20

147 14 4
                                    

Helena memijat-mijat kepalanya sedari tadi. Pusing yang ini bukan sekedar karena terlalu banyak caffeine atau nikotin. Meski benar, ia memang terlalu banyak ngopi. Terlalu banyak merokok. Bagaimana tidak? Ia merasa semua saraf di tubuhnya tidak nyaman sama sekali.

Hari ini adalah hari terakhir serangkaian acara bulan madu Pak Gourse dan Amanda. Mereka akan segera pulang ke kota Purasabha. Tapi apa yang harus Helena katakan pada mereka mengenai keberadaan Octava? Gadis itu sudah dua malam tidak pulang.

Berkali-kali Helena mencoba menghubungi nomor Octava. Dan sudah pasti saudara tirinya itu akan mengalihkan panggilannya.

"Angkatlah, angkatlah teleponku, Octava," gemas Helena sampai nyaris menjerit.

Setidaknya ponselnya selalu aktif. Artinya Octava berada pada sebuah tempat aman. Dengan colokan listrik dan tidak terlantar. Tapi, tetap saja. Apa yang harus Helena katakan pada orang tua mereka? Bagaimana kalau ternyata Octava melarikan diri? Bagaimana jika ia kenapa-kenapa di jalan?

Lalu, karena merasa tak tahu apa-apa soal kampus Octava, Helena memutuskan untuk menghubungi kekasihnya.

Ketika Ursula akhirnya mengangkat teleponnya, Helena langsung menyerang Ursula dengan pertanyaan, "Ursula kamu sedang di kampus kan? Apakah Octava ada di kampus?"

Ursula yang nampaknya sedang santai menjadi terganggu dengan kepanikan Helena. "Yang benar saja... Ini hari minggu, Helena," jawab Ursula malas-malasan. Baru saja ia dapat menikmati liburannya dari Universitas. Dan otot-ototnya masih agak nyeri karena belakangan hubungannya dan Helena terlalu baik. "Bagaimana aku tahu keadaan kampus kalau kampus ditutup hari minggu?"

"Setidaknya kamu bisa membantuku mencari, Ursula!" Helena merembet kesalnya. Seringnya perempuan begitu, mereka senang mentransfer rasa kesal pada mereka yang tak berdosa.

"Octava sudah dewasa. Dia akan kembali tepat waktu." Ursula yakin sekali.

"Aku akan bilang apa pada Ayahku kalau ia belum juga kembali nanti malam?" Helena hampir menangis.

Meski tadi nada suaranya ia tenang-tenangkan, dalam kepalanya Ursula berpikir luar biasa keras. Mencium mahasiswinya sendiri sudah merupakan tindakan yang salah. Kini, mengaduk-aduk urusan keluarga orang lain, Ursula tidak yakin apa ia benar-benar ingin melakukannya.

"Hei, hei, apa kamu sedang menangis?" Ursula jadi tak tega. Sekejap saja prinsipnya goyah. "Baiklah, aku akan membantumu mencarinya."

"Aku akan ke menjemputmu." Helena menawarkan diri.

"Tak apa, aku bisa mencarinya sendiri. Aku akan mencari data teman-temannya di kampus. Siapa tahu Octava menginap di tempat salah satu temannya. Kamu tunggulah orang tuamu di rumah. Katakan alasan apa saja. Aku dosennya. Aku bisa mengatakan asalan apa pun pada mereka nanti. Kalau aku menemukan adikmu." Ursula terlambat menutup mulutnya.

"Kalau?" Helena bicara semakin gugup. "Kalau kamu menemukannya?"

"Baiklah, aku pasti menemukannya. Tunggulah." Ursula menekan intonasinya pada kata 'pasti'.

Helena mengusap air matanya sambil memandangi telepon genggamnya. Sudah benar-benar sore sekarang. Dan Octava tak memberi kabar sama sekali. Sejak tadi Helena sudah berusaha menakut-nakuti Octava. Mengenai orang jahat di luar sana, kemarahan Amanda, dan bagaimana Gourse yang sebenarnya. Helena juga sudah berusaha membujuk Octava dengan kata-kata penuh perasaan. Tapi Octava tidak menanggapi sama sekali.

Helena tak benar-benar tahu apa yang membuat Octava ngambek. Mungkin karena mereka tidur bersama. Helena sudah akan bertanggung jawab dengan tindakannya. Tapi bukannya Octava sendiri yang memilih untuk menghentikan perbuatan mereka sebelum semua orang tahu? Lalu kenapa sekarang gadis itu malah melarikan diri begini?

2. Microscopic Lust GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang