𝟭𝟳. kenyataan dibalik hujan

36 3 10
                                    


Selamat Membaca♡

•••

"Liv lu duluan aja ke rumah Mentari, gue masih mau ngobatin kaki gue" kata Aruna pada Livia yang sedang bercermin di meja riasnya.

Livia mengangguk.

"Diluar hujan ngak sih" celetuk Livia sambil membuka gorden kamar Aruna.

Aruna ikut memandang keluar jendela kamarnya.

"Lah iya, mana deras lagi!" seru Aruna setelah itu menatap kearah kakinya.

"Kalau gitu gue pergi dulu yah na, lo hati - hati ketauhan" pamit Livia yang bersiap untuk berteleportasi ke rumah Mentari.

"Yaudah bye jangan sampe nyasar lu liv" balas Aruna sambil melambaikan tangannya.

Livia terkekeh lalu menghilang dari sana.

"Awh perih juga yah" gumam Aruna sambil menuangkan obat ke lukanya yang setengah kering.

Saat luka di kaki sedang perih - perihnya karena habis terkena minyak herbal milik ayahnya yang pedihnya dapat membuat siapa saja mencakar dinding. Aruna malah mendengar keributan di luar rumahnya.

"Shh ya Allah perih banget ya ampun itu kan suara papa sama mama" ringis Aruna yang terpaksa bangun dari duduknya dan mengintip keluar rumah.

Dari jendela kamarnya Aruna melihat ke dua orangtua-Nya yang sedang berdebat, disebelah ibu Aruna berdiri seorang lelaki yang sangat Aruna benci.

"Ugh laki - laki setan! Ngeselin banget sih" gerutu Aruna sambil menatap tajam lelaki di luar rumahnya.

"Kalau kaki gue ngak luka kayak gini udah gue samperin tuh mereka, gue smackdown tuh laki! Apa ngak bosen dia gangguin emak gue mulu-eh itukan gue" lanjut Aruna yang sedikit kaget melihat dirinya dan ke dua adiknya yang tiba - tiba turun dari mobil.

Aruna melirik kearah kalender pink di dinding kamarnya.

"Hadeh ternyata ini hari itu, hm gue tebak pasti ngak lama lagi istrinya abu lahab itu bakalan dateng sambil ngedrama" celetuk Aruna yang ingat hari - hari buruknya di masa lalu.

Aruna menutup matanya, gadis berambut cokelat tersebut mencoba menenangkan dirinya sendiri yang mulai terbawa emosi dengan perdebatan yang terjadi di depan rumahnya terlebih lagi saat melihat adik bungsu yang sangat disayangnya gemetar ketakutan sambil menyembunyikan wajah di belakang tubuhnya.

"Dari pada gue meledak disini mending gue-" gumam Aruna terhenti saat melihat Malik yang berlari masuk ke dalam rumah.

Aruna panik sendiri, dia mulai memikirkan tempat yang akan segera ditujunya.

"Sekolah?" gumam Aruna lalu menggeleng cepat.

"Baju kek gini mo ke sekolah? Mau di taro dimana muka gue ntar kalau ngak sengaja ketemu sama kak Jaya" katanya lagi sambil melirik pakaiannya.

Aruna panik begitu melihat kenop pintu kamarnya yang mulai bergerak.

Aruna yang kebingungan langsung teringat sebuah pohon bunga yang sedikit rimbun. Pohon tersebut terletak tepat dua meter dari pagar rumahnya.

𝗪𝗮𝗹𝗸 𝗜𝗻𝘁𝗼 𝗧𝗵𝗲 𝗣𝗮𝘀𝘁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang