11

621 61 11
                                    

"Kau hanya membuatnya bingung sebenarnya."

Yeonjun duduk bersandar pada sofa kelabu. Sepasang kaki jenjang miliknya ia naikkan ke atas meja. Iris gelapnya menatap layar ponsel yang sedari tadi menampilkan sebuah chat room yang terus bergerak. Sesekali jari-jarinya mengetik sesuatu, lalu diam sekian detik. Terkadang menjadi dua sisi yang berbeda itu menyenangkan, walau lebih banyak merepotkan. Sama seperti Taehyun yang memiliki dua kehidupan, ia juga.

Sangat merepotkan sejujurnya, tapi toh ini bagian dari pekerjaannya juga.

Soobin menatap sekilas ke arah Yeonjun di balik meja kerjanya. Laki-laki itu dasarnya memang tidak sopan. Terkadang bisa jadi sangat seenaknya, terutama di kala bosan mulai menyerangnya. Tapi ia tidak peduli. Toh selama laki-laki yang lebih tua darinya itu tidak melakukan apapun yang merugikannya, ia tidak masalah dengan perilakunya.

Iris gelapnya beralih menatap meja. Papan catur itu masih ada di sana, namun susunan isinya berubah. Bidak hitam lebih mendominasi, sekilas terlihat kuat. Tapi bahkan selama ratu putih tidak terjatuh, kapanpun bidak hitam bisa saja kalah.

Ratu putih adalah Beomgyu. Dan pemuda itu masih belum jatuh sepenuhnya ke dalam genggamannya.

Ia menyadarinya. Beomgyu masih memasang tembok dengannya. Sekali ia lengah, maka segalanya akan terlepas.

Soobin tersenyum sinis. Tanpa disadari oleh anak itu, ia sama manipulatifnya seperti dirinya. Beomgyu masih takut padanya, itu jelas. Tapi ia juga tanpa disadari memikirkan kemungkinan bahwa wanita yang dipanggilnya ibu itu akan mencelakainya. Alih-alih memilih untuk lari, ia berbalik arah dan meminta perlindungannya.

Bukankah ini menggelikan?

Soobin mengambil bidak ratu putih, memperhatikannya dengan seksama, lalu perlahan melepaskannya hingga terjatuh di atas lantai dan menimbulkan suara benturan kecil yang membuat Yeonjun seketika menoleh.

"Sebaliknya, segalanya justru mengarah sesuai rencanaku."

.
.


Beomgyu melangkahkan kedua kakinya mengikuti Taehyun. Pemuda yang lebih muda setahun darinya itu kembali menjemputnya di kamar. Rasanya jadi seperti rutinitas harian saja. Ia hanya mengikutinya, toh ingin pergi seorang diri ia tidak mengenal tempat ini---salah-salah, ia yang tersesat. Walau tidak tahu seberapa luas tempat ini, Beomgyu yakin tempat ini bahkan lebih luas dari universitasnya.

Ia mengalihkan pandangannya pada jendela-jendela besar di sisi kanannya. Langit terlihat gelap dengan awan kelabu yang berarak perlahan. Ini nyaris sama seperti waktu itu, di hari ketika ia melarikan diri dari tempat ini. Hujan deras menghajarnya tanpa ampun, ditambah dengan semua tatapan yang tertuju padanya. Itu bukan rasa kasihan, tapi merendahkan. Seperti melihat seonggok sampah yang menjijikkan.

Beomgyu tanpa sadar memeluk tubuhnya. Rasanya seperti seolah ia terbawa kembali ke hari itu. Itu, kalau ia pikir lagi, rasanya menakutkan. Semua tatapan itu jauh lebih menyakitkan daripada apa yang pernah dilakukan oleh ibunya dulu.

Hyung?”

Beomgyu tersentak, menatap Taehyun dan menyadari kalau mereka kini ada di ruang makan. Ia mengerjapkan kedua matanya. Perasaan itu sekejap hilang, seolah ia tidak pernah memikirkannya sedikit pun. Perhatiannya sepenuhnya teralih. Ruangan ini luas---rasanya seperti seluruh bagian dari mansion ini memang sangat luas.

Di meja makan hanya ada seorang gadis berambut sebahu---yang perkiraannya, kemungkinan seusia dengannya. Tatapan matanya tajam, dan fokusnya pada ponsel dalam genggaman. Beberapa pelayan berlalu lalang, tapi tidak mengusik sang gadis. Beomgyu masih menatapnya, sebelum kemudian dirasakannya Taehyun menarik tangannya dan menyuruhnya duduk di salah satu kursi, tepat di depan gadis itu.

FREIER VOGEL || SooGyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang