26

180 18 1
                                    

"Ada yang ingin kau katakan padaku?"

Kim Seokjin menatap Beomgyu yang masih lebih memilih untuk diam. Ia sudah membalut luka di pergelangan tangannya dengan perban. Taehyun melakukan tugasnya dengan baik untuk membersihkan lukanya jadi ia bisa lebih menghemat waktu, walau itu hanya membuat bekas lukanya semakin jelas terlihat.

"Ibuku... sudah mati."

Sang dokter memilih untuk tidak mengatakan apapun. Ia kini fokus dengan luka di kepala anak itu. Di luar dugaan, luka-luka yang ada di tubuh Beomgyu tidak sebanyak yang ia kira—setidaknya, dari apa yang didengarnya dari Taehyun, kondisinya tidak seburuk yang anak itu jelaskan.

"Aku yang sudah membunuhnya."

Sesaat, Seokjin menghentikan gerakannya, sebelum kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya, "Lalu?"

"Anda tidak ingin bertanya lebih lanjut?"

Keduanya terdiam, dan Beomgyu yang masih duduk di tepi ranjang menatap laki-laki di depannya yang kini menghela nafas dengan berat.

"Katakan saja apa yang ingin kau katakan, baru setelahnya aku akan mengatakan sesuatu untukmu. Setelahnya, mungkin kita tidak akan bisa bertemu lagi."

Beomgyu mengerjapkan kedua matanya, Apa maksudnya?

"Waktu kukatakan bahwa aku yang membunuhnya, sebenarnya itu bukan aku yang melakukannya, apa kau percaya?"

"Maksudmu, dirimu yang lain?"

Selesai dengan kepala, Seokjin mulai mengobati tubuhnya. Memar di tubuh Beomgyu cukup banyak, wanita itu memang cukup gila untuk menculiknya ketika anak ini masih ada dalam jarak jangkau Choi Soobin, tapi tidak punya cukup nyali untuk melukainya lebih banyak. Kemungkinannya hanya dua, ia yang tidak ingin mengambil resiko, atau ada seseorang yang memerintahkannya seperti itu. Yang manapun, rasanya ia bisa menduga siapa orang di baliknya.

Beomgyu hanya menganggukkan kepalanya. Tidak ada lagi yang ingin dikatakannya. Tergantung dari bagaimana reaksi sang dokter, maka itu akan menjadi pertimbangan baginya untuk menceritakan hal lain lebih banyak lagi. Seokjin tahu bahwa Beomgyu menanti reaksinya, tapi apa yang diharapkannya? Ia tentu saja percaya. Dua belas tahun ia mengawasi anak ini, menjaganya dari kejauhan, dan ketika Beomgyu menghilang di umurnya yang kedelapan, apapun bisa terjadi di jeda antara terakhir kali mereka bertemu hingga pertemuan kembali setelah sekian lama.

"Apa kau menyesalinya? Maksudku, terlepas dari bagaimana wanita itu mati, apa ada penyesalan dalam dirimu?"

Ia tidak bohong ketika bertanya demikian, karena walau seburuk apapun perangainya, seberapapun seringnya Kang Seulgi menginginkan kematian Beomgyu, wanita itu setidaknya berhasil membesarkannya. Jika bukan simpati, maka seharusnya ada rasa kasihan yang sedikit tersisa.

"Tidak. Anda ingin saya berkata jujur? Saya tidak menyesalinya. Sejujurnya, kematian wanita itu adalah hal yang paling saya inginkan. Satu-satunya orang yang saya akui untuk menjadi orang tua saya mungkin hanya pasangan yang terakhir kali mengadopsi saya."

Seokjin mengakhiri pekerjaannya. Tugasnya sudah sepenuhnya selesai, baik yang ini ataupun yang dulu pernah ia lakukan. Ia merapihkan peralatannya, dan sedikit membenahi pakaiannya.

"Begitu? Jungkook-ah mungkin akan merasa senang karena masih ada orang lain yang mengingat keberadaannya," Seokjin melangkahkan kakinya menuju pintu kamar, meninggalkan Beomgyu yang hanya menatapnya datar, "ini pertama kalinya kita bertemu, salam kenal, Beomgyu. Kalau kalian tidak keberatan, sesekali kunjungilah anak itu. Walau tidak bisa memberikan respon yang berarti, setidaknya ia tahu bahwa hidupnya tidak pernah benar-benar hancur. Itu juga mungkin yang diharapkan oleh adikku di saat terakhirnya. Selamat tinggal."

~0~

Pintu telah tertutup. Seokjin telah lama menghilang di balik pintu. Kalimat terakhirnya seolah menjadi pertanda bahwa pertemuan tadi adalah kesempatan terakhirnya untuk bisa bertatap muka secara langsung.

Masalahnya, pada siapa orang itu bekerja?

Berdasarkan apa yang dikatakan olehnya, laki-laki yang berprofesi sebagai seorang dokter itu mengawasinya tepat ketika ia lahir hingga akhirnya pergi dari rumahnya. Jauh sebelum ia bertemu dengan Soobin. Lalu, siapa?

Beomgyu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Hanya ada dirinya sendiri di ruangan itu selepas kepergian Seokjin. Tidak ada tanda keberadaan Taehyun, walaupun ia tahu anak itu masih menunggu di luar. Tidak masalah, lagipula ia juga belum ingin bertemu dengan siapapun.

Ngomong-ngomong soal dirinya yang lain, ia sejujurnya tidak yakin. Walau sesaat ia memang seperti tidak sadarkan diri kala itu. Tapi ia mengingat semuanya dengan jelas. Apa yang dilakukan dengan kedua tangannya, apa yang dilihat olehnya, termasuk tatapan ngeri yang sempat ditunjukkan oleh wanita itu dan darah yang terciprat hingga mengenai tangan, wajah bahkan seluruh tubuhnya.

Ia ingat semua itu. Tapi ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya—kecuali di beberapa saat sebelum pukulan terakhirnya benar-benar membuat wanita itu pada akhirnya menjemput ajalnya.

Tapi seperti apa yang dikatakannya tadi pada Seokjin, ia tidak menyesalinya. Alih-alih merasakan perasaan semu, semacam simpati hanya karena Kang Seulgi adalah orang yang merawatnya sejak ia masih bayi hingga seumuran bocah, ia justru merasa senang. Begitu menikmati apa yang dilakukannya hingga akhirnya ia sadar, kesadaran siapapun yang melakukannya, sepenuhnya itu adalah keinginannya sendiri. Jauh di dalam hatinya, ia memang mengharapkan kematian wanita itu, bukan hanya karena apa yang selama ini sudah dilakukannya hingga membuatnya menderita, ia hanya melakukannya karena dirinya sendiri yang menginginkannya.

Beomgyu menarik nafasnya perlahan, tatapannya mengarah pada langit-langit kamar berwarna krem dengan lampu yang dibiarkan menyala.

"Bukan dunia ini yang gila, sejak awal, justru aku yang membiarkan diriku sendiri terjebak di tengah kegilaan."

Ini tidak akan berakhir seperti ini begitu saja. Kang Seulgi tidak bekerja sendiri. Walau sekilas terlihat serampangan dan gegabah, tapi apa yang dilakukannya penuh dengan perhitungan, jika tidak, wanita itu tidak akan berhasil mendekatinya dengan fakta bahwa Soobin ada bersamanya. Artinya ada orang lain yang membantunya. Ia bukan siapa-siapa, tidak akan ada orang yang ingin repot-repot membantu seorang wanita yang begitu terobsesi dengan kematian anak tirinya kalau tidak ada keuntungan yang didapat. Ada hal lain yang lebih besar yang menjadi tujuannya siapapun orang itu, dan salah satu caranya adalah melalui dirinya.

Beomgyu tertawa kecil. Rasanya ia sudah sungguhan gila sekarang.

"Beomgyu-ya, jangan menghilang dulu, tugasmu masih belum selesai."

Cklek

Suara pintu yang terbuka membuatnya sedikit tersentak, tapi tidak membuatnya ingin mengubah posisi. Siapapun yang datang ia tidak peduli. Tubuhnya sudah kelelahan, ada terlalu banyak hal yang terjadi dan dipikirkan olehnya sejak semalam. Jadi biarkan ia beristirahat sejenak.

Ranjang yang berderit menandakan bahwa ada seseorang yang duduk di ranjang yang tengah ditiduri olehnya. Taehyun tidak akan berani melakukan hal itu, lagipula tubuh anak itu lebih kecil dibandingkan dirinya. Laki-laki bernama Yeonjun itu juga tidak mungkin. Orang itu lebih senang menghindari dirinya, berusaha sekeras mungkin agar tidak bersinggungan langsung dengannya. Awalnya ia sempat bingung dengan apa yang dilakukannya, tapi setelah mengingat kembali beberapa hal, ia tidak akan heran jika Yeonjun tidak akan pernah terlihat di jarak pandangnya jika tidak terpaksa.

Satu-satunya kemungkinan hanya orang itu.

Beomgyu bergegas bangkit, kembali ke posisi awal duduk di tepi ranjang. Sesuai dugaannya, orang yang kini ada di hadapannya adalah Choi Soobin.

Ah, ngomong-ngomong, sebelum memikirkan banyak hal, ada satu hal yang harus ia pastikan mengenai orang ini.

.
.
(Continued to Chapter 27)
.
.


(Sabtu-Minggu aku libur update ya. Hehe.

Ngomong-ngomong, kalau nama Beomgyu ditulis miring, artinya yang muncul bukan dia yang asli ya~

See you.)

FREIER VOGEL || SooGyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang