BAB 39 EDELWEISS 02

43 7 67
                                    

--Masa berganti, perjalanan hidup yang dilalui menyisakan perih dan luka hati yang belum terobati--










6 tahun kemudian..

"Maaf ya... lama," ucap Wuri tak enak hati, berjalan keluar dari kamar.

Dia menghampiriku duduk di sofa berdampingan sambil merapikan kancing baju yang terbuka. Beberapa menit yang lalu bayinya menangis dan harus diberikan ASI hingga tertidur.

 Beberapa menit yang lalu bayinya menangis dan harus diberikan ASI hingga tertidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WURI



"Udah tidur ya dedeknya ?" tanyaku pelan mengunyah camilan yang tersedia di atas meja.

"Udah, agak rewel dia karena kemarin lusa habis imunisasi," terang Wuri menjatuhkan diri pada sandaran sofa, menghela nafas panjang seperti kelelahan.

"Tapi nggak demam kan ?"

"Demam juga pas hari pertama, tapi sekarang udah mendingan."

"Itu sih biasa, imunisasi DPT ya ?"

Wuri mengangguk, duduk tegak meraih segelas air putih menenggaknya hingga tandas tak bersisa.

"Habis melahirkan tubuhku kaya gelonggongan sapi Yid," celetuk Wuri terkekeh pelan memperlihatkan ukuran tubuhnya yang subur mengembang.

"Ah nggak pa pa yang penting kan sehat, lagian anakmu juga baru masa pemberian ASI eksklusif jadi jangan dulu menjalankan diet." Aku memberi nasehat layaknya seorang Bidan saat penyuluhan Posyandu.

"O iya dilanjut tadi, gimana ceritanya... Jadi kamu nggak nerusin kuliah Yid ?" tanya Wuri iba, berpangku tangan menatapku.

"Enggak Ri, apa lagi waktu itu nyidamku berlebihan sampai nggak bisa beraktivitas. Ya udah kukorbankan kuliah demi anak, dan sampai sekarang jadi sibuk ngurus bocil." Aku tersenyum bahagia mengenang masa-masa itu.

"Anak kamu umur empat tahun ya, siapa tadi namanya ?"

"Edelweiss Ariandra Sianturi, dapet nama marga dari ayahnya."

"Kok Ariandra sih, kamu terinspirasi sama Andra temen SMA kita ya ?" goda Wuri mencolek lenganku. Aku hanya terkekeh pelan teringat sosok Andra Kirik yang setia duduk di belakangku dulu.

"Eh kamu inget nggak sama besti-nya Andra yang namanya Basuma ?" Pertanyaan Wuri membuatku tersentak, untung saja aku mahir menata hati agar terlihat wajar.

"Iya ingat, kenapa ?" tanyaku penasaran.

"Sebulan yang lalu anak-anak Ex Tunjung Wijaya datang semua terutama yang kelas IPS 1, rumahnya kan di Sekardwijan beda RT denganku. Dia itu teman SD-ku dan ternyata juga teman SMP suamiku lho.... " Aku mendengarkan cerita Wuri sambil sesekali membuka gawai menampakkan seolah-olah penjelasannya tidak menarik bagiku.

Sengaja kulakukan agar Wuri tidak menaruh curiga karena dulu dia sempat menyangsikan hubunganku dengan Basuma. Setiap ucapan Wuri terekam indah dalam otakku. Semua hal tentang Basuma yang dia sampaikan ku ikat erat di ingatan. Walaupun bahasa tubuhku mengatakan hal yang sebaliknya, seolah tak peduli dan tak mau tahu.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang