BAB 6 DUA HATI

135 47 274
                                    

--Maaf jika hatiku sudah terbelah... kamu yang membuat segalanya berubah--

"..... maafin aku Yid. Aku hanya ingin kamu tahu satu hal, aku sangat menyayangimu. I luv U 4 ever." Kubaca kalimat terakhir yang tertulis di sana dalam hati.

Tak ingin terhanyut kabar dari tiap kalimat yang tersusun layaknya sebuah prosa, kulipat origami sederhana selembar kertas yang selesai kubaca tanpa memahaminya sedetik lebih lama. Langsung aku selipkan kembali dalam bungkus amplop putih yang sudah terkoyak di bagian tepi sampingnya.

Daniel Parulian Sianturi, sebuah nama tercetak jelas sebagai pengirim. Jauh-jauh didatangkan lewat Kantor POS dari Sumatera. Dia lelaki berdarah Batak-Jawa bermarga Sianturi, sengaja mengirimkannya setelah 6 bulan pergi tanpa kabar berita, pulang ke negeri asalnya Provinsi Sumatera Utara, setelah menyelesaikan study S1 Ekonomi di Jogja.

 Dia lelaki berdarah Batak-Jawa bermarga Sianturi, sengaja mengirimkannya setelah 6 bulan pergi tanpa kabar berita, pulang ke negeri asalnya Provinsi Sumatera Utara, setelah menyelesaikan study S1 Ekonomi di Jogja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DANIEL PARULIAN SIANTURI

Lalu bagaimana kabar hatiku? Halo hai...

Penantian yang sudah sepantasnya aku akhiri. Memutuskan membuka hati sebulan ini, seakan pupus dalam keraguan yang tak mampu dihindarkan.

Maaf jika hatiku sudah terbelah, bukan tanpa niat mendua tapi dia yang membuat segalanya berbeda. Penantian 6 purnama bagiku adalah waktu yang cukup untuk menyatakan kami Putus dari segala ikatan, tapi nyatanya dia kembali menyodorkan hati tanpa aku bisa menolaknya sekali lagi.

"Maaf kemarin sore Ibu lupa memberikannya padamu, karena sibuk membantu Budhe Lastri untuk acara hajatan." Ibuku dengan wajah teduhnya memberi penjelasan sambil mengunyah makanan.

"Dari siapa sih?" Adikku yang duduk di sebelah kiri dengan sigap tanpa permisi meraih amplop yang kuletakkan di samping piring.

"Dasar bocil pengen tahu urusan orang dewasa !" Dari sebelah kanan kakakku bersuara lantang.

"Ooo dari Bang Daniel ?" Dikembalikannya amplop persegi itu di samping piringku yang masih penuh terisi nasi goreng lengkap dengan telur ceplok mata sapi. Sebuah menu andalan untuk sarapan buatan Nyonya Suripto--ibuku, rasanya pedas gurih mantap sekali.

"Apa kabarnya Nak Daniel? Dia sehat-sehat saja?" Pertanyaan ibuku terdengar sangat khawatir, dia seolah-olah menanyakan kabar calon menantunya.

Kujawab hanya dengan anggukan ringan, tanpa senyum dan berwajah datar. Aku ingin segera menghabiskan nasi goreng di piring agar tidak mendengar pertanyaan lagi tentang Daniel.

"Habis dapet surat cinta kok cemberut gitu? Senyum dikit dong mbak." Adikku berniat menghibur, merubah suasana hatiku tapi nyatanya wajahku masih sama, tetap datar.

"Yidhi tu nggak kaya kamu, yang suka cengar-cengir lebay untuk urusan cowok. Dapet surat cinta mah biasa." Kakakku berpendapat tanpa diminta.

"Enggak mas.... dapet surat cinta tuh rasanya penuh warna, hati berbunga-bunga, bahagia."

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang