30

1.8K 222 34
                                    

Kelopak mata yang diselimuti oleh bulu mata lentik itu mengerjap pelan sebelum terbuka sepenuhnya, dan pemiliknya disambut dengan langit-langit kamar yang nampak familiar.

Doyoung jelas masih ada di kamarnya, pingsan karena dehidrasi dan kelelahan tidak lantas membuat keluarganya melarikannya ke rumah sakit terdekat.

Ia hanya butuh makan dan asupan cairan yang cukup karena terus menangis tanpa henti selama berhari-hari, dan di sebelahnya, terdapat tersangka dari semua kesedihannya, duduk diam seolah tidak memiliki dosa apa-apa.

"Doyoung?" Mendengar suara Junghwan, membuat Doyoung mual seketika.

Yang dipanggil mulai menarik napas panjang sebelum ikut bicara, "Ngapain lo masih ada di sini?" Tanyanya tanpa menoleh sama sekali.

"Aku nemenin kamu, kak Hyunsuk bilang kalau kamu gak keluar kamar berhari-hari, dan kamu pingsan begitu ketemu aku tadi siang."

Doyoung tahu Junghwan bodoh, tapi ia tidak menyangka kalau mantan kekasihnya itu sebodoh ini karena alasan terbesar dari semua kesakitan yang ia rasakan adalah dirinya sendiri.

"Pergi." Perintah Doyoung.

"Tapi Doyoung, aku-"

"Gue gak butuh lo, mending sekarang lo pergi dari sini." Ucap Doyoung lagi sembari berusaha bangun dari tempatnya berbaring.

"Maafin aku Doyoung, aku beneran minta maaf atas semuanya tapi please dengerin aku dulu, aku bisa jelasin-"

Ucapan Junghwan berhenti sebab Doyoung yang tiba-tiba melempar kain lembab bekas kompresan tepat ke depan wajahnya.

"Pergi dari sini dasar brengsek! Gue gak mau liat muka lo lagi!" Suara Doyoung masih terdengar lemah walau dipenuhi amarah.

Junghwan mengusap wajahnya yang sedikit basah sebelum kembali menatap Doyoung yang terduduk di atas kasur, "At least aku harus mastiin kalau kamu makan dulu, tadi kak Hyunsuk anterin bubur." Ucap Junghwan, kali ini sambil meraih mangkuk yang ada di atas meja sebelah ranjang.

"Mau makan sendiri? Atau aku suapin?" Tanya Junghwan.

Andai Junghwan tahu kalau Doyoung lebih ingin melempar benda kaca itu ke wajahnya, sedikit brutal memang tapi itu jelas tidak sebanding dengan semua penderitaan yang Doyoung rasakan karena kebodohan Junghwan.

"Pergi, gue bisa makan sendiri."

Namun Junghwan tetap tidak menurut dan malah duduk di sisi kosong ranjang sebelah Doyoung, mengaduk bubur di dalam mangkuk dan mulai meniupnya pelan.

"Aku suapin." Ucap Junghwan dengan sendok bubur di depan mulut Doyoung, dan dengan cepat Doyoung menyingkirkan benda itu dari depan wajahnya, menimbulkan suara gemerincing kuat karena besi yang beradu dengan lantai di bawah.

"Pergi, Gue harus ngusir berapa kali supaya lo pergi dari sini?"

Helaan napas berat keluar dari mulut Junghwan, ia meletakkan wadah berisi makanan ke atas meja lalu meraih sendok yang kini berserakan di bawah, meraih beberapa helai tisu untuk membersihkan kotoran yang juga ada di sana.

"Bentar, aku ambilin sendok yang baru." Ucap Junghwan, tidak menanggapi usiran Doyoung dan mulai melangkah keluar dari kamar.

Tidak butuh waktu lama hingga Junghwan kembali masuk ke dalam ruangan, lengkap dengan sendok bersih juga obat beserta gelas berisi air hangat di tangan.

Pemilik kamar kini tengah duduk di sofa panjang yang terbentang di depan jendela, menatap laut tenang di depan dan tidak menghiraukan eksistensi Junghwan yang siap mengganggu ketenangan.

We Got Married [Hwanbby] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang