BAB 17 SMA TUNJUNG WIJAYA

49 11 63
                                    

--Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati, sampai jumpa di kehidupan yang lain--

   

Rutinitas kembali menyapa, setelah satu hari aku mengambil ijin tidak masuk sekolah. Butuh seharian bagiku untuk memulihkan stamina dengan bedrest yang sempurna.

Mengawali pagi di hari Selasa memasuki gerbang SMA Tunjung Wijaya dengan pintu besi berwarna kuning kunyit. Semua masih tampak sama, sepi. Kulihat bapak penjaga sekolah melintas di lobby utama dengan segepok kunci di tangannya.

 Kulihat bapak penjaga sekolah melintas di lobby utama dengan segepok kunci di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SMA TUNJUNG WIJAYA

Mengambil langkah malas, kupaksakan kakiku menyusuri balkon di lantai dua. Membuka pintu kelas 3 IPA 2 yang sudah tidak terkunci lagi. Menatap sekilas ke sekeliling, dan aku masih tetap menjadi yang pertama hadir di kelas ini.

Fisikku yang masih lemah mengajakku untuk sedikit bermalas di atas meja. Meletakkan kepala dengan kedua lengan saling menopang sebagai tumpuan. Tanpa sadar mungkin aku terlelap, sesaat.

Hingga sebuah tangan menggoyang bahuku perlahan, "Yid... bangun, kamu ikut olahraga nggak?" Yogi si ketua kelas berusaha membangunkan aku.

Seketika mataku mengerjap berulang kali, antara setengah sadar aku berusaha  beradaptasi. Baru kuingat jam pertama ada mata pelajaran olahraga.

"Masih capek Yid?" tanya Andra yang sudah mengenakan seragam olahraga lengkap, kaos lengan panjang dan celana training yang semuanya berwarna putih dengan kombinasi biru bertuliskan Tunjung Wijaya di bagian dada.

"Iya Ndra..." jawabku malas sambil menutup mulut karena menguap.

"Ayo Yid... semangat dong!" teriak Vila yang muncul di sebelah mejaku.

Aku tersenyum padanya, berdiri dan meregangkan otot sebentar.

"Loh, Wuri dah duluan ke ruang ganti?" tanyaku heran ketika sadar bahwa kursi di sampingku kosong.

"Dari kemarin dia nggak masuk, katanya sakit magh-nya kambuh gitu." Vila menerangkan sambil menarik lenganku keluar kelas menuju ke ruang ganti.

"Eh, tunggu aku dong !!" Rianti berlarian kecil mengejar kami dari belakang dengan menenteng tas makeup berukuran sedang.

Kami para siswi berduyun-duyun menuju ruang ganti di samping Aula Gedung Serba Guna, menyimpan seragam putih abu-abu di gantungan dan bergegas menuju lapangan di bagian depan sekolah.

Vila merangkul bahuku sambil terus bercerita, maaf... mungkin aku tidak fokus dan apa yang keluar dari bibirnya sama sekali tidak tertangkap di pendengaran.

Hingga kami berdua melewati basecamp SHC, ruangan itu masih sepi dengan pintu terbuka lebar karena jarang dikunci. Lurus dari sana kami keluar melalui pintu berukuran besar tembus menuju lapangan.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang