BAB 23 STUDENT RED CROSS

45 10 47
                                    

--Yakinkah ini semua, yang harus kita rasa
Terjaga oleh kelam dan terimbas dengan suram
Haruskah kau kan pergi--


"Korbannya banyak Den?" tanyaku dengan nafas memburu berlarian menenteng kotak P3K mengekor Denny di sepanjang koridor.

"Lumayan Yid, semoga saja masih bisa teratasi karena kita kekurangan personil," terang Denny sambil berlari kecil di depanku, dia terlihat sangat tegang dihadapkan situasi darurat seperti sekarang.

Kami para anggota SRC (Student Red Cross) dikerahkan serentak menangani para korban luka ringan yang sudah berkumpul di Aula Gedung Serba Guna.

Terdapat puluhan siswa dari berbagai kelas secara acak menjadi bagian dari kerusuhan yang terjadi siang ini. Mereka tergeletak dan duduk lemah tanpa daya memenuhi setengah aula.

Mayoritas mengalami luka ringan di setengah badan, perut hingga kepala. Seragam putih yang dinodai bercak merah darah serta lebam biru di sekujur tubuh menjadi pemandangan biasa.


Suara sirene mobil patroli menguar nyaring di telinga, bersamaan langkah pertamaku memasuki ruang aula dari pintu sebelah barat.

Aku pastikan situasi di luar sudah dapat dikondisikan dengan baik. Kehadiran aparat keamanan sedikit banyak membantu memutus rantai perseteruan kedua kubu.



Mungkin aku bisa sedikit bernafas lega karena beberapa personil Polisi kulihat memasuki Aula untuk mengecek kondisi terkini.


Tapi jantungku kembali berdenyut kalut menangkap sosok wajah dengan lebam merah membiru duduk pasrah menyandar pada dinding aula tanpa mendapatkan bantuan medis.

Kudekati cepat setengah berlari, dia menunduk lelah dengan rambut acak basahnya. Dua tangan bertumpu di atas lutut yang tegak terlipat 90° di depan wajah.

Sedikit keraguan menyerang saat langkah-langkah pendek membawaku padanya. Mengingat seminggu ini dia menghindar dariku, lalu keberanian apa yang membuatku mendatanginya?

"Bas.." Suara lirihku memaksanya menegakkan wajah.

Seketika aku mensejajarkan diri bersimpuh di depannya. Dengan sigap membuka kotak P3K mengeluarkan sejumput kapas dan cairan alkohol 70% untuk membersihkan luka agar tidak mengalami infeksi.

Kulihat lebam biru kemerahan di sudut bibir kirinya. Begitu juga dengan kedua lengan ditambah sedikit sayatan di pergelangan tangan kanan mengeluarkan darah.



Aku menatapnya sekilas, "Boleh aku mengobatimu?"

Tanganku gemetar menggenggam botol cairan alkohol berwarna biru, antara ngeri melihat darah juga rasa takut yang tiba-tiba hinggap dari sorot kedua manik mata tajamnya yang seolah menembus relung jiwaku.

"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tukasnya ketus, Basuma berusaha berdiri dengan susah payah.

"Tapi lukamu harus segera di--"

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan diriku." Dengan tegas dia menolak bantuanku, beranjak pelan menuju pintu keluar di sebelah timur, meninggalkan aku yang bergeming bersimpuh di lantai aula.

"Bas !!" Aku berteriak bermaksud menghentikan langkahnya, tapi sia-sia karena dia terus saja melangkah pergi.

Aku tidak ingin membiarkan lukanya tanpa mendapat pengobatan, walaupun hanya luka kecil, sayatan itu bisa mengalami infeksi jika tidak segera ditangani.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang