"Yang kamu lakukan Ursula, jauh dari tindakan terpuji," kata pria itu sambil mondar-mandir. Pembantu Dekan Tiga sejak tadi sudah menjelaskan setiap butir dari sumpah jabatan pada Ursula. Kini lelaki bertubuh tinggi kurus itu telah mengulang kalimat-kalimat penuh kekecewaan sebanyak enam kali.
Sementara Octava, ia tempatkan di posisi korban. Sebab gadis itu hanya seorang mahasiswa. Dan, terbukti Ursula yang mengundang ke dalam ruang kantornya. Ini ide Ursula. Octava hanya mahasiswi yang ketakutan. Kemudian eksploitasi itu terjadi. Ursula telah melecehkan mahasiswinya.
"Kamu seharusnya melindungi anak didik di sini. Ya ampun, malu sekali kami padamu." Pembantu Dekan Tiga kemudian duduk. Dahinya yang lebar berkilat karena keringat. Kalori yang ia keluarkan saat mondar-mandir sambil mengomel rupanya sudah menyamai latihan kardio.
Octava yang dari tadi hanya 'planga-plongo' seperti menonton pertandingan bulu tangkis karena tak punya kesempatan untuk menjelaskan atau menghibur Ursula akhirnya mengangkat tangannya. "Maaf, Pak. Saya boleh memanggil wali saya sekarang?"
Sejak tadi mereka membiarkan Octava duduk di sebelah Ursula. Tapi mereka terlalu fokus pada Ursula. Octava tak kebagian perhatian, apalagi waktu bicara.
"Ya, ya... Kamu bisa memanggil wali untuk datang," jawab Bapak Pembantu Dekan Tiga. Kemudian, ia menyemprot Ursula dengan kalimat-kalimat jahat lagi.
Sebentarnya pintu ruangan itu diketuk. Sekretaris pembantu dekan muncul di ujung celah pintu dengan wajah hambar. "Dekan ingin bertemu dengan Bapak. Sekarang."
Si Pembantu Dekan langsung menyeka keningnya dengan tisu. Sebelum pergi ia menatap Ursula lekat-lekat. "Lihat Ursula, sekarang dia akan memecatmu, Ursula," ancamnya. Setelah itu ia meninggalkan ruangan.
Octava segera menoleh pada Ursula. "Mereka akan memecatmu?" Octava tidak tahu kalau apa yang ia lakukan akan dapat konsekuensi seberat itu. Terutama bagi pihak Ursula.
Ursula masih bisa tertawa. "Yang itu aku tidak takut. Yang aku khawatirkan adalah siapa yang kamu panggil untuk datang kemari. Helena tak boleh tahu soal ini."
"Aku tak mungkin memanggil ibuku ke sini. Aku bisa dicoret dari daftar M-Bangkingnya." Octava menunduk. Apa yang ia pikirkan saat memanggil Helena? Apa yang mungkin bisa Helena lakukan pada mereka? Membayangkan Helena marah membuat Octava ngeri.
Ursula layu di tempatnya duduk. "Sudah kuduga," keluhnya sambil melepaskan wignya. "Sudah kuduga kamu akan mengadu padanya."
"Tenanglah, aku yang akan menjelaskan pada Helena." Octava menyentuhkan telapak tangannya pada Ursula. "Dia mungkin akan marah padamu. Tapi, dia tak akan meninggalkanmu." Octava menyemangati meski ia tak bisa memberi jaminan.
Ursula hanya mengangkat alisnya. Ia diam saja memperhatikan jari-jari Octava yang dengan berani mengelus ke dalam rok Ursula. Ternyata mereka belum kapok juga.
Di sisi lain kampus, tepatnya lobi fakultas, Helena berlari kencang sekali. Ketika menemukan kantor Pembantu Dekan Tiga, ia langsung masuk tanpa mengetuk. Dan wanita itu menemukan Ursula dan Octava di sana dalam keadaan 'apa adanya'.
"Kalian keterlaluan," kata Helena. "Apa tak ada hal lain yang bisa kalian lakukan tanpa menimbulkan masalah? Kalau kalian sudah tidak kuat menahan hasrat, carilah hotel atau kamar. Kenapa malah di kampus? Kalian tahu aku jadi harus berbohong. Aku tidak bisa keluar kantor tanpa bilang dulu pada Pak Tua Gourse. Sekarang aku harus memikirkan alasan yang tepat," omel Helena seperti tak punya jeda.
"Mereka akan memecat Ursula, tolong lakukan sesuatu," rengek Octava. Ia lupa kalau tangannya masih ada di dalam rok Ursula.
Kebetulan Helena sudah melihatnya sejak tadi. Rahangnya mengeras. Ia jengkel setengah mati.
Sebelum Helena meledak, Pembantu Dekan Tiga kembali. "Nyonya Gourse, anda sudah datang, sebelumnya saya ucapkan selamat atas pernikahan anda baru-baru ini." Pembantu Dekan Tiga langsung menyalami Helena.
Helena menghadapi lelaki itu dengan tatapan matanya yang angkuh, mata hijaunya berkilat-kilat. Nada suaranya ia turunkan satu oktaf, "Saya Helena Gourse, kakak tiri Octava."
"Oh, maafkan kelancangan saya, ini salah saya tak sempat datang ke acara pernikahan Pak Gourse." Orang ini tidak diundang, tapi sombong sekali.
"Jadi bagaimana ini?" desak Helena yang tak sabaran. "Apakah bapak akan menghukum adik saya?" tanya Helena. Ia memandangi ruangan Pembantu Dekan Tiga.
Mengingat bahwa Gourse adalah keluarga yang cukup terpandang di kota Purasabha, dan Octava kini adalah bagian di dalamnya, pembantu dekan sempat diam. Ia tak akan berani menghukum Octava. Helena pasti akan menyebabkan masalah untuknya, syukur sejak awal Ursula ia jadikan bulan-bulanan.
"Mengenai kesalahpahaman ini, kami sadar benar bahwa Octava hanyalah seorang korban. Jadi bukan menghukumnya, kami akan mencabut surat dinas Ursula dan mengeluarkannya dalam proses dua kali jam kerja."
"Jadi bukan masalah lagi, kan?" Helena melangkah keluar. Sebelum ia lenyap dari pintu, ia menoleh ke belakang. "Aku yakin kampus ini tidak akan membiarkan aib semacam ini menyebar keluar. Ursula sebaiknya dipensiunkan dini saja, benar begitu, Pak?" Helena menghadiahi tatapan mata penuh ancaman pada Bapak Pembantu Dekan dan Ursula.
Namun, ia masih tetap memutar otak untuk melindungi kekasihnya. Setidaknya Ursula bisa mendapatkan uang pensiun sebelum benar-benar ditendang keluar. Seolah ia diberhentikan secara terhormat.
"Tentu Nona Helena."
"Terimakasih banyak Pak, saya senang sekali dengan cara kampus ini menyelesaikan masalah dengan bijak. Octava, ayo kita pulang."
Octava yang penurut bangun dari duduknya. Mengikuti Helena keluar kampus. Sementara Ursula ia tinggalkan di sana untuk dimaki sekali lagi.
"Mana kunci mobilmu?" Helena menadahkan tangan pada Octava.
Octava yang ketakutan menyerahkan kunci itu. Tanpa bicara lagi Helena merampas kunci itu. Mereka berjalan ke parkiran. Octava menunggu Helena membukakan pintu untuknya.
"Nah, sekarang jelaskan kejadiannya padaku," perintah Helena ketika keduanya sudah berada di dalam mobil.
Octava tidak tega kalau harus menceritakannya sendiri. Jadi ia memilih untuk menceritakan rumor yang terjadi di antara mahasiswa agar Helena merasa kasihan pada Ursula.
"Lalu, hanya karena itu kamu dan Ursula dipanggil?" tanya Helena yang belum menemukan letak salahnya Ursula.
Octava menggeleng. "Ursula kemudian memanggilku ke ruangannya. Lalu terjadilah."
"Lalu," lanjut Helena sambil menjentikkan jarinya. "Terjadilah. Begitu? Octava... Octava... Aku tak habis pikir. Kamu yang bilang padaku kalau kamu ingin sendiri. Kamu yang bilang kalau kamu tidak ingin jadi orang ketiga. Kamu bukan penyuka sesama jenis. Kamu normal. Hubungan yang kujalani dengan Ursula salah. Tapi kamu merayu kekasihku sampai dia kehilangan pekerjaan. Begitu?" Kini tahulah Helena kalau Octava adalah perempuan nakal-nya di sini.
Octava ingin menjawab semua tudingan Helena. Tapi mulutnya hanya bergerak-gerak seperti ikan kehabisan oksigen. Ia tak punya jawaban ternyata.
"Sudahlah. Tak perlu kamu jawab kata-kataku kalau semua itu benar." Helena menyalakan mobil dan menyetir ke luar kampus.
"Kenapa kita ke sini?" Octava menyadari kalau jalan yang dipilih Helena bukanlah jalan pulang ke rumah keluarga Gourse. Melainkan rumah Ursula.
"Karena aku tidak mungkin membawamu pulang sekarang. Kita bertiga harus menyelesaikan urusan kita juga." Helena memandang tajam ke depan. Ia terlihat fokus. Tak ada yang tahu kalau dalam hatinya, pikiran tentang kehilangan kekasihnya dan Octava sedang menghantuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Microscopic Lust GXG (END)
Storie d'amore18+ "Cinta segitiga itu tidak ada, Santi. Yang ada hanya rasa angkuh untuk membagi!" -Octava Gourse- Octava adalah seorang gadis berusia 22 tahun. Pernikahan kedua sang ibu dengan seorang miliader bernama Gourse membuat gadis itu harus tinggal serum...