29

95 12 0
                                    

Hari itu adalah hari ke empat belas setelah wisuda Ursula. Helena yang baru saja pulang sekolah menerobos masuk ke dalam kamar Ursula. Ia membuka pintu dengan kasar. Ia tidak mengetuk. Kemarahannya sudah menguasai sopan santunnya.

"Apa-apaan ini, Ursula? Mau ke mana kamu?" tanya Helena. Wajahnya serius. Pandangannya tajam.

Ursula yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam kardus berhenti sebentar. "Aku akan pindah, Helena. Aku sudah lulus kuliah. Sekarang aku harus hidup mandiri."

"Kamu akan pulang ke rumah ayahmu?"

Ursula menggeleng. "Ibuku sempat membeli sepetak tanah sebelum ia meninggal. Dan ayahku membangun sebuah rumah untukku. Jadi, aku akan tinggal di sana."

"Apa rumah ini tak cukup untukmu? Apa aku membuat kesalahan padamu sehingga kamu pergi?" tanya Helena dengan nada yang tajam.

Ursula menggeleng. Ia menaruh buku-bukunya kemudian berdiri. Ia menghadapi Helena. "Aku senang ada di sini. Tapi, ini rumah keluarga Gourse. Ini bukan rumahku dan tak akan bisa menjadi rumahku. Aku sudah dewasa dan aku butuh privasi. Aku akan tinggal sendiri. Kelak, aku akan punya keluarga, Helena. Aku tidak bisa selamanya ada di sini."

Helena sudah keburu menetes air matanya. Pupus sudah harapannya untuk mendapatkan hati Ursula. Sekarang, Helena merasa bingung. Apa ia harus menyerah? Atau ia harus mengejar Ursula?

"Tapi, aku... Aku akan kesepian Ursula..." Helena terisak. Hatinya sakit. Ia tak rela. Ia tak mau Ursula pergi. Ia ingin memiliki Ursula sendiri.

Ursula mendekat pada Helena dan memeluknya. "Aku kan tidak pergi jauh-jauh. Aku akan sering berkunjung. Kita akan tetap ngopi dan belanja bersama. Kita kan bersaudara."

Helena mendongak. Ursula mengusap pipi saudaranya. "Apa kamu akan tinggal dengan pacarmu?" tanya Helena. Ia selalu cemburu pada lelaki itu. Meski Helena tahu sudah dua tahun Ursula pacaran dengan Martin.

Ursula menghela nafas. "Kami sudah putus, Helena. Seminggu sebelum wisuda kami akhirnya putus. Hubungan kami tidak ada masa depannya."

"Apa kamu sakit hati?" tanya Helena.

Ursula diam sebentar sambil berpikir. Lalu ia tersenyum. "Ternyata tidak. Jadi kupikir putus dengan Martin adalah pilihan yang benar."

Helena kemudian memeluk Ursula. "Baguslah kalau begitu." Ia melepaskan pelukan itu. "Aku akan membantumu beres-beres." Helena hendak pergi ketika Ursula memegang lengannya kuat.

"Uh, Maaf," kata Ursula sambil melepaskan tangannya. Ia juga bingung dengan apa yang barusan ia lakukan.

Helena menggeleng. Matanya yang hijau bergerak menelusuri wajah Ursula yang penuh keraguan. "Hh... Persetan, Ursula." Kemudian Helena nekat mencium Ursula. Ia memeluk tubuh tinggi Ursula. Helena begitu menggebu sehingga ia mendorong Ursula. Ursula yang belum bisa mencerna apa yang terjadi mundur pelan-pelan. Sampai mereka terjembab ke tempat tidur.

Ursula tak punya daya lagi untuk menolak apa yang terjadi dengan dirinya. Ia balas ciuman itu. Ia dekap tubuh Helena erat agar gadis itu tidak pergi sekarang. Helena sendiri tak berani mengakhiri ciumannya. Ia tak mau Ursula membencinya. Ia tidak akan bisa menerima kenyataan seperti itu. Tidak sekarang.

"Helena," desau Ursula sambil mengontrol nafas dan detak jantungnya yang melaju cepat. Ia membuka kancing seragam Helena sambil masih menciumi leher perempuan di hadapannya.

Demikian juga Helena yang sudah tidak bisa menahan diri, ia menyampirkan rok sekolahnya. Ia meremas jari tangan Ursula dan memasukkannya ke dalam mulut untuk membuatnya basah.

"Hm..." Ursula merasa geli. Tapi, ia biarkan Helena melakukannya. Ia biarkan Helena mencelupkan jari tangannya ke dalam lipatan di pangkal kakinya. "Hangat sekali di dalam sini," gumam Ursula sambil menarikan jarinya di dalam sana. Membuat Helena semakin menggila.

"Ya, lebih cepat di sana Ursula. Aku tidak tahu kalau kamu akan sepintar ini," puji Helena sambil bergerak-gerak. Tubuhnya kebingungan karena rasa geli yang disajikan Ursula. Masih berada di atas Ursula, Helena menggesek ujung jarinya di bawah sana. Tidak lama tubuhnya menegang.

Helena yang tidak ingin kehilangan momen inersianya langsung memundurkan badan ke bagian bawah Ursula. Ia robek celana korset Ursula. Ia benamkan lidahnya di sana.

Ursula sendiri tidak punya kekuatan untuk menolaknya. Ia menjambak rambut Helena dan memaksanya untuk menggeliat masuk lebih dalam.

"Aku akan membuatmu senang, Ursula," gumam Helena sambil meneruskan pekerjaannya. Dagunya basah kuyup, dan ia tidak perduli. Ia ingin Ursula senang. Seperti dirinya. Dan saat Helena tahu kalau tubuh Ursula menegang, ia menghisap semakin kuat. Ia ingin Ursula menikmati puncak.

"Lepaskan aku Helena!" bentak Ursula tiba-tiba.

Helena yang belum sempat menyeka bibirnya jadi kebingungan. Ia melepaskan tangannya dari kaki Ursula dan cepat-cepat bangun. Gadis itu mundur. Ia menunduk takut dan mengancingi kemejanya cepat-cepat.

"Kamu tahu aku siapa, Helena? Aku saudaramu. Aku saudara ibumu! Tega sekali kamu membuatku begini! Tega sekali kamu merusak semuanya!" Ursula menyeka air matanya. Ia buka salah satu kopernya. Ia keluarkan semua isinya untuk mencari sehelai yukata. Ia menutup tubuhnya.

Helena yang tidak tahu harus berbuat apa mencoba mendekati Ursula. "Aku menyukaimu, Ursula." Ia ingin menenangkan perempuan itu, namun Ursula malah menamparnya.

"Aku minta maaf Ursula," kata Helena sambil berdiri. Ia pegang pipinya yang nyeri. Nafasnya putus-putus karena hatinya yang berdarah. Ia merasa dipermalukan.

"Pergi dari sini Helena."

"Tapi—"

"Pergi!"

Helena cepat-cepat lari ke kamarnya. Ursula mendengar gadis itu membanting pintu.

Ursula terduduk lemas di lantai. Ia mengusap air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tutup mulutnya agar raungannya tak ada yang mendengar. Sekarang Ursula tak lagi punya alasan untuk menetap di rumah keluarga Gourse. Ia sudah menodai kebaikan hati Rebecca dan Pak Gourse. Ia tak pantas menjadi bagian dari rumah ini.

Ia sudah menahan perasaan simpatinya pada Helena terlalu lama. Terlalu lama sampai ia terbiasa menganggap semua yang ia lakukan bersama Helena adalah sebuah dosa besar. Sekarang ia merusak semua usahanya selama ini.

Ursula melanjutkan pekerjaannya yang tertunda masih dengan air mata. Ia rapikan kopernya. Ia masukkan semua buku ke dalam kardus. Tangannya masih gemetar. Hatinya masih sakit. Kini kepalanya dilanda pusing yang hebat.

Bukan tidur dengan Helena yang membuatnya sedih dan sengsara seperti ini. Tapi, karena Ursula mengenal perasaannya. Ia mengenal dirinya dan ia telah lama membelakangi kenyataan di depan matanya. Sudah sejak lama ia tahu Helena tergila-gila padanya meski umur gadis itu baru tujuh belas. Sudah sejak lama pula Ursula menganggap perasaan Helena sebagai cinta monyet. Sudah sejak lama juga, sejak Ursula tahu kalau dia mencintai Helena.

Dan, setelah bertahun-tahun dilanda perasaan yang salah itu. Ursula memutuskan pindah dari rumah keluarga Gourse. Sudah lama ia merencanakannya. Sampai setahun lalu ketika Ursula membuat perjanjian dengan ayah kandungnya. Bahwa Ursula akan melanjutkan bisnis keluarga mereka di umur tiga puluh lima. Setelah ia menjadi dosen dan pensiun dini. Ayahnya sangat senang, ia setuju dengan persyaratan Ursula. Ia membangun sebuah rumah untuk Ursula.

Rencana itu jadi semakin matang sampai mabuknya Helena waktu lalu. Ketika Ursula tidak bisa menahan hasratnya sendiri dan menghukum dirinya di kamar mandi sambil membayangkan Helena. Setelah hari itu hubungannya dengan Martin rusak. Terlalu parah sampai tak bisa diperbaiki. Martin menuduhnya selingkuh namun tak pernah menemukan bukti. Tentu saja. Karena apa yang dirasakan Ursula pada Helena sangat jauh dari nalar orang normal!

Sekarang semua kesengsaraannya akan berakhir. Ia akan pergi dari sini. Ia tak akan bertemu Helena lagi. 

2. Microscopic Lust GXG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang