24

157 17 0
                                    

Warning: (sedikit) kekerasan

.



“Aku masih belum selesai, Ibu.”

Beomgyu menatap wanita di depannya yang masih jatuh terduduk. Senyum lebarnya masih belum menghilang dari wajahnya, berbanding terbalik dengan apa yang sudah dilakukannya.

“Kau…!”

“Di dunia ini, segala sesuatu ada bayarannya bukan? Sesuatu yang biasa disebut hukum pertukaran setara. Kau pikir aku akan melupakan begitu saja apa yang sudah kau lakukan pada Beomgyu, entah dulu ataupun sekarang?”

Kang Seulgi menatapnya dengan penuh amarah, tapi rasa sakit yang terasa di perutnya seperti menjalar hingga seluruh tubuhnya. Lukanya memang kecil, tapi jika sebanyak itu rasanya justru begitu menyiksa. Ini baru perut yang kena, ia tidak akan siap jika orang ini akan mengincar kepalanya.

“Sekarang…” Beomgyu mengangkat kembali papan kayu yang tengah digenggamnya, seringai gila itu masih tetap belum pudar dari wajahnya, sedangkan iris gelapnya menatapnya dingin, “…nikmati saja apa yang sudah pernah kau tanam, Ibu.”

Siapa yang peduli dengan wanita ini? Sejak awal obsesinya sudah terdengar begitu gila, jadi balas saja dengan sesuatu yang lebih gila lagi, impas bukan?

Belum sempat Seulgi bereaksi, Beomgyu telah lebih dulu memukulkan papan kayu itu pada bagian kiri kepalanya dengan keras. Jeritan keras terdengar. Bagian yang mencuat dari papan kayu itu adalah bagian paku yang runcing. Bukan hanya akan terluka, tapi beresiko membuatnya infeksi karena karat yang dibiarkan entah berapa lama.

Seulgi memegangi sisi kepalanya yang baru saja dihantam oleh pemuda di hadapannya, merasakan likuid merah mengalir dari sela rambutnya. Bau amis darah menguar, bercampur dengan bau gudang yang kemungkinan telah lama tidak terpakai. Walau pelabuhan adalah tempat dengan aktifitas yang cukup padat di Busan, beberapa bagian gudang terutama yang jauh dari dermaga jarang ada penyewa hingga kadang terlihat kumuh. Si pemilik juga tidak ingin repot-repot membersihkannya, jadi kesan terbengkalai semakin jelas terlihat.

Beomgyu berjongkok di depan sang ibu, keduanya telah sama-sama penuh dengan luka kini. Pandangannya sebenarnya sedikit terganggu, terutama karena darah dari luka di bagian kepalanya sesekali masih mengalir hingga mengganggu indera penglihatannya.

Seulgi masih menatapnya nyalang. Orang di hadapannya ini berbahaya. Ia tahu bagaimana Beomgyu yang sebenarnya. Anak itu bukan orang yang akan dengan mudah menyakiti seseorang apalagi terlihat menikmatinya.

Orang ini, gila.

"Siapa kau sebenarnya?"

Beomgyu menyeringai, tatapannya yang terasa dingin menatap wajah sang ibu yang kini dihiasi oleh darah yang mengalir dari luka di kepalanya. Luka kecil yang banyak sebenarnya jauh lebih menyiksa dibandingkan dengan satu luka besar. Apalagi kalau itu bukan di tempat yang vital. Sakitnya sangat terasa, jauh dari kematian tapi kemungkinan untuk sembuh pun terlalu lama.

Itulah yang sebenarnya diincar olehnya sejak awal.

Luka-luka semacam itu tidak akan membunuhnya, tapi rasa sakitnya akan terus terasa. Ia tidak ingin wanita ini langsung mati, setidaknya dia harus merasakan sakitnya di ambang kematian secara perlahan.

"Sejak awal kan aku sudah bilang, aku ini Beomgyu, ibu."

Seulgi menggemeretakkan giginya, "Jangan main-main denganku. Beomgyu bukan orang sepertimu."

"Anak itu memang baik, tapi bukan berarti isi pikirannya bersih. Tidak, pikirannya sudah terlanjur hancur sejak lama. Dia jauh lebih gila dari yang kau kira. Kau pikir, bagaimana aku bisa muncul? Tentu saja karena anak itu sendiri yang menciptakannya—"

FREIER VOGEL || SooGyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang