19. Perang

460 122 6
                                    

Haruto dan Asahi menatap tanpa kedip pada makhluk berbulu yang terlelap dengan santai di tempat tidur dari rotan serta bantalan yang empuk. "Keponakan lo nambah satu lagi, To?"

"Iye, Empat manusia, satu masih berbentuk janin, satu lagi kucing oyen," balas Haruto malas, lelaki itu bahkan berkali-kali memghela napas. "Ya udah lah, ya. Lumayan gue punya satu tumbal kalo ada ujian praktik, nggak mungkin gue periksa anak manusia, kan."

Sore ini Haruto dan Asahi kembali numpang makan di restoran Seira. Namun, ada satu makhluk asing yang mengganggu perhatian keduanya. Kucing oren betina yang tingkahnya tengil banget, kerjaan itu meong cuma tidur sama natap garang semua makhluk yang berada di sekitarnya. 

"Muka KKB banget itu kucing," nyinyir Haruto dan langsung mendapatkan tatapan bingung dari Asahi. "Kucing kaya baru," Dengan penuh dengki Haruto menjelaskan arti KKB. 

Kalau dipikir-pikir, Si Golden ini memang seperti OKB. Drajatnya diangkat menjadi kucing kaya, padahal dulunya dia kucing yatim piatu liar di jalanan. Sialnya muka si Golden ini songong kayak papinya, jadi dia keliatan kayak kucing angkuh yang lupa masa susah. 

"Si Mao nggak akan ke sini?" tanya Seira yang datang dengan tangan membawa nampan berisi banyak makanan untuk Asahi dan Haruto. "Itu manusia gue liat-liat makin semangat ngurus bisnis salon."

Asahi mengangguk setuju, "Makin seneng Mami, berasa dapet jackpot, mana otak Mao kepake banget buat bikin konsep yang menarik, dari promo, sampe endorse semuanya dia handle," jelasnya sembari menikmati rice bowl dengan topping irisan daging sapi asap dan sambal ijo. 

"Lo kagak ada rencana ikutan mikir normal kayak Mao, Ru?" sindir Seira melirik pada Haruto yang sudah menikmati makanannya. "Minimal satu, lah, bisnis keluarga lo pegang. Pom bensin, noh."

Seakan perkataan Seira bukan untuknya, Haruto tak banyak peduli, remaja itu justru mengomentari sambal teri yang rasanya terlalu pedas. "Ini teri apaan, sih? Terima jadi?" tanyanya dan langsung mendapatkan toyoran dari Seira. 

"Minimal bantu Mara pegang hotel, tuh!" Masih berusaha mendoktrin Haruto, Sei memberi salah satu posisi. "Kan, sekalian belajar, sekalian deketin Mara."

Asahi menjentikkan jarinya, ia menyetujui saran dari Seira. "Lumayan, Ru! Sekarang, kan, jarang ketemu Mara kalau kuliah." Dengan mulut sibuk mengunyah makanan, lelaki itu dengan antusias menghasut Haruto, 

"Tumben energi lo agak full," Sei melirik sinis pada Asahi, "abis dapet kebahagiaan apa dari Winter?" Tatapan penuh tuduhan Seira beri pada Asahi. 

Senyum Asahi seketika terbit dan itu tentu membuat Seira menatap jijik pada lelaki itu. "Gue satu kelompok sama Winter dooong," pamernya dengan angkuh dan senyum yang masih terus bertengger. 

"Kan, sebelumnya juga udah pernah," balas Seira datar, ia ingat betul dengan cerita-cerita Asahi dan kisah cintanya dengan Winter.

"Weeeh, kali ini beda!" Berbeda dengan tingkah Asahi biasanya, kali ini lelaki itu betulan full charge. "Sekarang anggotanya cuma ada dua, gue sama dia, daaan ini yang paling penting ...," seakan memberi kesan penasaran pada Asahi dan Seira, "anggota kelompoknya bebas, dan Winter yang duluan ngajak GUE!" Dengan penuh semangat Asahi berteriak dengan semangat seakan itu adalah selebrasi. "Gue dipilih Winter!"

Hanya Asahi yang bahagia, sedangan Seira dan Haruto menatap datar, tanpa ada ekspresi apapun. "Oke ...," ucap Seira dan memilih untuk menikmati kopinya, "sukses deh buat tugas lo."

Melihat respon tak menyenangkan dari Haruto dan Seira, Asahi sudah siap mereog. Namun rencananya sekektika sirna saat mendengar ponsel Seira berdering. 

FAKE FIANCE [Jihoon-Sei]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang