Ch 43: Fragments

50 7 0
                                    

Casa de la Luna adalah restoran kelas atas dari sore hari sampai tengah malam. Begitu hari berganti dan tamu-tamu kelas atas pulang, cahaya mulai redup dan restoran berubah menjadi kelab malam dengan gadis-gadis penyanyi yang boleh turun dari panggung menuang minuman untuk pelanggan. Dualitas tempat ini begitu sesuai dengan nama kawasannya, Kelawu Gemintang, dan malah menambah daya tarik La Luna. Paruh kedua jam buka selalu dipadati pengunjung, terutama para pemuda. Otomatis, kerusuhan maklum terjadi. 

Biasanya Rob dan Bob bisa mengurusi hal itu dengan mudah. Mereka mengusir siapa pun yang terlihat seperti membawa masalah, juga tidak mengizinkan orang yang membawa senjata atau benda tajam untuk masuk. 

Awalnya seorang pria menyenggol pemuda yang baru saja keluar dari La Luna bersama kawan-kawannya. Tubuh pria itu pendek, topinya dibenamkan terlalu dalam hingga menutupi wajah, dan ia mengenakan jaket meski malam ini cukup panas. Rob memperhatikannya karena merasa orang itu aneh. 

Sang pemuda, di hadapan kawan-kawan serta perempuan yang dibawanya, merasa perlu membuktikan diri dan menarik orang itu untuk memberinya pelajaran. Teman-temannya membantu. Perkelahian tak terelakkan. Orang yang menyenggol tadi meringkuk di tanah, ditendang dan dipukuli beberapa orang. 

Rob berjalan maju menghampiri untuk melerai dan mengusir mereka. Tanpa merasa ada yang aneh, ia menyibak kerumunan. Ketika segala hal serasa berada dalam gerak lambat, saat itulah ia tahu ada yang tidak beres. Dari sudut matanua, Rob melihat mata orang yang dihajar, yang disembunyikan di balik kedua lengan. Itu bukan mata orang lemah yang mudah dijatuhkan. Karakter yang terpancar di sana dingin dan tanpa belas kasihan. Pria itu sepertinya, orang suruhan

Dalam gerak refleks, Rob segera mundur, tepat pada saat orang yang hendak ditolongnya bangkit berdiri sambil mengeluarkan pistol dan menembak. Peluru mengenai perut Rob, membuatnya terlempar jatuh karena syok. Ia masih ingat untuk berguling, membuat peluru kedua mengenai bahunya. 

Orang-orang menjerit, menyebar, bahkan pemuda tadi dan gengnya terjatuh ketakutan. Bob berlari menghampiri. Si penembak hendak melancarkan satu serangan lagi, tapi kemudian berubah pikiran dan berlari kabur, masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu dengan pintu terbuka. Mobil itu melaju pergi menembus kegelapan malam. Pelat nomornya hitam. 

Nina berlari turun begitu mendapat laporan dari karyawannya. Ketika sampai di bawah, ia mendapati Rob berbaring di atas genangan darahnya sendiri sementara Bob memanggil-manggil nama saudaranya dengan panik. 

Ambulans segera dipanggil. Sebelum wartawan datang, Rob sudah diangkat dan dilarikan ke rumah sakit. Bob menemaninya sementara Nina menyusul setelah mencari tahu lebih detail apa yang terjadi dari orang sekitar dan melapor dulu kepada Toska lewat telepon. Pemuda itu hanya memberinya pesan untuk menjalankan tugas seperti biasa dan akan memberi ganti Rob nanti sore. La Luna akan beroperasi seperti biasa. 

Nina menyampaikannya pada Bob di rumah sakit. Mereka bertemu di lorong dekat tangga menuju bangsal, tak jauh dari pos perawat. Rob sedang menunggu jadwal operasi. 

“Tuan bilang begitu?!” Bob berteriak begitu selesai mendengar isi instruksi Toska. Wajahnya yang lebar bercambang terpilin dalam ekspresi kecewa. Dengan tangan yang berbekas darah kering, ia mencengkeram Nina. “Dia tidak bilang akan datang? Tidak bilang apa-apa untuk mengejar pelakunya?” 

“Semua pasti sudah dipikirkannya. Kau tidak perlu cemas.” Nina menghela napas. “Sudahlah, kau tenang dulu.” 

“Saudaraku di dalam sana!” Bob mendesis, mengguncang lengan Nina. “Dia hampir mati! Kami melakukan tugas darinya setiap hari, mau saja disuruh-suruh ke mana pun, memukul orang? Menghabisinya? Kami patuh! Dan sekarang saat kami membutuhkannya, dia bahkan tidak mengucapkan kalimat penghiburan?!"

Cages: The Mafia's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang