Son Sungyoon, senior PR Manager di salah satu perusahaan multinasional, anak bungsu dari dua bersaudara, tidak tertarik dengan hubungan asmara. Diusia menjelang kepala empat ini, ia masih betah untuk hidup sendiri. Bahkan, untuk kedepannya pun ia tak ada rencana untuk memiliki pasangan.
"Hari ini aku mau tenis sape siang, terus lanjut makan siang sama klien ya, Ma," izin wanita yang sudah mengenakan tenis skirt ungu yang berpadu dengan kaus polo senada. "Ei, kamu mau ikut sampe makan siang?"
Seira yang sedang sarapan langsung menggeleng sebagai jawaban. "Kayaknya aku makan siang di resto aja, deh. Tennis juga cuma bisa sampe jam 10, Tan," jelasnya di sela-sela mengunyah roti gandum berlumur selai blueberry.
Tadi malam Seira memang menginap di rumah keluarga mamanya Jihoon. Sebagai cucu mantu dan keponakan mantu kesayangan, jelas Sei disambut baik oleh nenek dan tantenya Jihoon. Bahkan, kedua wanita itu jauh lebih sayang pada Seira daripada Jihoon.
"Nanti kamu pulang sama siapa, Ei? Sungyoon, kan, sampe siang?" Gurat khawatir langsung terlihat jelas saat nenek mendengar jadwal cucu mantunya berbeda dengan anaknya. "Kamu bawa mobil juga?"
"Gampang, Nek. Nanti Ei bisa naik ojol--"
"Nggak!" dengan cepat nenek menyela perkataan Seira. "Suruh Jihoon jemput aja. Pokoknya nenek nggak izinin kamu naik ojol. Mending nanti sopir Nenek jemput aja!"
Seira memang sudah seperti harta yang paling berharga untuk keluarga mamanya Jihoon. Baik Nenek, Mama Yejin dan Tante Sungyoon, ketiganya benar-benar memperlakukan Sei dengan baik. "Nggak usah, Nek. Gampang, deh, liat nanti jam 10 aja."
Tante Sungyoon yang sudah selesai sarapan langsung menyiapkan dua raket tenis untuknya dan Seira. "Ei, kamu pake yang ini ya, masih baru, nih. Tante beliin khusus buat kamu," jelasnya yang memang begitu antusias saat Seira bilang ingin ikut latihan tennis.
Bahkan, tak hanya raket tenis. Tante Sungyoon juga membelikan baju, tenis skirt, kaus kaki, sepatu hingga topi untuk Seira. Pokoknya semua yang Sei pakai untuk latihan Tenis perdananya itu baru. Sponsor dari Tante Sungyoon.
"Ei, nanti pulangnya dijemput Jihoon aja," Nenek masih memikirkan tentang nanti bagaimana Seira pulang selepas latihan tenis, "Nenek yang telepon Jihoon."
Dengan cepat Seira menggeleng. "Jangan, Nek. Ei soalnya nggak bilang mau latihan tenis, Jihoon juga hari ini ada event sama anak-anak drifting."
"Kamu nggak izin ke Jihoon, Ei?" Tante Sungyoon yang sudah siap berangkat menoleh sepenuhnya saat mendengar perkataan Seira.
"Loh? Emang aku perlu izin ke Jihoon?"
Dengan cepat Tante Sungyoon menggeleng, ia bahkan mengacung ibu jarinya. "Nggak, lah! Buat apa izin ke Si Jihoon. Emang dia siapa kamu? Lagipula kalaupun dia ngelarang, itu manusia nggak ada hak buat ngatur kamu."
Ini yang buat Sei sangat mengidolakan Tante Sungyoon. Pola pikir wanita berusia 38 tahun ini sangat sejalan dengannya. Hidup bebas tanpa lelaki, hidup bahagia meski sendiri, itu adalah motto hidup Son Sungyoon.
"Ayok, Ei. Kita harus pemanasan dulu di sana."
Seira yang sudah selesai sarapan jelas langsung mengangguk. Meskipun kurang nyaman dengan skirt di atas lututnya, tetapi itu tak menghalangi Sei untuk lanjut mengikuti langkah Tante Sungyoon. Pokoknya panutan Seira sekarang itu Son Sungyoon!
🌱
Dibanding berolahraga, Seira jauh lebih sering duduk sambil terpana menonton Tante Sungyoon tanding tenis. Demi apapun, Sei semakin terpesona dan semakin yakin untuk menjadikan tantenya Jihoon itu sebagai role model.
"Ei, kamu jam 10 mau langsung ke Sei'Ra Meats?" Set kedua telah Tante Sungyoon selesaikan. Ia langsung mendekati Sei yang duduk di pinggir lapangan. "Bawa mobil Tante aja, gih. Tante nanti sama temen--"
"Nggak usah! Ei pulang sama aku." Jihoon tiba-tiba saja muncul dan melangkah menghampiri Seira dan Tante Sungyoon. Kening lelaki itu sedikit mengerut saat melihat pakaian yang Seira. "Pulang sekarang aja, Ei."
Tante Sungyoon jelas langsung mencibir perkataan Jihoon. Wanita itu bahkan masih sempat menoyor kepala ponakannya. "Baru juga jam sembilan," nyinyirnya bahkan mengeluarkan nada sinis. "Pulangnya nanti jam 10 aja, Ei."
"Okay," balas Sei dengan mudah menuruti perkataan Tante Sungyoon dan setelah itu menoleh pada Jihoon, "lo kalo sibuk balik aja! Gue nanti naik ojol atau minta jemput Haruto."
Kali ini Jihoon yang merenggut sebal, namun setelah itu ia pasrah mengikuti Seira dan duduk di sebelah perempuan itu. "Nggak semua yang idola lo suka harus lo ikutin," sindir Jihoon sembari melepas jaketnya untuk menutupi paha Seira.
"Kalo Tante Sungyoon semua harus gue ikutin. Cara napasnya aja patut gue tiru," balas Seira yang fokus memperhatikan tantenya Jihoon di lapangan. Tatapan berbinar dan senyum bangga Seira bahkan tak pernah pudar saat memperhatikan gerak-gerik Tante Sungyoon. "Bahkan tadi pagi pas lagi pemanasan aja gue makin ngeidolain dia."
Jihoon menghela napas, ia semakin sulit mendapatkan Seira kalau sampai perempuan itu mengikuti pola pikir Tante Sungyoon. "Emang tadi pagi itu Tante-tante ngelakuin hal gila apa lagi?" tanya Jihoon skeptis.
Berbeda dengan tatapan malas Jihoon, Seira justru sangat antusias menceritakan kejadian tadi pagi, saat ia baru saja tiba di lapangan. "Tante Yoon ketemu sama ibu-ibu. Eh, kayaknya seumuran sama Tante Yoon, deh. Pokoknya dia dateng sama anak dan suaminya."
Jihoon semakin ketar-ketir, lelaki itu yakin kalau sang tante pasti sudah mencuci otak Seira. "Terus?"
"Terus si ibu-ibu itu bilang, 'Loh, weekend kok nggak quality time sama keluarga?' terus ada nyindir juga bilang, 'nggak ada rencana buat nikah' gitu." Seira bercerita dengan suara pelan, bahkan hampir berbisik, tetapi masih tetap dengan nada dan penekanan serta ekspresi khasnya. "Lo tau nggak balasan Tante Yoon apa?"
"Apa?"
"Tante Yoon cuma senyum dan muji keluarga wanita itu," cerita Sei dengan semangat, "tapi si wanita itu makin bangga gitu, bahkan nyombongin keluarganya."
Dengan cepat Jihoon memotong perkataan perempuan itu, ia sudah was-was tentang yang membuat Seira semakin mengidolakan tantenya. "Terus bagian mana yang bikin lo makin ngeidolain Son Sungyoon?"
"Nah ini, bagian pas si ibu-ibu banggain anaknya, terus anaknya malah bikin ulah, sampe si anak nabrak mas-mas lagi nyiapin bola sampe bolanya acak-acakan."
"Ngeidolain bagian mana?" Jihoon ini beneran nggak sabaran buat tau alasan Sei makin ngeidolain tantenya.
Seira berdecak sebal, perempuan itu gemas ingin memukul Jihoon yang tidak sabaran. "Sabar!" sentak Seira sebal, perempuan itu bahkan memukul paha Jihoon. "Tante Sungyoon pas anaknya si ibu jatuh dia bilang, 'Aduh, gue duluan ya. Itu anaknya coba dijaga, takut ganggu orang kerja. Ayok, Ei! Kita quality time tanpa bocah dan nikmati hidup pake uang sendiri, tanpa tumpuan suami' udah itu dia pergi dengan jumawa."
"Apa yang bikin lo makin idolain Tante Yoon?"
Seira melirik sinis, "Ish, bodoh!" sewotnya gemas ingin menoyor Jihoon. "Respon Tante Yoon itu looh, dia nggak panas pas si ibu-ibu pamer, tapi pas anaknya berulah dia langsung bales dendam."
"Orang kayak gitu lo idolain--"
"Harus, lah!" sela Seira dengan yakin dan tapa pikir panjang. "Hidup bebas tanpa lelaki, hidup bahagia meski sendiri." Perempuan itu dengan penuh rasa bangga merapalkan moto Tante Sungyoon.
Jihoon menghela napas. "Padahal gue punya dua Tante, kenapa malah Tante Yoon yang lo idolain, sih. Kan, masih ada Tante Anna."
"Hidup Tante Anna terlalu sempurna, mustahil ada copyan Om Johoo di dunia ini," balas Seira dengan tatapan lurus tapi begitu kosong, karena ia tak lagi fokus menatap Tante Sungyoon.
Role model Seira memang Tante Sungyoon, tetapi hati kecil perempuan itu ingin memiliki kehidupan seperti Tante Anna. Meskipun impian itu selalu ia kubur dalam-dalam dan tidak pernah berharap untuk bisa berada di posisi Tante Anna.
Tbc
Tau kan ya seindah apa kehidupan Tante Anna😺
Suami bucin, anak 4 ganteng-ganteng + cantik. Family goals banget pokoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE FIANCE [Jihoon-Sei]
FanfictionSejak malam pertunangan, sejak Jihoon melihat Seira muncul dari balik pintu ballroom. Sejak saat itu dia tahu kalau Watanabe Seira memiliki arti sendiri untuk hidupnya. Jihoon tak pernah menjalin hubungan serius dengan perempuan manapun. Sayang, saa...