12. Na : 2/4+1+2/6+3/4+1/7+5+2/6

234 36 5
                                    

12

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12. Na : 2/4 + 1 + 2/6 + 3/4 + 1/7 + 5 + 2/6

Zay menganggukkan kepalanya. "Benar, Karina sekarang sedang dalam bahaya."

Queenna menggebrak meja seraya bangkit dengan wajah syok bercampur panik. "Kalau gitu ya gue harus samperin dia dong! Lo kenapa diem aja sih?! Santai amat lo jadi orang!"

Zay tertawa kecil. "Tenangkan diri kamu dulu. Jangan khawatir, Karina nggak akan terluka, karena sudah ada partnernya yang datang."

"Partner? Karina punya partner buat apaan?" tanya Queenna kembali duduk dan menyimak setiap ucapan Zay.

"Saya yakin kamu sudah tau apa identitas sebenarnya Karina. Karina itu punya partner untuk menyelesaikan bersama dalam setiap misi yang dikasih oleh Agensinya. Partner-nya laki-laki," jelas Zay dengan tutur nadanya yang begitu sopan.

"Laki-laki?" Tiba-tiba pikiran Queenna melayang ke mana-mana mencari sosok yang bisa ia curigai sebenarnya partner Karina di Agensi DGE.

Queenna tiba-tiba teringat satu orang yang pergi tepat sebelum dia dan Zay bertemu di cafe ini. "AH! DIA PAKAI HOODIE HITAM BUKAN?"

Zay sedikit terkejut dengan tebakkan Queenna. "Kamu kenal dia?"

Queenna menepuk tangannya sekali tanda ia bahagia karena tebakkannya betul. "Dia sekarang tinggal di sebelah rumahnya Dena! Lo pasti penasaran kan siapa dia? Nanti kapan-kapan mampir ya ke rumahnya Dena, oke?!"

"Oke," pungkas Zay.

—• [Na] •—

Queenna dan Argi pergi ke lantai dua untuk memeriksa dimana Keyla sebagai sandera berada. Sejujurnya ini sangat sulit, ruangan banyak dan lantai bertingkat membuat jangka waktu semakin panjang sehingga mereka bisa mempersiapkan berbagai jebakan dan cara untuk kabur. Cukup menyebalkan, namun mau bagaimana lagi kan?

Tiba-tiba saja saat Karina bersama Argi di belakangnya mau membuka pintu ruangan pojok paling kanan di lantai tiga muncul Keyla dengan kedua tangan berada di belakang punggung.

"Keyla!" Karina langsung berjalan ke belakang Keyla untuk melepaskan tali yang mungkin mengikat tangannya sampai kedua tangannya itu berada di belakang punggung.

"Sini-sini, gue bantu lo lepasin tal---"

Ucapan Karina tiba-tiba terhenti oleh Keyla uang tiba-tiba menyayat lengan Karina. Ternyata, kedua tangan Keyla berada di belakang punggung bukan karena terikat, melainkan karena menyembunyikan pisau lipat yang tujuannya untuk melukai Karina. Karina meringis sembari memegangi luka sayat pada lengannya itu. Darah kental yang berwarna merah pekat itu perlahan mengalir dan menetes ke lantai. Rasa sakit dan ngilu terasa sampai tulang-tulang Karina. Dia tidak dapat menyangka Keyla akan melukainya seperti ini.

Argi langsung mengambil senapan yang tadi ia taruh di saku celana, namun tiba-tiba senapan itu menghilang. Sial, ternyata mereka sudah mengecoh dua anggota Agensi DGE ini. Senapan itu kini sekarang sudah ada di tangan buronan nomor lima. Buronan itu adalah laki-laki tua dengan perut buncit, rambut hitam yang tipis, jenggot dan kumis yang sedikit keriting memberi ciri khas pada laki-laki itu. Buronan nomor lima itu memperhatikan senapan Argi dengan ekspresi wajah yang terlihat tertarik dengan senjata milik Argi itu.

"Keren juga nih benda. Beli di mana lo?" tanya buronan nomor lima.

Argi dengan wajah datar menjawab, "Bukan hal penting gue jawab pertanyaan lo!"

"Ck, kurang ajar banget lo, dasar bocah sialan!" umpat buronan lima itu memasang lirikan sinis pada Argi.

Argi langsung menarik Karina untuk lari bersama dari Keyla dan buronan nomor lima ini. Mereka berdua menuruni anak tangga dengan jantung yang berdegup kencang karena sekarang mereka memiliki dua enjata, dan dua anggota Agensi DGE itu hanya memilki satu senjata saja. Buronan nomor lima itu melesatkan peluru ke arah Argi dan Karina turun lewat tangga. Akan tetapi, Argi dengan cekatan selalu melindungi Karina agar tidak tertembak. Keahliannya dalam bergerak cepat cukup berguna di kejadian seperti ini.

Argi membawa Karina ke lantai satu dan bersembunyi di balik suatu ruangan yang sedikit sempit karena banyak barang-barang kardus bekas yang kotor dan sudah berdebu. Karina meringis sembari memegangi lengannya yang akan terus mengeluarkan darah jika luka itu tidak ditekan olehnya.

"Kar, lo lebih baik pergi dari sini. Urusan mereka biar gue yang urus," kata Argi membuat Karina spontan mengerutkan keningnya dengan ekspresi menolak hal tersebut.

"Jangan sembarang! Gue nggak akan tinggalkan misi dan partner gue demi selamatkan nyawa gue sendiri!" tekan Karina menolak ucapan Argi.

"Iya, gue paham maksud lo. Tapi, tolong lihat dulu situasi kita, Kar."

Karina menggelengkan kepalanya tidak mau. "Gue pergi, lo juga harus pergi! Nggak akan ada satu pun di antara kita yang terpisah. Kita adalah partner. Dan tugas partner itu adalah saling membantu, bukan untuk mementingkan keegoisan diri sendiri."

Argi mengembuskan napas berat mendengar penolakan terus dari Karina. "Oke. Lo masih bisa bergerak bebas dengan luka itu?"

"Bisalah!" jawab Karina sembari melepas tangannya yang menekan lengannya agar tidak terjadi pendarahan. Karina melihat sekeliling, lalu mengambil sebuah kain yang tergeletak di atas lantai. Dengan mandiri, Karina mengikatkan kain itu pada lukanya sendiri agar darahnya tidak keluar banyak dan dapat tertahan sementara waktu.

"Jadi, ayo lawan mereka," ujar Karina dengan nada dan ekspresi dingin sembari mengintip keluar ruangan lewat pintu yang ia buka sedikit.

Argi menganggukkan kepalanya sembari meregangkan otot lehernya ke kanan kiri agar otot-ototnya tidak tegang dan bisa rileks. Karina dan Argi pun memberanikan diri mereka keluar dari persembunyian. Argi sungguh was-was sebab senapan miliknya kini tidak ada ditangannya, melainkan buronan nomor lima tadi. Jika mereka datang, Argi harus serba ekstra melindungi Karina dan dirinya sendiri.

Dari belakang mereka berdua, Keyla dan buronan nomor lima pun muncul sembari bersiap untuk menyerang diam-diam Argi dan Karina. Akan tetapi karena Argi menyadarinya, pemuda itu langsung bergerak cepat ke belakang sembari mengambil senapan milik Karina yang tengah perempuan itu siapkan pelurunya.

Argi melesatkan satu peluru ke arah kaki Keyla, sampai bunyi tembakkan itu menyeluruh di lantai satu ini : Dor!

Keyla langsung menghindar saat peluru itu nyaris saja menembak kakinya. Sembari tertawa licik, Keyla bertanya, "Aduh, kenapa tiba-tiba nembak nih?"

—• [Bersambung] •—

—• [Bersambung] •—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MYSTERIOUS NaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang