27

192 19 0
                                        

Suasana di dalam kamar itu mendadak terasa dingin. Seingatnya pendingin ruangan tidak diatur hingga titik terendah, tapi bahkan rasanya menusuk hingga ke tulang. Tidak ada seorang pun di antara keduanya yang ingin memulai pembicaraan. Tidak, sebenarnya Beomgyu sendiri bingung apa yang harus dikatakannya.

Ucapan terima kasih, atau permohonan maaf, atau apa?

Tidak dapat dipungkiri bahwa ini sebagian besarnya adalah kesalahannya sendiri, walau ia tidak menyangka bahwa sang ibu ternyata ada di tempat yang sama dengannya. Kebodohan satu-satunya yang telah dilakukannya adalah jika tujuan awalnya adalah Kang Taehyun, sejak awal hubungi saja anak itu. Toh ia sudah bebas memegang ponselnya sendiri.

Fakta bahwa Taehyun dan Yeonjun yang berhasil menemukannya di gudang pelabuhan sebenarnya membuatnya sedikit merasa bersalah, karena itu artinya walau mungkin kedua orang itu enggan untuk melakukannya, Soobin sendiri yang memerintahkan mereka mencarinya.

Jadi, apa yang harus dikatakannya kali ini? Tidak mungkin juga mereka hanya diam seperti ini. Sudah berkali-kali ia berusaha agar iris gelapnya tidak beradu pandang dengannya.

Masalahnya, sampai berapa lama?

"Tidak ada yang ingin kau katakan?" Laki-laki itu berdiri, menarik tirai berwarna kelabu hingga jendela kaca itu separuh tertutup. Cahaya yang masuk kini hanya ada di sisi jendela satunya lagi dan sebagiannya dari penerangan kamar yang temaram. Ia kemudian bersandar pada salah satu kursi kayu di dekat jendela, dan tatapannya kini tepat mengarah pada Beomgyu yang masih belum ingin menatap ke arahnya.

"Kau ingin aku mengatakan apa?"

Ada banyak hal yang bisa ia katakan, tapi ada banyak hal lainnya juga yang tidak ingin ia katakan. Masalahnya hanya satu, apa yang ingin diketahui Soobin sebenarnya?

Kondisinya secara fisik, ataupun keadaan yang terlihat baik di gudang itu ataupun di sini pasti sudah dijelaskan seseorang padanya. Bisa jadi malah terlalu detail dibandingkan dengan apa yang diingatnya sendiri. Lagipula, kesadarannya terbagi-bagi kala itu, ditambah beberapa kali pingsan—satu kali sebenarnya pura-pura tapi anggap saja ia sungguhan tidak sadar waktu itu. Jadi apa yang ingin diketahui orang ini sebenarnya?

Tatapan tajam dari obsidian yang sewarna dengan miliknya masih tetap terpaut padanya, membuat Beomgyu tanpa sadar meremas jemarinya dengan keras, mengabaikan rasa sakit yang sebenarnya masih sedikit terasa dari luka yang belum sepenuhnya kering. Tapi masa bodoh dengan hal semacam itu, ia ingin segera pergi dari ruangan ini. Kenapa juga setelah Kim Seokjin pergi tadi bukan Taehyun yang masuk untuk memeriksa keadaannya?

"Kemarilah."

Bomgyu mendongakkan kepalanya. Kata terucap dengan suara rendah itu membuatnya tersentak. Nadanya masih terdengar mendominasi, tapi ia menyadari bahwa ini jauh lebih halus daripada dia yang biasa.

Pemuda berambut coklat tua itu beranjak perlahan, menjejakkan kedua kakinya yang telanjang di atas lantai kamar yang dilapisi karpet dengan warna senada dengan tirai jendela. Sedikit ragu, ia melangkahkan kakinya mendekati sang dominan hingga akhirnya jarak di antara keduanya hanya tinggal sejengkal. Ia sedikit mendongakkan kepala, mengingat perbedaan tinggi di antara keduanya. Kali ini iris gelap miliknya berhadapan langsung dengannya. Ia tidak lagi takut padanya—ah tidak, sejak awal memang bukan rasa takut yang mendominasinya ketika ia berhadapan dengan fakta bahwa orang ini menginginkannya—tapi rasa penasaran, hingga akhirnya berkembang ke arah lain yang jauh lebih berbahaya.

Soobin mengangkat tangan kanannya, lalu menyentuh pipi pemuda di hadapannya, membuatnya seketika terkesiap. Apa lagi yang diinginkan oleh orang ini?

"Kau yang melakukannya?"

"Seharusnya laki-laki yang selalu bersamamu itu sudah menjelaskannya bukan? Tidakkah kalian bosan menanyaiku dengan hal yang sama terus menerus?"

"Benar juga, tapi aku juga ingin mendengarnya langsung darimu, bukankah sejak awal tujuanmu hanya untuk menghindari wanita itu?"

Sebelah tangan Soobin yang masih bebas digunakannya untuk menyentuh pinggang ramping Beomgyu, lalu menariknya hingga jarak mereka bahkan tidak lagi terlihat. Aroma tubuh sang dominan menguar, memaksa masuk indera penciumannya hingga sesaat ia merasa terbuai. Jemarinya yang kasar menyentuh punggungnya yang hanya ditutupi oleh selembar kemeja berwarna putih yang dipinjamkan oleh Taehyun, membuat suhu tubuhnya terasa memanas.

Ah, sialan. Sejak awal memang tidak ada jalan kabur untuknya.

Beomgyu rasanya ingin menertawai dirinya sendiri. Dulu sekali ia terjebak dalam belenggunya karena paksaan, kini ia harus mengakui bahwa sekarang ia bahkan lebih senang merelakan dirinya untuk masuk ke dalam belenggu yang sama.

Ia menjilati bibirnya yang terasa kering. Tangannya yang terbebas perlahan merambat naik, meraba tubuh kekar yang terpampang jelas di depan matanya dengan gerakan menggoda.

"Dulu sekali, bukankah kau pernah mengatakan, dunia ini sudah gila. Bertahan dengan kewarasan hanya akan membuatmu lebih cepat terjatuh," tangannya tidak lagi meraba, tapi juga mulai melepas satu persatu kancing kemeja yang dikenakan oleh Soobin, begitupun dengan Soobin yang terus menyentuhnya di beberapa bagian tubuhnya. Seringai tipis sang dominan dibalas dengan senyum manis dari lawannya, berbanding terbalik dengan apa yang tengah keduanya lakukan, "Aku sudah memutuskan untuk mengikutimu, jadi biarkan aku tenggelam dalam kegilaan itu sendiri."

~0~

"Taehyun-ah..."

Yang lebih muda menoleh, menatap laki-laki bertubuh jangkung yang tengah berjalan ke arahnya. Ia tengah berdiri di depan pintu kamar Beomgyu yang tertutup rapat—tidak, ia tidak penasaran dengan apa yang terjadi di dalam. Biarkan saja, kalau Soobin sudah masuk ke sana, artinya keberadaannya sudah tidak dibutuhkan lagi, setidaknya selama beberapa waktu ke depan.

"Bisakah kau mencari tahu pemilik nomor ponsel ini?" Yeonjun menyodorkan ponsel miliknya, menunjukkan kolom chat yang terbuka dengan hanya satu baris kalimat.

"Apa ini?"

"Seseorang memberitahuku keberadaan Beomgyu, tapi aku bahkan tidak mengenalnya. Lebih parah lagi, orang itu mengirimiku pesan ke ponsel yang bahkan nyaris tidak pernah kugunakan sama sekali."

Taehyun mengerjapkan kedua matanya, "Seseorang?"

Rasanya terdengar aneh sekali. Bagaimanapun penculikan Beomgyu bukan hal yang ia atau siapapun umbar. Tidak akan ada yang mengetahuinya karena mereka sendiri yang memang memilih untuk bekerja diam-diam. Tapi seseorang memberikan pesan, bahkan memberikan informasi tempat yang mereka tuju dengan detail tanpa ada kekurangan satu hal pun.

Siapa orang itu?

"Tunggu sebentar."

Taehyun bergegas mengambil ponselnya, jemarinya dengan lincah bergerak cepat di atas layar sentuh itu. Hanya beberapa menit, dan ia mendongakkan kepala. Tatapannya sedikit bingung. Dan Yeonjun sudah cukup menyadari arti dari tatapan itu—ada sesuatu yang salah.

"Pemilik nomor itu terdaftar dengan nama Choi Yuna. Seorang gadis muda yang tinggal di bagian tengah Auriville. Ia hanya tinggal seorang diri, lalu—"

Taehyun mendongakkan kepala, memberikan ponsel miliknya pada Yeonjun.

"—gadis itu sudah meninggal sejak satu tahun yang lalu. Seseorang menggunakan namanya untuk menyamar. Entah dengan tujuan apa, tapi ini mencurigakan sekali, hyung. Kau tidak ingin mengatakan ini pada Soobin-hyung?"

.
.
(Continued to Chapter 28)
.
.


(Anggap saja ganti libur dua hari kemarin, soalnya Sabtu-Minggu kemarin libur karena aku lagi sakit hehe.)

FREIER VOGEL || SooGyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang