Bab 11 BASUMA DAN BINTANG

60 27 101
                                    

--Betapa hancurnya....
hati dan jiwaku.
Tolong bantu aku melewati semua--

Mungkin Basuma tidak merasakan sesuatu. Karena dia tidak memiliki perasaan apa pun padaku.

Baginya apa yang terjadi malam itu hanya sebuah aksi heroik semata, tak lebih. Namun bagiku, itu adalah memory terindah yang hanya bisa kualami sekali seumur hidupku nanti. Mungkin.

Berulang kali melintas di ingatan, secepat itu pula rasa canggung muncul disertai setitik perasaan, jelas terbaca di sana bahwa aku mulai mencintai Basuma.

Ingin sekali kusembunyikan rasa ini, canggung di hati dan malu yang tanpa henti menyusup dengan cepat hingga menampilkan semburat rona merah di wajah dan tak kuasa aku menundukkan pandangan ke bawah.

Kulihat kedua tapak sepatu berhenti tepat di depanku berjarak 2 ubin. Aku tahu itu Basuma, dia tampak wajar dengan wajah dingin seperti biasanya.

"Aku pinjem Buku PPKn ya.." ucapnya saat aku memberanikan diri menatapnya sekilas.

"Tapi buku PPKn-ku tadi baru dipinjam Andra."

"Nah itu dia, aku yang nyuruh Andra buat pinjem itu buku. Dan aku disuruh ngomong sendiri ke kamu." Saat Basuma menjelaskan, mataku tak lepas dari wajahnya yang tampak begitu manis siang ini.

"Oooo..." Hanya suara itu yang keluar lirih dari ujung bibirku.

"Kamu pelajaran PPKn masih minggu depan kan?"

Sebuah anggukan ringan kuberikan sebagai jawaban, karena rasa takjub belum memudar dariku yang berusaha tetap berada di alam sadar.

"OK deh, kalau gitu aku pinjem dulu ya."

Sekali lagi aku mengangguk. Bibirku  terkunci rasa malu yang menguasai ingatan. Tapi bagaimana bisa Basuma tampak setenang itu?

Apakah tak ada setitik saja perasaan lain di hatinya setelah malam itu dia memelukku?

Memeluk tubuhku dengan terpaksa demi menyelamatkan sisa hidupku yang masih berharga.

Ini meyakinkan diriku pada satu hal, aku mencintainya tapi dia tidak mencintaiku. Dan ku harap satu hari nanti, kami berada dalam satu rasa yang sama. Semoga.

*****


Basuma berlalu menghilang di balik tikungan ruang Komputer, aku pun berbalik arah menuju lapangan yang membentang setengah lebih menguasai halaman SMA Tunjung Wijaya. Di sana berkumpul belasan murid anggota SRC (Student Red Cross) dan Club Pramuka, kulihat Yanti bersama gadis sholehah ada diantaranya.

Latihan belum dimulai tapi mereka sudah siaga bersama tim masing-masing, yang telah terbentuk seminggu sebelumnya. Aku seperti hilang arah, tanpa kepastian untuk bersatu menuju Tim manakah, hingga kudengar panggilan penolong menuntunku agar terus melangkah.

"Yidhiiii.... sini !!"

Yakin dengan pasti tapak kaki membawaku padanya, Yanti dan Annisa melambaikan tangan ringan memanggilku.

"Eh... semua udah jadi Tim dengan formasi lengkap ya?" Secepat itu kulontarkan pertanyaan.

"Iya, seminggu ini kami udah ditunjuk oleh pembimbing masuk ke Tim yang ditentukan." Yanti menarik tanganku agar mendekat diantara anak-anak Tim inti medis.

"Aku sudah nggak dipakai dong, semua Tim sudah lengkap kan?" Hatiku menahan sedikit kecewa.

"Masih ada Tim yang kosong Yid." Annisa memberiku harapan, "Kamu bisa masuk jadi partnernya Alex anak 3 IPS 1, sebagai Tim bongkar pasang tenda."

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang