BAB 7 WIRA MAHESWARA

123 41 253
                                    


--Melanjutkan kembali kisah lama, walaupun rasa itu telah sirna. Hanya demi mereka yang menganggap dia masih ada--

"Hai Yid..," sapaan ringan itu terdengar
dari arah belakang. Suaranya pelan tapi cukup mengejutkan aku yang setengah melamun hingga kehilangan sepertiga kesadaran.

"Hai La..!" balasku menoleh ke arahnya, kugeser dudukku sedikit ke tepi memberi ruang tempat untuk Vila berteduh bersamaku di bawah pohon Ketapang Kencana.

"Kamu kok sudah pulang?" tanyaku setelah Vila duduk tepat di sampingku.

"Iya, minggu ini kegiatan Karya Ilmiah Remaja (KIR) diliburkan karena guru pembimbingnya sedang ke Jakarta ikut Seminar Riset Ilmiah Botanical." Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan Vila.

Kembali kuarahkan pandangan melihat keluar pagar berjeruji besi. Masih ramai lalu lalang kendaraan dan beberapa siswa yang antri membeli jajanan di pinggir jalan.

"Gimana, ada surat dari Basuma nggak?" Vila menepuk bahuku, dengan malas aku menoleh padanya.

Tidak kusangka Vila masih mengingat hal yang sama sekali tidak ingin kubahas lagi. Sesuatu yang sangat memalukan, memperlihatkan sisi GR-ku yang sudah berlebihan.

"Apaan sih?" Pura-pura aku berlagak tidak paham dengan maksud pertanyaan dari Vila.

Kuharap dia tidak melanjutkan membahas tentang Basuma. Tapi aku salah besar, dia masih mengejarku dengan pertanyaan yang sama.

"Itu... di bukumu ada pesan rahasia dari Basuma nggak?"

"Nggak tau... aku nggak ngecek !" jawabku berbohong demi menutupi rasa malu.

"Iiiiiihh Yidhi, gimana sih? Kan nggak ada salahnya kamu cek. Kalau nggak ada ya sudah. Kalau ada ya Alhamdulillah. Ntar malem di cek ya, please... aku pengen tahu ada pesan rahasia nggak dari Basuma. Misal beneran a-- "

"Kok malah kamu yang penasaran?" Kupotong ucapan Vila yang mengalir deras seperti Sungai Kuning dari Gunung Merapi ke arah selatan.

"Emangnya kamu nggak penasaran?"

"E N G G A K !!" Kujawab dengan penuh penekanan untuk menutupi sebuah kebohongan.

Raut wajah Vila berubah kusut, ada rasa kecewa di sana. Aku sedikit iba melihat kondisi Vila yang perlahan luruh tanpa daya, setidaknya itulah yang aku baca dari pancaran wajahnya, kala itu.

"Yang ada cuma surat ini." Demi mengalihkan topik pembicaraan yang tidak kusukai, sebuah amplop kusodorkan padanya, kupikir ini akan membuatnya lupa untuk membahas Basuma.

"Basuma memberimu surat?" Vila tampak bersemangat.

"Bukan, baca dulu aja isinya."

"Pengirim Daniel Parulian Sianturi, Jl Multatuli, Medan Maimun, Sumatera Utara....." Vila menatapku shock, dengan mulut terbuka selebar tiga jari, "Ini Bang Daniel pacarmu yang anak kuliahan itu kan?"

Aku mengangguk mantap. Masih dengan wajah setengah tidak percaya, Vila membuka surat di tangannya dan mulai membaca tiap kalimat hingga titik akhir yang disertai tanda tangan singkat bertuliskan Daniel.

"Gimana menurutmu?" tanyaku setelah Vila mengembalikan surat dari Daniel dan kumasukkan kembali kedalam tas bagian depan.

"Entahlah aku bingung, sumpah." Vila menatapku dengan wajah memelas, "Kupikir kalian sudah putus karena dulu kamu pernah cerita kalau Bang Daniel pulang ke Medan terus nggak ada komunikasi lagi."

"Ya begitulah.... aku juga bingung, 6 bulan aku nungguin kabarnya. Setelah aku lupa, tiba-tiba dia datang lagi, lewat surat."

"Terus Basuma gimana?" Vila mengernyitkan dahinya, dia sepertinya khawatir.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang