BAB 22 IMMANUEL DE'BRASCO

39 8 44
                                    

--Remas sayapku jangan pernah lepaskan
Bila kuingin terbang meninggalkanmu
Tak usah kita pikirkan ujung perjalanan ini--






Kami ada di sekolah yang sama, berdiri di Lapangan yang berbeda.
Basket VS Volly.
Tidak selayaknya sebuah pertandingan, karena dari keduanya terbentang jarak belasan meter.

Bersebelahan tapi tidak berdampingan. Seperti aku dan Basuma saat ini. Bertemu tapi tidak saling sapa. Lebih tepatnya tidak ingin menyapa.

 Lebih tepatnya tidak ingin menyapa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ALEX

Semakin hari jarak yang muncul bagaikan tembok besar tak kasat mata.

Marahkah Basuma karena hari itu aku menolak tawarannya untuk pulang bersama?
Se- Childish itukah pola pikirnya?

Sangat disayangkan jika dia marah padaku hanya karena hal kecil yang seharusnya bisa dibicarakan baik-baik.
Bukan diam dan menghindar sebagai jalan keluar.

Mungkin memang lebih baik kami menjaga jarak seperti ini. Karena ada banyak hal butuh pembenahan dan introspeksi diri.

Atas penolakan tempo hari...
Apakah aku yang tak punya perasaan?
Ataukah Basuma yang terlalu terbawa perasaan?

"Yid !!" Aku dibuat terkejut oleh teriakan dan topi pet yang melayang bebas mengenai bahuku.

"Aaargh.." Aku meringis menahan sedikit nyeri, mengusap bahu perlahan menatap marah pada lelaki pentolan Club Pramuka.

"Sakit ya? Habis... dari tadi ngelamun aja!" ucap Alex berjalan menghampiriku, diambilnya Topi pet hitam yang tergeletak diatas tanah, dikibasnya sebentar lalu disematkan di atas kepala.

"Maaf," ucapku lirih dengan rasa bersalah, "Ayo dilanjut, aku janji nggak akan ngelamun lagi."

"Enggak !" Alex menolak tegas.

"Maaf," ucapku lagi masih dengan perasaan bersalah berjalan ke tepi lapangan Voli mengikuti Alex dari belakang.

Kami duduk meluruskan kaki, mengusap peluh yang membasahi wajah.
Kuambil air mineral kemasan dalam kardus, menenggaknya setengah.

Di depan tampak anak-anak SRC tetap semangat melanjutkan latihan, membuat simulasi penyelamatan pasien menggunakan drakbar.

Detik kemudian, arah pandangku menyapu ke seluruh lapangan Basket di seberang sana. Kulihat Basuma masih berlatih, bertanding bersama timnya saling mencoba sampai di level mana kemampuan masing-masing.

Di tepi lapangan, Marlians tengah beristirahat ditemani Ulin. Dimana pun mereka singgah, tak pernah sekali pun terpisah dan berpaling. Membuat para jomblo di sekolah angkat tangan menyerah kalah.

 Membuat para jomblo di sekolah angkat tangan menyerah kalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang