BAB 15 EDELWEIS

53 16 41
                                    


--Kupetik bintang untuk kau simpan, sebagai pengingat teman dan juga sebagai jawaban--

"Gimana Bas, kamu berani nggak?" tanya bang Sais sekedar memastikan.

Ku tatap wajah Basuma penuh harap semoga dia bersedia turun berdua saja denganku. Bismillah... kumohon jawablah IYA !

"OK bang, siap !" Basuma melontarkan jawaban dengan lantang.

Sekilas kulihat dia menoleh padaku dengan sebuah lirikan mata tanpa arti.
Kutahan bibirku yang ingin sekali tersenyum bahagia, dan mengucapkan terima kasih pada bang Sais yang telah memiliki ide sangat brilian.

"Butuh obat apa kak? Biar kuambilkan dari kotak P3K." Ayik menawarkan.

"Nggak usah Yik, aku dah bawa obat-obatan sendiri." kutolak tawaran Ayik secara halus, gadis itu hanya tersenyum.

"OK kalau begitu, kita berpisah disini ya." bang Sais berdiri memanggul tas gunungnya.

Ayik mengikuti, tak lupa kotak P3K terselempang di bahunya. Aku dan Basuma melakukan hal yang sama, dan kami berempat pun bergegas berpencar dengan dua arah.

Aku berjalan mengekor jejak Basuma dengan langkah ringannya.

"Boleh aku ngrokok?" tanya Basuma menoleh padaku sebentar.

"Bo.. boleh !!" jawabku spontan.

Aku sempat terkejut, berharap semoga dia tidak menangkap basah manik hitamku yang tak lepas memandangnya dari belakang.

"Kamu jalan di depan aja Yid." Basuma mulai menyalakan pemantik api dan membakar ujung tembakaunya.

"Eh.. nggak mau, aku di belakang aja." ucapku cepat.

Mungkin Basuma tidak tahu aku sengaja berjalan di belakang agar bebas menikmati keindahan ciptaan Tuhan dalam sosok seorang pria, walaupun hanya lewat punggungnya.

Apa maksudnya dia menyuruhku untuk jalan di depan? Yang ada aku malah jadi salah tingkah.

Apa maksudnya dia menyuruhku untuk jalan di depan? Yang ada aku malah jadi salah tingkah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BASUMA

"Andra stand by di basecamp ya?" Basuma mulai mengajakku membuka obrolan.

"Iya, kayaknya sih di basecamp." ucapku santai walaupun dengan sedikit tegang.

Di sekolah aku sudah sering bertemu dan mengobrol dengan Basuma, tapi itu hanya dalam hitungan detik dan bahasan kami tidak lain dan tidak bukan hanyalah tentang pinjaman buku.

Sekali pernah aku berinteraksi cukup lama dengannya saat dia menawarkan boncengan kemarin lusa. Tapi itu juga hanya perjalanan singkat tak kurang dari 10 menit, dan tidak banyak yang kami bicarakan di atas motor kala itu. Dia hanya sekali bertanya dimana rumahku. Selebihnya kami hanya saling diam membisu.

Seperti malam ini, setelah cukup lama kami diam membisu Basuma akhirnya membuka suara dan itu sempat membuatku terkejut. Canggung rasanya harus berinteraksi dengannya dalam durasi hitungan jam.

KEMBANG SENDUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang