11

498 81 7
                                    

Jeongyeon menggulirkan ponselnya beberapa kali. Entah apa yang ingin ia lihat di ponselnya, namun wanita itu tidak kunjung menutup layar ponselnya. Beberapa jam lalupun Jeongyeon mencoba untuk mengerjakan dan membaca beberapa dokumen proyek kerjasama tetapi ia tidak bisa fokus sama sekali.

"Aisshh.. Jihyo, pelit sekali tidak mengizinkanku untuk menginap di rumahnya" gerutu Jeongyeon melihat isi chatnya dengan sahabatnya itu.

Perasaan gelisah lebih ke perasaan malu untuk menghadapi istrinya menghantui Jeongyeon. Tindakannya siang tadi benar-benar ingin membuatnya menghilang dari bumi ini.

"......tapi bukan salahku, dia duluan yang memintaku membuktikannya. Lalu aku buktikan, bukan salahku pokoknya!" gumamnya sembari memegang bibirnya.

"Tapi... Aku duluan yang menciumnya, terlebih...—aishhh" Jeongyeon mengingat kembali bagaimana ia tak hanya mencium namun juga melumat bibir Mina.

"Mati lah aku... Sebaiknya aku meminta maaf padanya. Dan menerima kemarahannya" kesah Jeongyeon yang menatap langit kemudian kembali menghentakkan kakinya ke tanah.

"—wah.. nunna kau sangat terkenal sekarang"  sela Chaeyoung keluar dengan memegang ponselnya. Ia menunjukkan video ciuman Jeongyeon dan Mina secara life tersebut.

"Bahkan.. ada yang berkomentar kalian seperti sedang beradegan drama" imbuhnya yang melihat beberapa komentar.

"Ck, berhenti menontonnya" ujar Jeongyeon. Ia tak mau jika diledak selalu oleh adiknya itu.

"Wae? Ini menarik.. coba kau lihat, bahkan kau melu—"

"—hajima!! Jangan di teruskan!!" teriak Jeongyeon yang kemudian masuk ke dalam rumah. Jika masih bersama Chaeyoung yang ada, wanita itu akan dipermalukan oleh adeknya terus.

Jeongyeon berjalan kesana-kemari, langkah kakinya penuh keraguan saat ingin kembali ke kamarnya. Terutama insiden tadi, ia belum siap jika Mina bertanya atau bahkan marah padanya.

"Malam ini.. apa aku tidur dikamar oppa saja ya? Baiklah aku akan tidur di sana saja. Malam ini.. hanya malam ini!" Gumamnya segera berjalan ke kamar sang kakak.

Jeongyeon membuka pintu kamar kakaknya, wajahnya terkejut ketika melihat kamar sang kakak sudah tidak ada lagi barang-barang peninggalan sang kakak. Ia tahu jika ada yang berani membersihkan ruangan itu pasti sang pemilik rumah siapa lagi jika bukan Tuan Yoon atau ayah mereka.

"Ayah yang menyingkirkan barang oppa?!" Teriak Jeongyeon ketika sampai di ruang kerja sang ayah.

"........." Tuan Yoon hanya menatap putrinya kemudian kembali membaca dokumen ditangannya.

"Wae?! Kenapa? Kenapa ayah membuang barang-barang oppa?!" Tanya Jeongyeon kembali yang semakin meninggikan suaranya.

"Kamar itu akan ayah renovasi bersamaan dengan ruang rekreasi. Jangan khawatir barang-barang Jeonghan sudah ayah simpan ditempat yang baik" jelas sang ayah.

"Ayah tahu itu kamar anak ayah. Kamar putra sulung ayah! Kenapa ayah lakukan itu? Apa Chaeyoung memintanya? Apa barang-barang oppa merugikan ayah?! Jika iya berikan pada ku aku akan membelinya!" ketus Jeongyeon kepada ayahnya itu.

"Apa kau akan terus berisik hanya sebuah barang-barang peninggalan orang yang sudah tak ada? Kau ingin membelinya dengan apa?! Kau tidak lupakan jika perusahaan ibumu dan sahammu kau gadaikan dalam perjanjian kepada ayah atas permintaanmu untuk menikahi putri keluarga Myoui?" Terang tuan Yoon, ia lalu mendekati putrinya itu.

"Jeongyeon, kau sudah dewasa. Bukan hal yang seharusnya kau meributkan hal seperti ini.  Ayah tidak mau mendengar apapun lagi soal peninggalan Jeonghan. Jika kau tidak setuju silahkan, tinggalkan rumah ini" lanjut sang ayah kemudian menatap  kearah putrinya.

SHE ( Replace ; under the Moonlight) [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang