BAB 2-a RUTINITAS PAGI

102 33 232
                                    

--Memulai hari dengan mimpi, berharap terbangun nanti membuka mata melihat indahnya Cinta--




Kembali melewati pintu pagar besi menjulang tinggi berwarna kuning kunyit, menuju arah masuk area Tunjung Wijaya. Mengenakan kemeja putih lengan pendek lengkap dengan bet di saku depan dan identitas sekolah di lengan kanan. Dipadukan rok abu-abu selutut pendek lagi sekitar 5 cm dan sepatu kanvas warna hitam.

Ku gerai helai rambut panjangku ke belakang. Sebuah tas ransel tanggung merah menyala terselempang di bahu kanan, aku melangkah ringan menuju kelas di lantai atas.

"Pagi pak." Ku sapa seorang penjaga sekolah yang baru saja membuka gembok pintu kelas 3 IPA 1.

"Pagiii," balasnya mengangguk dan tersenyum ramah menenteng satu gepok kunci beraneka macam ukuran.

Sepi, aku selalu menjadi yang pertama. Meletakkan tas di sandaran kursi deret nomor dua dari belakang. Pukul 06.15 ku lirik jarum mungil yang berputar di pergelangan tangan kiri. Perlahan berjalan ke belakang sudut kelas, ada beberapa batang sapu jerami dan kemoceng menggantung di sana. Ku tatap sekilas, tak berniat mengambilnya karena memang bukan jatahku piket membersihkan kelas.

Berdiri Aku mematung menatap ke bawah melalui jendela kaca berjeruji. Tampak halaman luas SMA Tunjung Wijaya membentang dengan satu lapangan basket dan dua lapangan voli yang berjejer di sebelah timur.

Di bagian barat taman berumput dengan bunga-bunga bermekaran aneka warna di tepiannya, menghiasi setengah halaman sekolah. Bangku-bangku besi berderet horisontal di bawah rimbunnya beberapa batang pohon Ketapang Kencana.

Jalur jalan setapak selebar lima meter mengarah lurus dari pintu gerbang menuju pintu masuk lobby utama, dengan sebuah tikungan di ujungnya menuju area parkiran melewati ruang karawitan dan perpustakaan.

Sedikit sketsa tata letak SMA Tunjung Wijaya. Dan aku masih berdiri disini menanti, di lantai atas kelas 3 IPA 2.

Seiring detik berputar, satu per satu aku mulai mendapatkan teman. Bangku-bangku yang semula kosong tak bertuan kini mulai dipenuhi para murid dengan berbagai ragam aksi.

Vila si juara kelas masih rajin membaca buku catatan, Yudha berkelakar ringan bersama kelompoknya beberapa siswa di sudut kelas. Rianti seperti biasa menyisir rambutnya yang lima hari lalu selesai di rebonding sambil menyanyikan lagu Dewa 19.

"Kirana jamah aku jamahlah rinduku.." Kudengar sayup-sayup dari kejauhan Rianti bernyanyi.

"Berisik !!" teriak Andra memasuki kelas menenteng ransel hitam.

"Biarin, mulut-mulut aku sendiri. Terserah aku dong, mau nyanyi apa enggak," dengus Rianti kesal meneruskan bait lagu 'Kirana' yang sempat terjeda.

"Dasar bawel !" tukas Andra berlalu menuju meja paling belakang. Tak lupa ditariknya rambut Rianti sengaja mengganggu.

"Andraaaa.. sakit tau !!" Suara melengking itu menarik perhatian seisi kelas.

Sebuah sisir biru melayang dengan cepat menuju meja belakang tapi salah sasaran. Andra terkekeh merasa menang.

"Woooi.... kena kepalaku Ri !!" Sukendro yang duduk di samping Yudha sedikit sewot. Dilemparnya kembali sisir biru ke arah Rianti.

"Sorry Ndro !" Rianti menerima kembali sisirnya dan tidak berniat melemparkannya lagi ke arah Andra.

Ku alihkan pandangan dari hiruk pikuknya kelas yang mulai rusuh. Kembali fokus menatap ke bawah, sensor retina kupusatkan menuju pintu gerbang yang masih terbuka lebar. Belasan sepeda motor berebut masuk lebih dulu mengejar waktu sebelum bel berbunyi.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang