Rahasia

81 5 3
                                    

“Abeoji!” Seungcheol tersentak bangun karena mimpi buruk.
Dia duduk di kasur nya sambil mengucek mata kanan. Saat kesadarannya mulai pulih, Seungcheol mendengar suara mobil sang Ayah yang sedang dipanaskan.
“Aku harus pergi,” gumamnya sambil bersiap. Tak lupa Seungcheol membawa tas yang sudah disiapkannya.
Seungcheol keluar kamarnya lalu mengendap-endap dan keluar lewat jendela dapur. Kemudian menunggu sang Ayah keluar dari area rumah, setelah itu barulah dia keluar area rumahnya melalui pintu pagar samping.
Setelah berhasil keluar, barulah dia menggunakan sepatu dan berlari menuju gang yang tak jauh dari rumahnya. Jalan itu hanya muat untuk satu mobil, terdapat parkiran umum yang tak begitu jauh dari jalan utama.
Seungcheol segera berjalan menuju sebuah mobil yang terlihat cukup tua, namun kondisinya masih bagus. Kendaraan itu biasanya digunakan Seungkwan atau dia saat ingin pergi diam-diam dari orang tua mereka. Mobil itu atas nama Jun, kenapa? Karena dulunya itu mobil Jun.
Seungcheol langsung tancap gas, takut sang Ayah pergi terlalu jauh. Di persimpangan pertama dia masih bisa melihat mobil Siwon, meskipun jaraknya cukup jauh.
“Untung gak pakai motor, masuk tol soalnya.” Seungcheol bergumam sendirian. “Kenapa dia sepenting itu untuk Ayah? Apa asumsi Jun sama Minghao bener ya?”
Seketika Seungcheol teringat mimpi yang membuatnya terbangun. Dia melihat sang Ayah ditikam sosok pria muda yang tak jelas wajahnya.
“Apa memang Ayah punya anak lain?” tanya Seungcheol pada dirinya sendiri.
Terlihat raut kesedihan di wajah seriusnya. Selama ini, Seungcheol selalu menjaga jarak dari keluarganya. Apalagi setelah kasus kecelakaan Seungmin.
Dia merasa keluarganya terlalu baik untuk manusia sepertinya. Khususnya sang Ayah. Seungcheol merasa Ayahnya sangat baik, bahkan setelah kehilangan Seungmin. Tak terlihat satu pun kesan yang menyalahkan Seungcheol.
Siwon memang tak pernah terlihat membeda-bedakan Seungcheol atau membencinya.
“Tapi kayaknya, aku nggak pernah bener-bener tau siapa Ayah,” ucapnya dengan pilu.
Entah mengapa, Seungcheol merasa tidak nyaman dengan sang Ayah. Merasa ada tembok pembatas dan topeng tak kasat mata di antara mereka.
Mobil yang dikendarai Seungcheol terus mengikuti sang Ayah, melaju menuju ke daerah Daegu. Untuk jarak tempuh yang tidak begitu jauh, cukup aneh mengapa Siwon memilih waktu hampir tengah malam dan mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimal.
Setelah dua jam berkendara, mobil yang dikemudikan Siwon terlihat memasuki rest area. Seungcheol pun tentu saja mengikuti.
Siwon turun dari mobilnya dan menuju ke sebuah toilet umum. Seungcheol terus mengikuti sang Ayah.
“Untung deh, bisa beli makanan dulu,” ujar Seungcheol saat berada di stand makanan.
Siwon terlihat keluar dari area toilet dan masuk ke area makanan. Pria paruh baya itu terlihat memesan roti dan kopi.
Seungcheol buru-buru kembali ke mobil. Menurutnya menunggu di mobil akan lebih aman.
“Jangan sampai kehilangan jejak!” serunya pada diri sendiri.
15 menit kemudian, Siwon kembali ke mobilnya dan melanjutkan perjalanan. Tanpa diduga, gerimis turun. 
Mobil yang Siwon kendarai kini menuju pintu keluar. Saking fokusnya, Seungcheol tak sadar mereka sudah sampai ke daerah Daegu.
“Hujan banget nih? Drama gini,” gerutunya sambil terus berusaha fokus.
Mobil yang dikendarai Siwon keluar dari  jalan tol Gyeongbu menuju ke jembatan Geumho, mengambil jalur kiri untuk masuk ke kawasan Bubiksan dan kembali belok kiri ke jalan yang lebih kecil melewati kawasan baseball Bongcheon. Terus melaju melewati jembatan Haelyang menuju sebuah perkebunan dan berhenti di sebuah rumah makan yang tak jauh dari jembatan.
Seungcheol sempat terdiam sebentar, sebelum akhirnya memilih untuk melajukan mobilnya menuju sebuah jalan kecil yang hanya terlewat tiga rumah dari sana. Seungcheol memarkirkan mobilnya di jalan kecil itu.
Sebuah keberuntungan karena dari tempatnya saat ini dia bisa melihat ke tempat makan yang dimasuki Siwon.
Seungcheol mengeluarkan teropongnya, dilihatnya sang Ayah masih menunggu sendirian. “Apa Mr. Kim belum datang?” gumamnya lagi.
Saat sedang menunggu, dari arah ujung jalan kecil itu tepatnya dari kawasan perbukitan Seungcheol melihat cahaya redup seperti senter.
Dia merebahkan tempat duduknya dan berpura-pura tertidur. Menghindari kemungkinan orang itu akan mengintip ke dalam mobilnya untuk menegur keberadaannya.
Semakin lama cahaya itu semakin mendekat, Seungcheol beruntung ternyata orang itu tak menuju ke mobilnya. Mungkin karena sedang gerimis juga.
Seungcheol kembali duduk dan memperhatikan sosok yang melewatinya. Dari fisiknya seungcheol yakin itu adalah Mr. Kim.
Setelah dirasa jarak mereka cukup aman, Seungcheol keluar dari mobilnya dengan menggunakan jas hujan.
Malam itu sangat dingin, kabut sedikit turun menutupi pandangan. Jalanan di sekitar sangat sepi, tak ada satupun mobil yang lewat.
“Apa gue harus masuk ke sana?” gumam Seungcheol ragu.
Tempat makan itu cukup kecil, meski begitu ada beberapa pengunjung yang makan sendirian. Mungkin mereka yang sedang dalam perjalanan.
Ada dua pintu masuk, di sisi depan dan belakang. Karena dia melihat sang Ayah dan Mr Kim masuk lewat sisi belakang, Seungcheol memilih masuk ke pintu depan. Beruntung kursi yang tersedia berada di dekat jendela dan membelakangi mereka.
Namun keberuntungan itu tak lama, beberapa saat kemudian keduanya masuk ke sebuah ruangan yang terletak lebih dalam.
“Ah, sial!” gumam Seungcheol kesal.
Seungcheol memanggil seorang pelayan dan bertanya mengenai ruangan khusus itu. Sayangnya hanya ada dua ruangan dan semuanya penuh.
“Kalau gitu saya pesan menu andalan kalian ya,” jawab Seungcheol menutupi kekecewaannya.
Saat pesanan datang, Seungcheol tak bisa menahan diri untuk ke toilet. Pelayan menunjukkan arah ke kamar mandi mereka.
Sekembalinya dari toilet, Seungcheol baru menyadari jika lorong yang dia lewati letaknya berada di belakang ruangan khusus.
Seungcheol mengamati sekitarnya, tak ada yang lewat. Lorong itu bukan jalan yang dilewati para pelayan menuju ke dapur.
Perlahan Seungcheol mendekatkan telinganya ke tembok di sampingnya.
“Kedengeran! Ini bangunan semi permanen!” pekiknya dalam hati.
Seungcheol berusaha menajamkan pendengarannya. Dia tak ingin melewatkan satu informasi pun.
Brak!
Sepertinya siwon memukul meja dengan keras, pertanda situasi di dalam ruangan itu sedang tidak baik-baik saja.
“Sudah saya bilang berulang kali, awasi anak itu dengan baik!” Siwon terdengar marah.
“Maaf, Tuan. Tapi Shion bukan anak kecil lagi. Saya tidak bisa mengikutinya sepanjang waktu,” sahut Mr. Kim dengan lirih.

Deg!
Mendengar nama Shion membuat jantung Seungcheol berdegup kencang, kecurigaannya selama ini ternyata memang benar. Ayahnya memang ada hubungan khusus dengan anak di foto itu.
Kepalanya dibanjiri banyak pertanyaan sehingga membuatnya kesal sendiri. Seungcheol ingin pergi dari tempat itu sekarang juga, rasanya dia tak sanggup menerima kenyataan tidak menyenangkan ini namun, dia menahan diri untuk mengorek informasi lebih banyak.
Seungcheol memejamkan mata sejenak dan kembali menajamkan pendengarannya.

“Apa dia masih sering bertemu eomma-nya?” tanya Siwon masih ketus. “Apa dia masih suka pergi ke Seoul tanpa pengawasan?”
Mr Kim terdengar tak menjawab, hingga Siwon harus membentaknya.
“Maaf, Tuan. Dalam pengawasan saya, Tuan muda tidak pernah bertemu ibunya.” Suara Mr. Kim terdengar pelan.
“Apa kau yakin? Kau tahu anak itu tak bisa dikendalikan.” Siwon terdengar tak percaya dengan Mr. Kim. “Kau bahkan tau dia punya bibit psikopat!”
Di dalam ruangan Mr. Kim mengatur nafasnya, pria paruh baya itu merasa lelah menghadapi Siwon dan Shion di saat seperti ini. Keduanya memiliki karakter buruk yang sama persis.
Sementara itu, di luar ruangan Seungcheol merasa separuh jiwanya hilang. Ada sedikit ketakutan saat mendengar kata psikopat. Bukan tentang dirinya, tapi dia takut akan keselamatan Ibu dan Seungkwan.
Seungcheol membeku di tempat, begitu pula dengan Mr. Kim di dalam ruangan. Dia terdiam dan terlihat begitu lelah, membesarkan anak seperti Shion bukan perkara mudah. Sayangnya pria tua itu tak ingin menceritakan kesulitannya pada Siwon. Dia tak ingin Shion mendapat kebencian yang besar dari Ayahnya.
Diamnya Mr.Kim membuat Siwon sedikit iba. Bagaimanapun lelaki tua itu banyak berjasa baginya.
“Kalau begitu, pindahkan dia ke Seoul,” titah Siwon terdengar begitu dingin.
“A-Apa anda bermaksud untuk mengajak Shion tinggal di rumah utama?” tanya Mr. Kim terdengar bersemangat.
“Jangan gila! Kau tau kalau Ayahku sangat membenci Haneul dan anak itu. Sampai kapanpun Shion hanya akan dianggap sebagai anak haram oleh keluarga Kim.” Siwon kembali terdengar emosi.
“Kalau begitu untuk apa anda memindahkan Shion ke Seoul, Tuan? Bukankah berbahaya jika dia sampai mendekati Tuan muda Seungcheol,” tanya lelaki tua itu.
Siwon meminum satu gelas soju dengan sekali teguk. “Aku ingin memastikan dia dalam jangkauan pengawasan ku dan urusan Seungcheol, biarkan saja anak itu menangani Shion dengan caranya sendiri.”
“Apa anda yakin? Bagaimana jika kejadian seperti Tuan Seungmin kembali terulang?”

Seungcheol membulatkan matanya, jantungnya berdegup lebih cepat. “Kenapa mereka membicarakan tentang Seungmin Hyung? Apa orang itu adalah dalang kecelakaan?”
Banyak pertanyaan dalam benak Seungcheol saat ini. Dia ingin menerobos masuk kesana dan memberondong sang Ayah dengan banyak pertanyaan.
“Tenang saja, Seungcheol selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Kalaupun Shion muncul di hadapan Seungcheol, aku yakin anak itu tidak akan berbuat apa-apa.”

Seungcheol merasa sangat sakit hati dengan ucapan sang Ayah. Jika anak itu berbahaya mengapa dia tidak mengkhawatirkan anak-anaknya yang lain sama sekali? Mengapa dia tidak merasa bersalah dengan segala hal yang menimpa keluarganya?

Seungcheol tak ingin lagi mendengar pembicaraan mereka lagi, dia langsung berjalan menuju kasir dan membayar makanannya.
“Tapi, Anda belum makan, Nak,” ujar Ibu pemilik rumah makan. Wajah pucat Seungcheol membuatnya begitu khawatir. Apalagi diluar hujan semakin deras.
“Maaf, tapi saya harus segera pulang,” sahutnya dingin.
Setelah pembayaran selesai, Seungcheol kembali memakai jas hujannya dan kembali ke mobil. Dia melajukan kendaraannya dengan cepat untuk kembali ke Seoul.

Pikirannya sangat kalut saat ini, dia bersusah payah memecahkan misteri kecelakaan yang menimpa saudaranya. Tetapi, kini dia semakin yakin bahwa sang Ayah menjadi salah satu dalang yang membuat kejadian itu samar dan tak terpecahkan.
Hingga sebuah pertanyaan muncul di kepalanya.
“Minghao bilang tak ada tanda kekerasan lain di tubuh di kembar. Menurut cctv mereka juga pergi dari rumah tanpa ada paksaan, seolah orang terdekatlah yang menghubungi mereka. Jika teori itu benar, bagaimana jika yang menghubungi mereka bukan tante Jessica melainkan Ayah?”

****

Halo Readers-nim, apa kabar?
Promo Maestro udah selesai yah? minggu ini terakhir katanya.
Kalian suka kah sama album kali ini?

Besok senin, semangat yaaa 🤍
Stay Happy and Healthy 😉

Leader : Light In The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang