Bilang jika kalian memang masih stay di sini.
Mungkin, kita langsung aja ke lanjutan cerita kisah Aby dan Maya. Semoga kalian suka, dan jangan lupa vote + comennya, ya.
Oke, yuk baca.
---
Aby terduduk di kursi tunggu dengan kepala yang tertunduk, jarinya tak berhenti menggulir tasbih yang ia pegang sedari tadi. Ia terlihat cemas, bahkan tangannya terasa dingin. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan tak berhenti berzikir serta berdoa. Di hadapannya, tepat di dalam ruang operasi sana, Maya sedang menjalani operasi caesar untuk melahirkan bayi mereka.
Hari yang mereka tunggu akhirnya tiba, butuh kesiapan mental dan hati untuk menyambut hari ini bagi Aby, mungkin juga untuk Maya yang ada di dalam ruang operasi. Bukan karena ia belum siap untuk menjadi ayah yang sebenarnya, tapi ia takut sesuatu yang tak diinginkan tiba-tiba terjadi di dalam sana. Ia takut jika kebahagiaan yang harusnya ia dapatkan, malah berujung kehilangan yang ia rasakan.
Lelaki itu menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang berputar di otaknya, yang berpotensi membuat dirinya semakin tak tenang. Wajar bukan jika dirinya cemas, tegang, dan merasakan hal lain disaat seperti ini? Apalagi, ini untuk kali pertamanya bagi Aby menunggu persalinan sang istri. Bagaimanapun, ia membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya saat ini, terutama keluarga. Namun, sayang ... tak ada satupun keluarganya atau keluarga Maya di sana. Hanya ada Bu Hartati, Mbak Tia dan Mbak Mia yang menemani Aby di sana.
Aby mengambil ponsel di saku jaketnya, lalu mencari sebuah nomor yang masih ia simpan di ponselnya. Ketika sudah menemukannya, Aby terdiam menatap deretan nomor yang tertera di layar ponsel. Apakah ia harus menghubungi nomor itu?
Lama Aby bergulat dengan pikirannya sendiri, antara harus menghubungi nomor itu atau tidak. Hingga akhirnya, jarinya menekan ikon panggil pada nomor itu untuk pertama kalinya setelah hampir mau 1 tahun tak pernah ia hubungi.
Berdering.
Aby pun mendekatkan ponselnya ke daun telinga, menunggu apakah telepon darinya akan dijawab atau tidak, karena nomor yang dipakai Aby adalah nomor baru. Saat itu ia sengaja mengganti nomornya setelah diusir dari rumah, tak ada yang tahu nomornya saat ini, entah keluarga atau teman sekolahnya.
"Hallo." Tubuh Aby mematung mendengar suara itu di seberang sana. "Maaf, ini dengan siapa?"
Aby menelan ludahnya dengan susah payah, kedua matanya terasa memanas. Ia merindukan pemilik suara itu. Namun, entah kenapa ia tak bisa berbicara sekarang, rasanya berat.
"Hallo? Ini dengan siapa? Cari siapa?"
"Ini Aby, Ma. Aby kangen Mama, Aby butuh Mama di sini," ucap Aby di dalam hati. "Ternyata hidup aku terasa berat setelah jauh dari Mama, banyak hal yang harus aku lewati tanpa harus banyak mengeluh dan menyerah. Banyak yang ingin aku ceritakan sama Mama. Sekarang Aby butuh dukungan dan doa Mama, di dalam sana Maya sedang dioperasi, Mah. Aku takut, aku khawatir, aku nggak bisa tenang sebelum melihat mereka baik-baik saja." Air mata Aby menetes begitu saja, ia benar-benar tak bisa mengatakannya secara langsung pada Alin, dan hanya bisa berkata di dalam hati.
"Jika tidak berbicara, akan saya ma—"
"Aby." Panggilan itu, membuat Aby menoleh ke sumber suara. Saat itu juga ia melihat Kanya yang menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Sepasang Luka
Fiksi UmumPrekuel 'Still The One' "Terlalu banyak hal yang aku takuti, merasa lelah dan tak bisa meraih mimpi. Dunia terlalu kejam untuk aku yang takut sendiri." - Mayang Eira Calista *** Ini tentang Aby dan Maya, yang terpaksa harus menikah di penghujung mas...