Pagi menyapa, matahari mulai naik menunjukkan eksistensinya. Harusnya hari ini menjadi awal yang damai untuk memulai hari, tapi rasanya hal itu tak berlaku lagi untuk keempat pemuda yang kini tinggal bersama, empat pemuda yang tinggal dalam satu tempat, dengan segala dramanya.
"MAVENDRA SABIRU WIRATAMA, GUE PENGGAL PALA LO YA ANJING", teriak yang paling muda diantara mereka yang menggema menggemparkan seisi rumah.
"Rain !!! Gue aduin bang Andra karna lo ngomong kasar", ujar seorang yang dipanggil nama lengkapnya tadi.
Ia keluar dari kamarnya dengan wajah yang riang dan tengilnya, ralat, bukan kamar miliknya seorang, tapi milik adiknya juga.
Sabiru, si bungsu yang memiliki adik. Ya terdengar aneh memang, tapi itulah kenyataannya. Ia menjadi yang termuda kedua di rumah ini, wajar kalau tingkahnya masih 11 12 dengan adiknya.
Setelah melakukan 'rutinitas' pada adik bungsunya itu, ia lantas turun untuk menemui dua saudaranya yang lain. Semua mata tertuju ke arahnya sesaat setelah ia menuruni tangga terakhir.
"Lo berulah apalagi sih ya ampun", tegur yang paling tua pada Sabiru. Yang ditegur hanya menunjukkan cengirannya.
"Ngga ada, katanya suruh bangunin yaudah gue bangunin", elaknya.
"Lo apain lagi sekarang ? Kemaren lo iket dia, sekarang apa lagi ?", Sahut Jefran, kakak keduanya.
"Gaada kak, gue bangunin biasa aja. Dianya aja yang heboh", keduanya tak percaya dengan apa yang Biru ucapkan.
Tak lama setelah itu turun dengan pakaiannya yang telah rapi namun dengan wajah yang masam. Ia menghampiri ketiga kakaknya dimeja makan, menyeret kursi dengan kasar, bahkan sampai menimbulkan suara gesekan yang cukup lantang.
Ketiganya hanya menatap kearah si bungsu, menunggu adiknya itu membuka suara.
"Aaaaaaak, anjing. Bang Andra, Kaje, boleh ngga sih kita usir aja bang acil, hidup gue ngga pernah damai karna ada dia", keluhnya sambil menghentakkan kakinya ke lantai.
Satu tamparan yang pelan ia dapatkan setelah mengucapkan keluhannya.
"Gue wakilin Kaje buat nampar mulut lo karna ngomong kasar. Terus lagi, jangan manggil gue Acil, karena lo masih lebih pendek dari gue", Biru kembali menjahili adiknya, membuat kedua kakaknya hanya menggeleng pelan.
"Apaan, Kaje boleh manggil lo acil, padahal dia lebih pendek dari lo", protesnya. Ucapannya membuat Jefran atau yang biasa dipanggil Kaje oleh kedua adiknya itu tersedak.
"Ituu, pengecualian. Karna Kaje lebih tua dari gue. Lo ngga usah ikut manggil-manggil gue acil", larangnya pada Rain.
"Nyenyenye, nama lo terlalu bagus, nggak cocok sama tingkah dan akhlak lo, bagusan juga acil", ledeknya pada Biru, sebelum perang kembali dimulai, Andra lebih dulu melerainya.
"Udah-udah stop, diapain lagi Rain sama acil ?", tanya Andra.
"Biru !! Sabiru !! Apaan dah kalian ganti-ganti nama gue mulu", protesnya.
"Nyenyenye", ledek Rain sebelum menjawab pertanyaan Andra.
"Guyurin air ke kasur, padahal baru semalem gue ganti seprei bang, nambahin kerjaan gue aja lo !! Mentang-mentang gue jatah nyuci hari ini", keluhnya.
"Oh itu doang", respon Andra.
"Ya kan ? Ga parah, dia aja yang heboh", sahut Sabiru.
"Doang ? Heboh apaan sih ? Ya lo pikir aja pake otak lo yang ngga ada itu bang. Kemaren lo pergi renang sama temen-temen lo, udah lah tu nambah cucian. Belum lagi baju-bajunya bang Andra sama Kaje , masih ditambah lagi seprei yang basah karna ulah lo. Lo kayanya emang sengaja mau bunuh gue secara perlahan", ucap Rain dengan dramatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain(coat)
FanfictionTentang Rain- Selayaknya jas hujan yang melindungi pemakainya dari terpaan hujan yang begitu derasnya, begitupun seharusnya peran keluarga yang menjadi pelindung bagi semua anggotanya. Kalian ngeselin !! Tapi gue bersyukur punya kalian, jadi tolong...