26

104 11 2
                                    

Ketika Octava bangun pagi harinya, kamar saudara tirinya sudah kosong. Octava melihat tumpukan baju di dalam keranjang sampah di depan rumah Gourse ketika ia mendongak dari jendela. Dan penghuninya juga sudah tidak ada.

Yang membuat Octava lega, adalah karena tidak ada tanda-tanda penyiksaan, noda darah atau kematian. Helena mungkin pergi dari rumah ini, yang jelas ia tak mungkin bunuh diri.

Octava kemudian berlari turun. Pak Gourse dan Amanda sedang duduk di ruang makan sambil sarapan. Keadaannya sangat tenang sehingga Octava memutuskan untuk bergabung dan pura-pura tak tahu soal kepergian Helena. Ia juga belum berani bertanya pada Pak Gourse.

Lelaki itu, dan ibunya makan dalam suasana yang hening. Mata ibunya masih bengkak karena menangis semalaman. Mereka mengunyah sarapan dalam kesunyian. Dan kesunyian membuat Octava semakin merasa takut.

"Nak, apa kamu melihat Helena? Atau apakah dia sempat bilang akan pergi ke mana?" Akhirnya, Pak Gourse tak tahan. Ia taruh garpunya di atas piring.

Octava menggeleng sambil mengoles selai nanas ke atas rotinya.

"Mungkin kita harus meneleponnya, atau aku akan minta maaf padanya," usul Amanda.

Bibir Gourse membentuk kerucut. "Jangan sampai dia tahu kalau aku menyesal mengusirnya. Anak itu manja, dia tak akan bertahan lama hidup di jalanan." Setelah mengatakan itu, ekspresi Pak Gourse berubah jadi sedih.

"Sebenarnya tabungannya banyak. Dia tak akan memilih jalanan. Dan aku tak memecatnya dari kantor. Karena urusan rumah tak boleh dicampur aduk dengan urusan kantor. Mungkin kami akan bertemu di kantor nanti." Gourse diam lagi. "Tidak akan, kalau dia masih menganggap kata-kataku semalam serius." Si lelaki memijat pelipisnya. "Dia tak akan mau datang ke kantor."

"Hari ini aku tidak ada kuliah, aku akan mencarinya." Octava akhirnya bicara. Ia pikir kekacauan ini sebenarnya adalah tanggung jawabnya.

"Ide itu bagus sekali Octava, tapi jangan sampai ia tahu kalau aku menyesal. Dia tidak pernah jadi anak yang pemarah. Apa mungkin dia punya masalah di luar sana? Bagaimana menurutmu? Kalian sudah cukup dekatkan?" tanya Pak Gourse.

Ditanya begitu Octava malah merasa dipojokkan. Kini ia sadar bahwa keputusannya menolak Helena kemarin adalah keputusan yang baik. Sekarang Gourse bertanya seolah Octava sudah benar-benar bagian dari keluarga Gourse.

"Kupikir begitu, Pak. Dia mungkin sedang ada masalah," kata Octava yang ingin menyembunyikan fakta bahwa masalah yang sedang melanda Helena adalah karena dirinya.

"Apa kita biarkan Helena tenang dulu?" Gourse bertanya lagi.

"Jangan, nanti ia malah berpikir kalau kamu serius mengusirnya." Amanda kini ikut nimbrung.

Dan asumsi-asumsi mengalir lancar di udara. Antara orang tua dan gengsi mereka. Cuma Octava yang pikirannya sudah menjauh dari sana. Dia tahu bukan ini intinya. Dialah masalah yang sebenarnya.

Setelah sarapan Pak Gourse dan Amanda berangkat ke kantor. Pak Gourse bilang, ia akan mengabari Octava apabila Helena tidak ada di kantor. Octava menyanggupi. Selesai sarapan gadis itu bersiap-siap. Ia harus ke rumah Ursula dulu. Karena harusnya Ursula tahu ke mana Helena pergi kalau sedang ingin sendiri. Ursula pasti punya ide yang lebih baik. Mereka sudah lama saling kenal dan pacaran. Mengingat latar belakang itu, Octava jadi semakin kacau suasana hatinya.

Octava menyetir ke rumah Ursula dengan kepala penuh pertanyaan. Tentang ke mana perginya Helena? Apa mungkin ia mencari Ursula? Apa mungkin ia akan memberitahu Ursula ke mana ia pergi? Apa mungkin Ursula tahu ke mana Helena dan Ursula menyusulnya?

Octava belum mau menelepon Helena untuk mengetahui secara pasti. Helena pasti tak akan mau menjawab telepon dari Octava. Helena pasti lebih pandai membalas apa yang Octava lakukan saat ia tak pulang dua hari waktu itu. Octava bersiap untuk kenyataan kalau ternyata Helena sedang duduk ngopi dan merokok di rumah Ursula.

Sampai di sana, Octava segera mencari sosok Ursula. Gadis itu langsung naik ke lantai dua. Ia langsung menemukan Ursula di sana, di kamar itu.

Ursula sedang berlutut. Dari belakang Octava tak melihatnya bergerak. Tapi Octava tahu perempuan itu sedang mengemasi barang milik Helena ke dalam dus.

Kamar itu terlihat jauh lebih kosong dari terakhir kali Octava melihatnya. Tidak ada rambut palsu. Tidak ada Fifthy Shades of Grey tools lagi.

Samar juntaian gimbal yang Ursula ikat di atas kepala membentuk foreground dari benda-benda yang telah diklasifikasikan. Benda-benda yang seharusnya sudah di masukkan ke dalam kardus. Tapi Ursula belum juga bergerak.

Octava memutuskan untuk memanggilnya dari luar. "Ursula," panggilnya lirih.

Ursula menyeka wajahnya dan segera menoleh. Octava dapat melihat motion brur—sisa kesedihan yang dirubah jadi senyum.

"Hei, pagi sekali, sudah rindu padaku?" Ursula bangun dan menghampiri. Ia tersenyum seolah Octava adalah seorang gadis bodoh yang tak mungkin mengerti apa yang disembunyikannya.

Octava mencium pacarnya di pipi. Hanya memastikan dugaannya sendiri. Bahwa pipi Ursula lembab. Mungkin sebaiknya Octava menjadi seorang investigator atau detektif setelah lulus kuliah.

Jelas Ursula merasa sedih dengan kepergian Helena. Ia masih sangat mencintai Helena. Tapi ia tidak ingin membahasnya. Ursula lelah dengan drama meski drama selalu mengejar mereka. Bertiga.

"Helena," kata Octava sebelum lupa. "Helena pergi dari rumah, Gourse ingin aku mencarinya."

"Ah, itu hanya alasannya supaya kamu mencarinya," kata Ursula menegarkan diri dan kembali ke dalam kamar. Ia melanjutkan urusannya dengan kardus-kardus di kamarnya.

"Tidak. Pak Gourse yang mengusirnya. Pagi ini Pak Gourse ingin aku mencari anaknya."

"Apa perlu aku tanya bagaimana kejadiannya?" tanya Ursula cuek.

"Intinya, karena Helena tak mau memanggil ibuku dengan kata ibu."

Ursula menoleh pada Octava. Kemudian ia tertawa. Ia berusaha menutup mulutnya. Tapi ia semakin keras tertawa. "Lalu Gourse merasa Helena tak sopan. Dan Helena—" Ursula tak bisa menahan tawanya lagi. "Octava, itu karena kata-katamu sendiri."

"Apa maksudnya?" Octava bingung. Bagaimana bisa ini jadi salahnya. Ia tak ada di rumah saat itu. Ia belum sampai di rumah.

"Kamu yang membawa isu keluarga untuk menolaknya dan memilihku. Itu kenapa Helena marah." Ursula benar-benar mengenal Helena. Dugaan Octava tak salah.

"Kamu tahu siapa aku?" Ursula tiba-tiba bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Ursula. Kamu Ursula? Kamu bicara apa sebenarnya?" tanya Octava. Dalam pikiran Octava, cerita ini sudah akan berubah menjadi cerita bertema science fiction. Jangan-jangan Ursula adalah alien. Jangan-jangan Ursula punya kekuatan super.

Ursula memainkan juntaian gimbalnya. "Rebecca adalah tanteku. Itu kenapa Helena menutupi hubungan kami."

Octava terbengong dalam sengatan kejutan itu. "Bagaimana bisa? Tapi, kalian tidak pernah membahasnya."

"Kami memang tidak pernah membahasnya. Tidak pada siapa pun. Karena Helena dan aku ingin melupakan fakta itu." Ursula selesai menutup kardus terakhir. "Aku dan Rebecca tidak hanya berteman. Kami masih ada hubungan saudara. Tapi, itu jauh sekali. Sangat jauh sampai-sampai aku dan Helena mungkin tidak punya kesamaan DNA lagi. Tapi, sejak Ibuku meninggal, aku memang dekat dengan Rebecca. Jadi seolah-olah hubungan kekeluargaan kami dekat. Rebecca sudah seperti ibu bagiku," jelas Ursula sambil keluar dari kamar dan menutup pintunya.

Ia ajak Octava duduk bersamanya di teras lantai dua. Seperti waktu Ursula masih menjadi dosen mata kuliah apresiasi. "Aku dan Helena menganggap hubungan kami adalah sesuatu yang tidak etis. Tapi bukan karena kami sama-sama perempuan. Makanya, aku menjauh dari Rebecca. Karena itu membuatku lebih tenang."

Mata Octava berkedip-kedip. Ia masih sulit mencerna cerita yang baru didengarnya.

"Sewaktu pernikahan ibumu, Rebecca sudah tahu mengenai itu dan berusaha memancing kami bicara. Tapi, seperti yang kamu tahu, Helena yang membuat dirinya sendiri dalam masalah. Ya, ini baru asumsiku saja, sih."

Octava menegarkan nafasnya. "Jadi tentu kamu tahu di mana Helena sekarang?" tanya Octava.

Ursula memandang mata Octava yang gelap. "Aku tidak tahu. Sungguh." Ursula meremas tangan Octava. Lalu ia bangkit dan meninggalkan Octava. "Aku ingin bikin kopi."

2. Microscopic Lust GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang