BAB 30 MARTHA INA WATOWAY

22 7 40
                                    

--Bertahan untuk sebuah luka, melepas segalanya penuh doa semoga ada hal indah yang masih tersisa di ujung waktu--






Sengaja aku berjalan mengendap tanpa suara berniat memberi kejutan. Dan memang Alex tidak menyadari kehadiranku.

"Hai Lex !" sapaku menepuk bahu lelaki Maumere yang duduk melantai bersandar pada pilar.

"Eh... Yidhi ?" Alex menoleh ke samping menatapku terkejut.

Aku menempatkan diri duduk disampingnya memberi sedikit jarak di sebelah kiri.

"Habis latihan ya ?" tanyaku mengulas senyum.

"Iya," jawab Alex datar dipaksakan tersenyum tak seperti biasanya.

"Apa itu ?" tanyaku penasaran melihat sebuah kartu persegi warna biru yang berusaha dia sembunyikan di pangkuan.

"Ah, bukan apa-apa hanya.... sebuah... Undangan."

"Boleh aku membacanya ?"

Alex membuang nafas kasar menyodorkan kartu Undangan warna biru padaku.

"Antonius Herland Mambait," ucapku lirih membaca nama yang tertera di dalam kartu. "Nama marganya sama denganmu."

"Oooh... Itu karena dia saudara sepupuku, anak pamanku garis keturunan dari ayah."

"Dia mau menikah ya... Sama Martha Ina Wa.. Wato--"

"Tumben kamu ikut latihan Bang Wira ?" tanya Alex memotong ucapanku mengalihkan pembicaraan.

"Eh.. I.. Iya, lagi pengen keluar bosan di rumah terus. Lagian besok kan libur dan hari Seninnya juga nggak ada ulangan jadi santai." Kuberikan alasan dengan menyelipkan sedikit kebohongan.

Nyatanya aku ikut latihan Wira nge-band dengan tujuan ingin bertemu Alex. Kulihat dia melamun menatap kosong ke arah Lapangan Basket yang membentang di depan. Masih duduk disana-di tepi lapangan beberapa lelaki beristirahat selesai latihan basket seperti Alex.

"Kamu sudah sehat ?" tanyaku pelan, kulihat Alex masih diam seperti tak berniat menjawab pertanyaanku. "Katanya kamu sudah dua hari tidak masuk sekolah karena sakit."

"Kamu tahu darimana? Kamu ke kelas mencariku ?" Akhirnya Alex membuka suara, masih menatap kosong ke arah lapangan basket.

"Enggak, aku tahu dari Basuma. Tadi siang aku ketemu dia di lapangan waktu aku ada extra kurikuler dan dia mau latihan basket sama anak-anak UNO." Kulihat sepertinya Alex tidak mempedulikan penjelasanku.

"Kamu sakit apa Lex ?" tanyaku lagi berusaha membuyarkan lamunannya.

"Tidak, aku baik-baik saja."

"Lalu kenapa kamu ijin tidak masuk sekolah dengan keterangan sakit ?" tanyaku cepat mengintimidasi membuat Alex terpojok.

"Maaf, aku pergi dulu Yid." Tanpa menjawab pertanyaanku, Alex langsung berdiri dengan cepat. Meraih tas ransel disampingnya melangkah menyusuri deretan kelas di sepanjang lapangan.

"Lex, ini undangannya ketinggalan. Lex... Alex !!" Sekuat apa pun aku berteriak, Alex tetap pergi melangkahkan kaki meninggalkan aku tanpa menoleh sedikit pun hingga bayangannya menghilang di balik tikungan.

Aku beranjak pelan bergegas kembali ke studio di sudut kampus. Di sana kudapati bang Alfons duduk sendirian bersandar di kursi yang merapat pada dinding studio bagian luar sebelah kiri pintu masuk.

 Di sana kudapati  bang Alfons duduk sendirian bersandar di kursi yang merapat pada dinding studio bagian luar sebelah kiri pintu masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang