Bagi Jihoon, mendengar teriakkan Seira jauh lebih baik daripada suara bergetar Seira saat tadi meluapkan semua rasa khawatir. Sekarang saja Jihoon masih tetap berada di atas tubuh Seira dengan kaki sebagai tumpuan. Park Jihoon tak ada niatan untuk beranjak setelah membaringkan Seira di kasur.
Paham kalau Jihoon sedang menjailinya, Sei akhirnya ikut dalam permainan yang lelaki itu buat. Kedua lengan Seira yang masih mengalung di leher belakang Jihoon kini menahan pergerakan tubuh Jihoon ketika lelaki itu sudah selesai menjailinya. "Mau ke mana?" Tanyanya saat Jihoon mulai berusaha beranjak dari posisinya yang sekarang, namun kali ini ia gagal melepaskan diri dari pelukan Seira.
"Mau tidur," balas Jihoon masih berusaha melepaskan diri, "Yang, lepas!"
Baru kali ini Jihoon yang meminta untuk melepaskan diri, ia bahkan terlihat gelagapan saat posisi wajahnya begitu dekat dengan wajah Seira. Tubuh Jihoon yang hanya bertumpu pada lutut kanannya semakin berusaha bertahan agak tidak menindih tubuh Seira yang berada di bawahnya. "Yang, jangan macem-macem, deh," ucap Jihoon saat merasakan punggungnya dielus dengan gerakan sangat lambat oleh Seira.
Sedangkan Seira, perempuan itu merasa menang karena berhasil membuat Jihoon kelimpungan. Ia melepas kedua tangan yang sedari tadi masih asik mengalung dan bermain di punggung dan leher belakang Jihoon. Sei juga dengan kesadaran penuh menggeser posisi, memberikan ruang lebih luas untuk Jihoon.
"Sofa tengah tuh kalo dipake tidur nggak enak banget, besok pagi badan lo pasti bakalan remuk," ucapnya jujur, testimoni terpercaya karena Seira pernah tidur di sana.
Jihoon yang merasa pelukan tubuh Seira sedikit merenggang berhasil melepaskan diri. "Gue milih sakit badan dari pada besok patah tulang karena di-smackdown Om Jidi."
"Ini daerah kekuasan gue," balas Sei dengan posisi tiduran menyamping ke arah Jihoon, "mana mungkin Om Jidi tau."
Ini Jihoon betulan diuji. Perkara saat ulang tahun Seira mereka tidur di satu ruangan yang sama saja Jihoon sudah kelimpungan. Sekarang malah di ranjang yang sama. Sei nggak mikir kalau Jihoon ini laki-laki apa ya?
"Lo mikir apaan?" Sei menatap tajam pada Jihoon. "Tidur doang, merem!"
Sebagai manusia yang tidak terima kalau pikirannya dapat terbaca, Jihoon jelas langsung membaringkan tubuhnya di area kosong pada ranjang Seira. "Otak lo kali!" sewotnya.
Sei tak banyak peduli, perempuan itu masih tidur menyamping ke arah Jihoon yang ikut bergabung di atas ranjang dengan posisi membelakanginya. "Lo nggak kedinginan?" tanya Seira yang melihat Jihoon tidur dengan menindih selimut yang ia pakai.
"Tidur, Yang," balas Jihoon tak menjawab pertanyaan Seira, lelaki itu masih terus membelakangi Seira.
Sedangkan Seira berusaha menahan tawanya, perempuan itu semakin gencar mengganggu Jihoon. Sei bahkan dengan santainya menggeser posisi menjadi lebih dekat dengan punggung Jihoon. Seira juga sengaja menarik selimut yang Jihoon tindih dan menyelimuti setengah tubuh lelaki itu.
Jihoon sendiri memejamkan matanya dengan paksa, ia berusaha untuk tetap fokus dan tidak membalikkan badan apalagi sampai memeluk Seira dengan erat. "Tidur, Yang," sepertinya hanya itu yang bisa Jihoon bilang.
"Lo nggak mau ngobrol apa gitu sama gue, Ji?" Sei masih terus memancing Jihoon, telunjuk kiri perempuan itu bahkan dengan jailnya membentuk garis-garis abstrak di punggung Jihoon.
Kali ini Jihoon tidak terpancing. Lelaki itu tahu kemampuan dirinya, bahaya kalau sampai ia membalikkan posisi dan berakhir dengan tidur sembari menjadikan Seira guling sepanjang malam.
"Lo nggak kangen gue apa, Ji?" Sei masih terus memancing Jihoon. "Perasaan gue ngilang dari beberapa hari lalu, kenapa lo baru ngusulin sekarang, hah? Kemarin-kemarin ngerasa bebas nggak ada gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE FIANCE [Jihoon-Sei]
FanficSejak malam pertunangan, sejak Jihoon melihat Seira muncul dari balik pintu ballroom. Sejak saat itu dia tahu kalau Watanabe Seira memiliki arti sendiri untuk hidupnya. Jihoon tak pernah menjalin hubungan serius dengan perempuan manapun. Sayang, saa...