⚡T i g a p u l u h d u a⚡

2.8K 291 18
                                    

Tahu enggak level tertinggi dari rasa takut?  

Menurutku, sudah tidak ada rasa ketakutan lagi.

Rasa takut itu sudah menguap entah ke mana. 

Aku kecewa dengan keadaan, Mas Prabu, dan Ayah. Aku merasa terpenjara setiap harinya. Aku dipantau. Aku dibatasi. Aku terus dicurigai, dan tidak dipercaya.

Beberapa bulan ini, aku sudah berusaha menjadi istri yang dia mau. Namun apa balasannya? Dia masih enggak mempercayaiku. Seolah kepercayaannya adalah barang mahal sehingga aku tidak mampu untuk membelinya.

Hidup serumah dengan seseorang yang enggak pernah mempercayai kita adalah hal yang sangat berat. Apa saja selalu bisa menjadi bahan untuk pertengkaran kami. Hal remeh sekalipun mampu membuat aku terkena hukuman sampai aku jatuh sakit.

Aku sudah lelah dengan semua ini.

Lelah.

Sangat.

Aku sudah berpikir, hal terburuk yang Mas Prabu akan lakukan jika aku kembali nakal seperti dulu adalah aku dipulangkan ke rumah Ayah dan kemudian dia menceraikanku.

Tampaknya hal terburuknya, tidak begitu buruk juga. Jika aku dipulangkan, aku diceraikan, memang itu yang aku mau. Hanya dengan cara itu satu-satu yang membuat aku terlepas dari manusia jahat ini.

"Nanti selesai kelas, langsung pulang," ucap Mas Prabu saat dia mengantarku ke depan gerbang kampusku.

"Iya," ucapku menyalaminya kemudian aku bergegas masuk ke dalam area kampus.

Satu hal yang Mas Prabu enggak tahu, aku enggak benar-benar masuk kelas. Aku memilih mematikan ponselku agar Mas Prabu tidak bisa mengetahui keberadaanku dan setelah itu aku bergegas menemui teman-temanku yang sudah menungguku di parkiran belakang.

"Cabut ke mana kita?" tanyaku saat sudah masuk ke dalam mobil.

"Ke tempat tongkrongan kita dulu. Minum dikit.  Sudah lama juga kan lu ga ikut, Luv?"

Aku tersenyum kecil. "Minum dikit, enggak ngaruh. Yaudah, ayo langsung."

Jadi, inikah saatnya Luvita kembali menjadi versi dulu?

°•°

Ternyata dugaanku salah.

Minum dikit, ternyata ngaruh juga.

Sangat berpengaruh nyata.

Karena hal itu teman-temanku sampai mengantarku  ke depan rumah Mas Prabu. Mereka enggak berani bertemu dengan pria menyeramkan itu sehingga mereka hanya mengantarkan sampai ke gerbang depan rumah.

"Gue drop out lu di depan gerbang aja ya. Gue ga mau cari mati Luv," dengan kesadaran yang masih tersisa sedikit aku mengangguk lantas keluar dari mobil, aku membuka gerbang dan kemudian mengetuk pintu rumah beberapa kali.

Pintu terbuka dan menampilkan wajah Mas Prabu di sana.

"Luvita?!" panggilnya kaget.

Huek!

Tidak dibalas dengan kata, panggilan Mas Prabu aku balas dengan mengeluarkan muntah di bajunya. "Kamu habis minum apa?" tanyanya berteriak.

Mas Prabu langsung menarik tubuhku dan membawaku ke lantai atas. Dia menarikku sambil berlari kencang, hal itu membuat tubuhku semakin lemas, pandanganku juga tidak jelas, dan tidak lama kemudian aku sudah tidak sadarkan diri.

Saat aku terbangun dari tidur, aku melihat sekeliling rupanya sekarang aku berada terduduk di kamar mandi, bajuku terasa lembab, dan pintu di ruangan ini tertutup rapat. Mataku melirik ke arah ventilasi, cahaya matahari terlihat jelas artinya hari ini sudah pagi.

Aku mencoba bangkit dari dudukku, aku mandi, dan kemudian keluar dari kamar mandi yang tidak terkunci. Mas Prabu sudah tidak ada di kamar, entah dia ke mana. Aku enggak memikirkan itu, aku lebih memilih memakai bajuku lantas keluar dari kamar.

Baru beberapa langkah keluar dari kamar, aku mendengar Mas Prabu sedang berbincang dengan seseorang.  Suaranya tidak asing bagiku. Aku berjalan pelan menuju sumber suara dan ketika aku sampai di sana, bukan sapaan yang menyapa, melainkan suara sendok yang terdengar nyaring.

"Anak enggak tahu diri!"

Tubuhku mendadak kaku.

Melihat Bapak yang menatap tajam ke arahku. Dia mengambil gelas kemudian menjatuhkannya. Ini bukan pertama kalinya Bapak bersikap begini kepadaku. Seperti sudah jutaan kali. Dari kecil aku sudah didik dengan cara seperti ini. 

Aku mencoba tersenyum saat melihat Bapak dan Mas Prabu yang menatapku. "Sudah biasa," aku berjalan ke arah mereka, "apa lagi?" tanyaku menantang.

Setelah itu aku mendapatkan amarah dari Bapak. Dan juga dari Mas Prabu. Mereka berdua terus memarahiku, tapi bukan hanya dengan kata-kata, suara gebrakan dan suara barang yang pecah ikut menemani percakapan kami pagi ini.

"Kalau dia nakal lagi, kasih pelajaran aja."

"Baik, Ayah. Nanti saya akan kasih kasih pelajaran yang membuat dia jerah dan enggak nakal lagi," ucap Mas Prabu yang mampu membuatku tersenyum miris.

Mentalku rusak.

Karena Ayah.

Dan kini semakin parah.

Karena Mas Prabu ikut serta.

Cerita ini sudah tersedia full E-book

Full ebook

Hanya dengan 46.000 kamu bisa akses full E-booknya

Tersedia juga ebook versi baca duluan

Pembelian dapat melalui Karyakarsa versi web (untuk ebook) dan juga WhatsApp (085810258853)

GET A CRUEL HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang