Setelah insiden dengan Helena di kediaman Gourse, Ursula berhasil meyakinkan ayahnya untuk membiayai kuliah lanjutannya di luar negeri. Semuanya memang melenceng dari rencananya semula. Namun, Ursula tak punya pilihan. Karena ia sudah memutuskan untuk lari dari Helena dan kehidupannya di kota Purasabha. Barangkali luar negeri bisa memberinya inspirasi, atau barangkali sekedar jawaban dan ketenangan dari perasaan yang menyiksanya. Mungkin menyembuhkan luka hatinya.
Tapi, bagaimana luka itu bisa sembuh kalau bukan Ursula yang merasakannya?
Ya, Ursula memang tersiksa karena rindu. Ia merindukan Helena setiap hari. Ia merasa bersalah pada gadis itu setiap hari. Setiap bermimpi sampai bangun pagi. Ursula rindu gadis bermata hijau itu meski ada pilihan warna mata lain di tempatnya berkuliah. Ia bisa memacari perempuan bermata biru dan berambut pirang, ia bisa memacari perempuan bermata abu-abu yang berambut cokelat, atau yang bermata coklat dan berambut merah. Tapi tak ada yang seperti Helena. Ursula tak tahu apa bedanya. Yang ia tahu, bukan dirinya yang merasa luka.
Maka, sekembalinya ia ke Purasabha, kediaman Gourse adalah tujuannya yang pertama. Malam itu ia datang dengan harapan bisa bertemu dengan Helena. Pak Gourse menyambut Ursula dengan gembira. Ia mengajak Ursula makan malam bersama. Namun, setelah lima belas menit menunggu di ruang makan, penghuni rumah yang lain tak muncul juga.
"Paman Gourse, ke mana Rebecca dan Helena?" tanya Ursula.
Gourse menghentikan makannya lalu menatap Ursula. "Rebecca menceraikanku. Dan Helena sedang ada urusan kampus. Katanya sampai pagi."
Ursula bersandar di kursi. Ia sudah ketinggalan banyak sekali berita. Bahkan Rebecca tak mengabarinya. "Maaf, tak ada yang mengabariku soal itu."
"Tak apa. Aku dan Rebecca pisah baik-baik. Tapi, Helena sepertinya tak bisa menerima kejadian ini dengan lapang dada." Gourse menumpu wajahnya dengan tangan kiri. "Helena pasti akan sangat senang saat tahu kamu sudah pulang. Dia sempat mencarimu. Kata ayahmu kamu melanjutkan kuliah di luar negeri."
Ursula menghela nafas. Ia menyeka bibirnya kemudian bangun. "Aku akan mencari Helena ke kampusnya." Lalu Ursula berpamitan pada Gourse.
***
Setelah mencari keliling kampus, Ursula belum juga tahu di mana Helena. Tidak ada kegiatan kampus seperti yang dikatakan Gourse. Helena jelas berbohong pada ayahnya. Jadi, malam itu Ursula memutuskan untuk menyerah. Ia akan mencari Helena besok saja. Helena tak akan ke mana-mana. Ia akan ada di kampus yang sama dan rumah yang sama. Cepat atau lambat mereka akan bertemu. Sebelum kembali ke rumahnya, Ursula mampir ke sebuah bar untuk minum.
Dua tahun ia tidak menginjakkan kaki di Purasabha, kota ini jadi nampak agak berbeda. Ada beberapa bangunan baru, beberapa jalan kelihatan dipermak sehingga lebih layak dan nyaman untuk dilewati. Ruko dan bangunan bisnis tentu juga semakin banyak. Salah satunya sebuah bar bernama Cheeks.
"Selamat malam, Nona..." sapa seorang lelaki dengan penampilan kemayu pada Ursula.
Ursula mengangguk sopan sambil menggulung gimbal yang baru ia buat seminggu sebelum kepulangannya ke Purasabha. "Aku ingin minum bir saja, terimakasih." Ursula tahu lelaki ini bermaksud menawarinya hal lain.
"Nona yakin?" tanya lelaki itu sambil sesekali meneliti pakaian yang Ursula kenakan. "Kami punya banyak perempuan cantik yang bisa menghibur malammu, Nona."
"Ya aku tahu," jawab Ursula. "Dari logo bar saja aku sudah tahu." Tapi aku tetap masuk ke dalam sini. Pikir Ursula. Dan di sinilah ia paham bahwa dua tahun di luar negeri sudah merubah dan membuka jalan pikirannya. Ursula sudah menerima dirinya. Ia tahu ia menyukai wanita. Ursula bahkan sudah menceritakan ketertarikan seksualnya pada sang ayah. Dan di luar dugaan, ayahnya menanggapi dengan biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Microscopic Lust GXG (END)
Romance18+ "Cinta segitiga itu tidak ada, Santi. Yang ada hanya rasa angkuh untuk membagi!" -Octava Gourse- Octava adalah seorang gadis berusia 22 tahun. Pernikahan kedua sang ibu dengan seorang miliader bernama Gourse membuat gadis itu harus tinggal serum...