28. Lo Nggak Sendiri

591 123 93
                                    

"Kata Ruto tangan lo mati rasa?"

Jihoon menatap bingung pada Seira yang kini sudah berdiri di depan tempat tidurnya, lelaki itu masih berusaha mengumpulkan nyawanya yang tertinggal di alam mimpi. "Nggak, tangan gue masih hidup," jawabnya dan dengan tanpa beban merenggangkan tangan ke depan Seira. "Lo ngapain ke sini pagi-pagi? Mana masih pake baju tidur. Mau lanjut tidur di sini?"

"Check up kapan? Udah daftar?" Seira dengan santai duduk di pinggir ranjang Jihoon.

Jihoon yang memang masih mengantuk dengan manja menggeser posisi tidurnya dan menjadikan paha Seira sebagai bantal. "Nanti jam 10," jawabnya dengan mata kembali terpejam, "lo yang anter yaaa, Yang."

"Iya," jawab Seira tanpa pikir panjang. Dan memilih untuk tetap diam dengan posisi duduk tegap, membiarkan Jihoon terlelap di pahanya.

Wajah tenang Jihoon menjadi objek utama yang mata Seira tangkap. Demi apapun, jemari perempuan itu sangat gatal ingin menelusuri seluruh bagian dari wajah Park Jihoon. Manusia tengil dengan tatapan menyebalkan itu kalau sedang terlelap memang terlihat begitu menenangkan.

Anehnya, pikiran runyam yang sejak malam mengganggu seketika berhenti mengusik Seira. Sekarang justru perkataan Haruto yang terus berputar di kepala perempuan itu. Dan menyebalkannya, pikiran Seira menyetujui perkataan Haruto tadi.

'Sei harus mulai menurunkan gengsinya, Jihoon juga berhak mendapatkan feedback yang sesuai dengan usaha lelaki itu.' Dua kalimat itu terus mendoktrin pikiran Seira.

Bahkan, dengan lancangnya Otak Seira juga memberikan bumbu-bumbu yang membuat perkataan Haruto semakin terdengar benar. Kata-kata seperti, 'Jihoon itu penyelamat yang lo harapkan sejak dulu,' 'Jihoon bisa bantuin lo buat sembuh,' 'Jihoon selalu ada buat lo, tapi Jihoon juga bisa tiba-tiba pergi kalau lo nggak perlakukan dia dengan baik.'

Kata 'Jihoon pergi' adalah hal yang paling Seira takutkan. Membayangkan kehidupannya di masa lalu saat tanpa Jihoon saja ia tak sanggup. Apalagi malau ia kembali ke masa-masa itu. Tidak! Sei tidak mau!

Dengan cepat kepala Seira menggeleng, ia mengusir pikiran tentang hidupnya yang dulu. Namun, pergerakan kepala Seira seketika terhenti saat Jihoon tiba-tiba saja mengubah posisinya.

Lelaki itu memeringatkan posisinya jadi menghadap ke perut Seira. Lengan kiri Jihoon juga sudah erat memeluk pinggang Seira. Dan tiba-tiba saja mulut Jihoon bergumam, "Gue kangen banget tau sama lo, Yang," saat sudah mendapatkan posisi yang nyaman.

Sedangkan Seira, jemarinya dengan ragu mengusap-usap kepala Jihoon. Sedangkan bibir bawah yang ia gigit erat tiba-tiba saja berkata, "Gu-gue juga kangen," dengan suara yang saaangaaat pelan.

Untungnya Jihoon masih bisa mendengar itu dengan jelas. Dan untungnya lagiii, Jihoon masih bisa menahan responsnya dan memilih untuk tetap tidur dan terlihat terlelap. Kali ini Jihoon mengambil langkah yang sangat tepat.

Seira yang berhasil menurunkan egonya itu memang tak memerlukan respons dari Jihoon. Gengsi Seira masih tinggi, kalau tadi Jihoon langsung membuka mata dan meminta Seira mengulangi perkataannya, sudah pasti yang ada Sei akan pergi dari kamar itu.

Jadi, pilihan Jihoon untuk berlagak tidak tahu apa-apa itu tepat. Iya hanya berlagak tidak tahu apa-apa, karena pada nyatanya pikiran dan hati lelaki itu sedang berpesta. Perut Jihoon seakan terdapat ratusan kupu-kupu berterbangan dan ribuan petasan meletup-letup di jantungnya. Sebahagia itu Park Jihoon saat mendengar pengakuan Seira tadi.

🌱

Sesuai rencana tadi pagi, Sei benar-benar mengantar Jihoon untuk melakukan medical check up. Mereka bahkan lanjut menikmati makan siang di restoran yang tersedia di lobi rumah sakit karena setelah ini mereka akan lanjut ke dokter syaraf.

FAKE FIANCE [Jihoon-Sei]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang