BAB 25 LAODE MARLIANS TALAPESY

30 7 23
                                    

--Tidak ada kata terlambat untuk sebuah maaf, karena penyesalan berawal dari khilaf--

Berita tentang hubungan saudara kandung antara aku dan Ulin sudah menyebar bagaikan aliran air ke segala arah penjuru Tunjung Wijaya.

Kenyataan yang baru muncul di permukaan seakan menenggelamkan topik tawuran yang berlangsung 3 hari silam.

Kasak-kusuk semua tim ghibah membahas hubungan rahasiaku. Sorot mata selalu menancap penuh cibiran negatif. Suasana baru yang kualami hari ini benar-benar membawa perubahan padaku.

Mendadak menjadi artis sekolah, ketenaran yang kudapat dari sebuah aib. Bukan kebanggaan tapi memalukan hingga aku ingin menghilang tak mau bertemu dengan semua orang.

Air mata yang kutahan atas permintaan Wira yang selalu memberiku kekuatan.

Setelah sejak semalam aku tak bertemu Ulin sama sekali, mengapa perasaanku sedikit khawatir.
Apa yang sekarang dia rasakan?

Aku tak pernah berniat menyakitinya, seburuk apapun kelakuannya di sekolah dia tetap adikku yang ingin kulindungi dari tuduhan negatif para haters.

"Ulin mana bu?" tanya Wira tadi pagi di meja makan.

Dia yang biasanya selalu bertengkar kini mendadak menanyakan Ulin, karena pemandangan yang janggal tanpa kehadiran Ulin di meja makan membuat sarapan kami terasa hambar.

"Tadi pamit berangkat pagi-pagi sekali katanya ada tugas kelompok yang harus diselesaikan," terang ibu, yang kutahu itu hanya sebuah kebohongan.

Ulin sengaja menghindar, tak ingin bertemu denganku setelah perdebatan semalam.
Kemana dia pergi sepagi ini?
Pagar sekolah bahkan belum dibuka.


*****


Hari yang sangat panjang, waktu berjalan melambat. Tak ada sedikit pun gairah.

Melihat senyum Basuma... tapi itu hal yang mustahil terjadi.
Ke kantin bersama Vila, Rianti dan Wuri... tapi aku tak tahan dengan tatapan mata menghina dari sebagian besar siswi Tunjung Wijaya.
Bertemu Alex dengan sedikit cerita.... tapi tuduhan selingkuh masih mengiang kuat di telinga.

Alhasil aku hanya diam menyendiri di kelas sampai jam pelajaran terakhir tanpa berani berkeliaran di area sekolah kecuali ke toilet.

Nafas lega hari ini telah berakhir menyisakan dua jam waktu untuk latihan di lapangan, karena seleksi Jambore Nasional tinggal 2 hari lagi.

Kelas sudah lengang, semua bergegas pulang sebelum turun hujan karena mendung sudah menampakkan diri berselimut awan hitam rata di atas langit.

Aku masih sibuk membereskan alat tulis di meja. Hingga atensiku terpecah melihat seseorang memasuki kelas, setelah sebelumnya dia mengetuk pintu pelan.

"Kak Yidhi." Dia menyapa berjalan menghampiri.

"Ooo.. Marlians, ada apa?" tanyaku terkejut tapi berusaha untuk menguasai diri.

Tak biasanya dia menemuiku langsung di kelas. Wajah imutnya tampak serius. Adakah hal penting yang ingin dia sampaikan?

"Kak Yidhi buru-buru?" tanya Marlians memelas.

"Tidak, aku cuma mau latihan di lapangan," jawabku sambil berpikir sedikit menerka maksud dan tujuan Marlians menemuiku.

"Boleh aku bicara sebentar dengan kak Yidhi?" Marlians mengambil tempat duduk di kursi yang biasa ditempati Yudha.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang