Markas untuk Plan B

74 10 5
                                    

“Nilai seorang manusia terletak pada tanggung jawab dan loyalitasnya, keduanya berasal dari hal yang sama, Kejujuran. Sayangnya kini kejujuran itu yang justru langka. Jadi saat menemukan satu orang dengan kualitas itu, gue bisa sangan royal. Karena, uang tak bisa membeli kualitas itu.” -Kim Seungcheol-

*****

“Impostor?” gumam Seungcheol mengulang perkataan Woozi.
Ini yang paling Seungcheol benci, penghianat.

Melihat Seungcheol yang tertegun dengan wajah datar, membuat kedua orang lain di mobil itu merasa tak nyaman. Bukannya menenangkan mereka justru sadar telah menambah beban pikiran sang Leader.

“Kita pergi sekarang? Sowon udah pergi juga tuh,” tanya Woozi mencoba mengalihkan pembicaraan.
Seungcheol mengalihkan pandangannya pada mobil SUV yang kini sedang bergerak menjauhi mereka.
“Pergi, Zi. Gue lelah sama tempat ini.” Perintah singkat itu membuat Woozi menurut tanpa banyak bicara.

Bagi Woozi, ini bukan kali pertama sahabatnya mengungkapkan hal itu. Karena, bagi Seungcheol kekayaan Kim Company meskipun berkah terasa seperti kutukan. Luka dan duka yang tak pernah terpisahkan.
Ingin rasanya lelaki itu pergi, sayangnya Seungcheol belum punya kuasa untuk lepas dari cengkraman sang Ayah.

Mobil yang dikemudikan Woozi bergerak meninggalkan area perusahaan, melaju dengan kecepatan sedang dan sangat tenang. Diam-diam Woozi memperhatikan mobil Sowon yang berada tak jauh di depan mereka.
Sebelum Woozi bertanya kemana tujuan mereka, Seungcheol kembali angkat bicara.

“Kita pergi ke apart gue yang di Hongdae aja,” titahnya dengan tatapan kosong.
“Eh?” pekik Woozi terkejut. Dengan segera dia mengambil jalur kiri dan menuju arah yang diperintahkan, untung saja mereka tak melewatkan persimpangan yang harus dilalui.

“Kenapa, Hyung?” tanya Mingyu sambil mencondongkan badannya.

Seungcheol menoleh sekilas sebelum menjawab, “Ayah ngawasin gue kan? Kalau gue gak ada di jangkauannya, pasti dia lebih curiga,” jawabnya.

“So, kita bakal bikin apart lo jadi markas?” tanya Woozi menimpali.
Pasalnya dia tahu Seungcheol tak suka apartemen itu dimasuki orang asing. Itu salah satu zona nyaman Seungcheol dan area privasinya.
FYI, Woozi belum pernah diizinkan untuk masuk ke apartemen di Hongdae.

“Ngarep lo?” sahut Seungcheol dengan wajah datarnya.
“Lah, terus?” Woozi sedikit menoleh dengan kening berkerut.
“Gue mau beli unit lain. Kayaknya harus yang lebih besar. Gimana nanti deh, yang penting masih di komplek yang sama,” jelas Seungcheol masih dengan ekspresi datar.

Di belakang, Mingyu membulatkan bibirnya penuh rasa takjub. Dia tak mengira Seungcheol benar-benar sekaya itu sampai membeli apartemen saja seperti jajan tanghulu.

“Apa nggak sebaiknya kita sewa aja?” tanya Woozi dengan tenang.
“Kenapa?” Seungcheol dan Mingyu bertanya bersamaan.
“Kalau lu beli, otomatis list properti lo nambah. Siwon samchon bakal curiga juga kan? Kalau kita sewa, nama lo bersih,” jelas Woozi.
“Betul juga, setuju deh.” Seungcheol semudah itu menyetujui ide Woozi.

Mingyu hanya mengangguk-angguk mengikuti obrolan itu.
“Eh, apa gue beli pakai nama Seokmin atau Mingyu aja?” tanya Seungcheol kemudian.
“Gue?” tanya Mingyu dengan mata bulan dan jari telunjuk yang menunjuk dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian senyum Mingyu merekah.

“Atas alasan apa? Bukankah mencurigakan kalau lo tiba-tiba beliin mereka properti?” tanya Woozi tetap kritis.
Seungcheol diam, terlihat berpikir dengan serius.
“Nggak ada. Gue sering ko beliin Seokmin barang-barang yang sama kaya gue tanpa alasan,” jawabnya dengan wajah polos.
“Really?” pekik Woozi tidak percaya. “Tapi ini apart loh! Coba barang terakhir yang lo beliin buat Dokyeom secara tiba-tiba apaan? Jangan bikin Siwon Samchon curiga,” lanjutnya.

Leader : Light In The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang