Saat ini Winny sudah berada di IGD RS Kusuma Hadi bersama Arsen dan Mamanya. Dokter bilang kondisinya tidak terlalu parah hanya saja memang perlu menginap sehari sembari menunggu hasil observasi yang dilakukan tim dokter.
"Ma, Cia ini dimana sih?" Winny baru saja siuman setelahnya, wajahnya masih menunjukkan ekspresi pucat dan lemas.
"Di Rumah sakit sayang, tadi Arsen yang bawa kamu kesini katanya kamu pingsam di sekolah terus dia hubungin Mama"
"Arsen? Terus sekarang dia dimana Ma?" Tanya Winny mencari keberadaan kakak kembarnya.
"Tadi dia bilang mau hubungin Papa kamu dulu kalau kamu sakit."
"Apa Papa akan kesini Ma?"
Tania memandang putri kecilnya dengan ekpresi sukar ditebak, namun dilihat dari raut wajah sang Mama pun, Winny bisa menyimpulkan jika pria yang dia sebut Papa sangat enggan menjenguknya di RS.
"Eh udah bangun Ci? Gimana ada yang masih sakit? Gue panggilin dokter deh."
Winny menggeleng lemah saat suara dengan khawatir itu terdengar mendekat ke arahnya.
"Ma, tadi Arsen udah tanya dokter yang jaga katanya kamarnya udah siap, tinggal dipindah aja nunggu kesiapan suster ngurus berkas."
"Makasih ya Nak, yaudah kamu jaga adek kamu dulu, Mama mau ke tempat administrasi dulu." Saat Tania hendak meninggal tempat putrinya, tangan Arsen menahan tangan Tania sembari tersenyum.
"Mama ga perlu khawatir, biaya administrasi Cia udah Arsen urusin. Mending Mama jaga Cia aja, Arsen ada urusan keluar sebentar." Arsen melepaskan tangan Mamanya dan mengambil tas dia di samping kasur Winnya. "Mending Mama jagain Cia disini aja, kalau nanti udah dapet kamarnya, hubungin Arsen ya Ma. Udah Arsen pergi dulu Ma, Ci. Cepet sembuh lo." Imbuhnya lalu pergi meninggalkan Mama dan Adiknya itu.
****
Bagai sedang melihat televisi, iya itulah yang sekarang Nathan rasakan dikelas ini saat bu Lidya sedang asiknya mengajarkan soal seputar Hukum Newton seolah rumus rumus yang sedang diajarkan beliau menjadi dongeng pengantar tidur karena faktanya setelah pelajaran olahraga di jam pertama dan jam kedua adalah Fisika, anak-anak di kelasnya menjadi kehilangan semangatnya lagi. Selain karena itu, Nathan sendiri juga masih khawatir mengenai kondisi Winny, apakah gadis itu baik baik saja? Pasalnya sudah banyak chat yang dia kirim tidak hanya ke nomer Winny namun juga Arsen tapi tidak ada balasan sama sekali, jangankan dibalas, dibuka saja tidak."Baik anak-anak apa ada pertanyaan?" Sebuah rutinitas bu Lidya jika hendak mengakhiri kelasnya.
"Oke karena sepertinya kalian perlu banyak motivasi dipelajaran saya, jadi silahkan soal-soal dari halaman 35-37 kalian kerjakan ya, Aska tolong kumpulkan tugas mereka H-1 sebelum pelajaran saya lagi minggu depan aja. Terimakasih semuanya. Selamat siang."
Aska hanya mengangguk pasrah setelah mendapat amanat gurunya tersebut.
"Gak kaget gue kalo bu Lidya demen banget nyiksa muridnya gini." Keluh Bintang kepada sahabatnya Dika.
"Kayaknya gue salah masuk jurusan dah." Balas Dika yang sama-sama lemesnya.
Jevano sendiri yang melihat perubahan sikap Nathan pun menyenggol tangan Reza dan Haikal. Reza dan Haikal sendiri segera memposisikan atensinya kepada Jevano.
"Nath lo kenapa dah? Diem diem aja tumben. Itu juga buku lo tumbenan banget bersih." Tegur Reza kepada Nathan, Nathanpun hanya melirik tanpa minat menjawab
"Kepikiran Winny? Santai ajalah ada Arsen juga." Imbuh Jevano
"Eh tunggu deh kok aneh ya? Nath lo kok biarin Winny dianter Arsen ke Rumah sakit sih? Padahal kalo mau deketin Winny lagi ya, ini tuh kesempatan lo tau ga? Kenapa malah lo lepas terus kasih ke Arsen? Ga takut ketikung lo?" Kompor Haikal yang kemudian juga disadari Reza maupun Jevano. Nathan pun hanya menunjukkan senyum sekilas kepada para sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME, LOVE AND FAMILY
Jugendliteratur"Tempat berlindung terbaik itu adalah rumah lantas bagaimana dengan rumah yang hanya membuat luka?"