Part 30

3.6K 131 7
                                    

Seoul, Korea Selatan.

"Sal, udah selesai? Makan yuk" semenjak Dikta mengetahui bahwa ternyata Salsa dan Rony pernah menjalani hubungan spesial menjadikan ia memiliki kepercayaan diri untuk merebut hati Salsa. Setidaknya jika dibandingkan dengan  Rony yang baru satu bulan lamanya mengenal Salsa sudah  bisa meluluhkan perasaan sang pujaan apalagi ia yang sudah lama mengenal Salsa. Begitulah kepercayaan diri dari seorang Dikta.

"Kenapa sih dari kemarin kerja keras banget Sal? Masih belum lupain Rony?" Dikta yang sangat kepo

"Gue mau dateng ke  sidang temen gue di Jakarta hari Jumat ini Ta"

"Lah bukannya lo bilang gak jadi waktu itu?"

"Masalahnya temen gue yang tadinya gue minta gantiin itu dia juga gak bisa ternyata. Jadi setelah gue pertimbangkan lagi karena hari Jumat sepertinya gue bisa  kan nanti hari Minggu paginya gue bisa balik santai kesini" jelas Salsa

"Bukan harinya maksud gue. Kondisi lu udah aman? Kalau nanti ketemu Rony lo siap?"

"Lo gak mau ambil cuti juga? Biar gue gak sendirian ta." Salsa mengalihkan pembicaraan.

"Emang boleh Sal? Gue kan belum sebulan disini masa udah cuti aja." 

"Lah itu gue menawarkan"

"O! Iya deh si paling bos emang. Tapi kalau boleh gue mau Sal"sejujurnya dari awal Dikta  tidak menyukai jika Salsa harus menghadiri  sidang skripsi dari temannya, Tasya. Dia takut Salsa akan kembali dengan Rony dan ia tidak akan mampu bekerja sama dengan Salsa jika status Salsa sudah dimiliki orang lain.

"Oke pesenin tiketnya ta berangkat kamis malam balik Minggu pagi ya" Salsa

Tidak jauh berbeda dengan derita yang dialami Rony, Salsa pun selalu memadatkan aktivitas kantornya seperti tidak ada  esok atau lusa hari. Dia pintar mensiasati semua jadwal pekerjaan kantor yang dipenuhi kewenangan dari dirinya. Dikta yang baru akan menginjak dua puluh hari bekerja di Korea kini sudah hafal dengan seluruh pekerjaan atasannya itu karena selalu berulang dan  tidak pernah berseling dengan kegiatan lainnya. Walaupun ia sudah berusaha beberapa kali ingin memanfaatkan kegundahan hati Salsa tetap saja Salsa  menghiraukan apapun sikap spesial yang diberikan olehnya.

"Oh ya. Kalau lo mau duluan makan silahkan Ta" seperti saat ini Dikta yang selalu setia menunggu Salsa untuk melakukan kegiatan makan siang bersama di kantor.

"Terus lo kapan makannya?"

"Gue udah siapin makan gue di pantry tadi pagi gue bawa" Salsa masih belum mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

Kesabaran Dikta sepertinya sudah mulai kehabisan batas melihat perilaku Salsa yang setiap hari seperti tidak sedang menikmati hidup. Kerja. Kerja. dan Kerja. Dikta pun berjalan mendekati Salsa dan seketika mematikan aliran listrik pada saklar yang terhubung di ruang kerja Salsa pribadi.

"LO APA-APAAN TA??!! Hidupin lagi GAK" bagaimana Salsa tidak emosi pekerjaan yang ia sudah kerjakan hari ini sebagian besarnya belum ia simpan.

"Gak. Gue capek banget liat lo kayak gini Sal. Lo sendiri gak capek apa? Hah?!" Dikta berbicara tidak kalah emosinya dengan Salsa. Dia bahkan berani menunjuk wajah Salsa.

"Gue malah capek kalau gue diem aja. Udahlah jangan bikin gue tambah pusing. Mending sekarang lo nyalain lagi buruan gak!" Salsa kini sudah beranjak untuk menyalakan saklar itu sendiri. Tetapi emosi Dikta semakin meledak melihat sikap acuh yang Salsa tunjukkan.

"Duduk gak lo?! Dikta mencengkram erat dan menarik Salsa bersamaan ia hempaskan pula tubuh Salsa ke atas  kursi kantornya.

"AWSSH.. Ta kok lo kasar banget sih" Salsa yang bekerja terlalu keras belakangan ini merasakan sakit yang luar biasa pada seluruh bagian aktif tubuhnya termasuk lengan yang diperparah oleh cengkraman Dikta.

AKHIRNYA (after a long time)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang