Toska menutup gagang telepon, kemudian merayap keluar dari kantor. Ash menyuruhnya berlindung, tapi berada dalam ruangan tertutup tanpa jalan keluar kedua bukanlah hal bijak. Matanya sudah terbiasa dengan kegelapan. Ia juga mengenal jalan seperti telapak tangannya sendiri.
Ayahnya biasa berdiam di ruangan yang ia tinggalkan sekarang, orang-orang mengantre di luar, duduk di kursi-kursi berlapis kulit yang berjajar di lorong, kemudian Paing hilir mudik dengan wajah serius yang penuh percaya diri. Ia dan Ash, belum ada yang mencapai usia sepuluh tahun, berkeliaran dengan dada membusung, bersikap sok penting dan mengangguk-angguk pada setiap orang yang memberi salam.
Semua kenangan tersebut muncul seakan ia sedang menembus dinding ruang dan waktu. Toska sampai di sisi sebelah kiri kantor yang menghubungkan halaman belakang dengan area depan. Mobilnya masih ada di sana, di tempat semula ia parkir. Toska hendak membuka pintu ketika matanya menangkap hal aneh. Posisi barang di dasbor bergeser sedikit. Topinya juga tidak berada di tempat semula.
Toska mundur setapak. Tengkuknya meremang. Ia merogoh saku, meraih pemantik dari sana dan menyalakan api, kemudian memeriksa mobilnya dengan satu mata menutup.
Sebuah kawat melintang dari balik pintu hingga ke bawah dasbor, pada tabung silinder putih yang dijepit, diikat pada tuas rem.
Granat buatan.
Toska tersenyum muram. Nyala api bergoyang tidak stabil. Ia mendapati jarinya sedikit gemetar. Salah bergerak sedikit, pipa putih itu akan meledak. Daya ledaknya mungkin saja tidak terlalu kuat, berhubung granat tersebut buatan rumahan. Namun serpihan fragmen di dalamnya serta kandungan timbalnya jelas fatal.
Jadi inilah alasan kenapa listrik dipadamkan dan Sugeng menghilang-entah berkhianat atau mati. Toska mengerti pesan yang ingin disampaikan.
Granat tersebut untuknya, bukan orang lain.
Ia menutup katup pemantik api dan menyimpannya ke dalam saku sambil mengawasi sekitar. Matanya yang sebelah dibuka kembali, trik untuk terbiasa dengan cepat pada kegelapan pekat setelah cahaya padam.
Angin menderu, menerbangkan serpihan debu dan mengirim bunyi bisikan ribut dedaunan. Toska menajamkan telinga, berusaha menangkap setiap bunyi di sekitarnya. Derum mesin mobil terdengar, bukan lewat melainkan mendekat.
Ash? Toska menebak. Dalam hatinya, ia tahu itu mustahil. Belum ada lima menit berlalu sejak listrik padam. Tak mungkin Ash atau orang suruhannya bisa sampai ke koperasi secepat ini.
Sebelum ia sempat bergerak, sebuah mobil sedan hitam menampakkan diri di depan gerbang dan berbelok masuk ke halaman CU. Sinar lampunya menyala terang, membutakan. Moncong sedan tersebut berhenti dua meter di depan Toska. Mesinnya digas dengan kasar, maju mundur penuh provokasi.
Toska mengabaikan mobil itu sepenuhnya. Ia justru mengeluarkan rokok dan menyulutnya, asapnya ia tiup ke depan, matanya memandang orang di dalam mobil dengan ketenangan yang penuh wibawa, seakan ia hanya menghadapi anak-anak di balik mobil plastik dan sedang bertanya apa yang diinginkan anak-anak itu.
Sedan mundur dan berputar kasar hingga bannya berdecit di atas hamparan jalan batako, kemudian melaju pergi ke arah yang sama dengan kedatangannya.
Tak lama kemudian, listrik kembali menyala. Toska menarik napas panjang, kemudian batuk-batuk tersedak asap. Puntung rokoknya jatuh ke tanah. Ia menggilasnya di bawah sepatu dengan amarah yang dingin.
Ketika Ash dan anak buahnya sampai, Toska sudah menghabiskan dua batang rokok. Yang mengejutkannya, Paing juga datang bersama rombongan itu.
***
"Ada bom di sini, polisi harus dipanggil!" Ash menggeram. Ia duduk di belakang meja kerja ayahnya di kantor utama CU. Anak buahnya di luar, telah selesai mempreteli peledak di mobil Toska dengan ahli dan menyingkirkannya. Beberapa orang ditinggalkan untuk menyisir sekitar, mencari benda mencurigakan yang mungkin disembunyikan. Sugeng ditemukan di semak-semak di samping dinding luar koperasi, pingsan dengan wajah babak belur. Pria itu dibawa ke rumah sakit dengan mobil Ash.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cages: The Mafia's Bride
Misteri / Thriller#1 mystery-thriller #1 pembunuhan Keluarga Effendi mengurus bisnis simpan-pinjam di Umulbuldan. Uang, jasa, waktu, mereka akan meminjamkan apa pun dalam jumlah sebanyak yang dimau-tanpa bunga. Orang-orang yang meminjam hanya akan diminta untuk datan...