Badai di Hari yang tenang

67 5 0
                                    

“Setiap hari, akan ada ramalan cuaca. Percaya atau tidak itu keputusan kita. Sekalipun kita percaya hari ini cerah, tak ada yang tahu jika siang nanti akan datang badai besar.” Kim Seungcheol

*****
“Lo curiga nggak sama orang tua lo?” tanya Woozi dengan hati-hati.
Sejujurnya ini pertanyaan semua orang, hanya saja mereka merasa sungkan untuk mengungkapkannya.

Semua mata tertuju pada Seungcheol. Mereka sangat penasaran dan was-was disaat yang bersamaan.

“Sejujurnya ada sedikit, Apalagi mereka pergi berdua saat Aunty Jess datang. Momen banget gitu tapi, rasanya gue jahat banget kalau sampai curiga sama mereka juga,” jawab Seungcheol yang terlihat menjeda ucapannya.

“Karena?” Joshua berani bertanya karena kepalang kepo.

“Gue anak satu-satunya dari mereka yang bisa diharapkan untuk sekarang, kayaknya gue terbebani dengan fakta itu.” Seungcheol tersenyum getir. “Mereka juga pasti sedih dengan kecelakaan yang menimpa anak-anaknya.”

Semuanya mengangguk setuju. Di saat seperti ini, pasti ada sisi psikologis yang diserang oleh musuh dan ini yang dialami Seungcheol.
Saat semua terdiam karena sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, getar handphone Seungcheol membuat sang Pemilik segera mengangkat panggilan itu dan pergi meninggalkan teman-temannya beberapa saat.

Seungcheol terlihat murung setelah panggilan itu. Ucapan sebelumnya  seolah langsung terbukti dari sorot matanya. Bahkan, setelah panggilan itu berakhir semua orang tahu dia tidak baik-baik saja. Sekalipun Seungcheol menutupinya dengan senyuman.

“Gwenchana?” tanya Seokmin khawatir.
Lagi-lagi Seungcheol tersenyum. “Ya, semua baik-baik saja,” sahutnya.
Seungcheol tak pandai berbohong, teman-temannya hanya berpura-pura percaya.
“Gue pamit dulu ya,” ujar Seungcheol sambil membereskan barang-barangnya.
“Kenapa?” lagi-lagi Joshua dan keingintahuannya yang tak terbendung.
“Ada beberapa ujian susulan.” Seungcheol tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
“Bukannya semua ujian udah beres?” Kini giliran Seokmin yang kepo.

Seungcheol menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Nilai rata-rata ujian di kelas gue sangat kurang. Bahkan jauh dari kelas yang lain. Jadi Dosen-dosen sepakat ngasih kuis tambahan buat mengatrol nilai,” jelasnya.

“What?” pekik Jeonghan tak percaya. “Memang kalau gak ujian tambahan gimana?” lanjutnya penasaran.

Kelas Seungcheol bisa dibilang kelas unggulan meskipun bukan yang terbaik, wajar jika Jeonghan sampai tidak percaya dengan statement itu.

“Kelas lo patah hati berjamaah apa gimana?” tanya Jeonghan lagi.

Seungcheol terkekeh dengan pertanyaan itu. “Entahlah, tapi memang dari nilai yang dipajang dosen di mading kelas faktanya gitu. Kalau nggak ujian tambahan kemungkinan kelas gue cuman dapat nilai paling tinggi di C.”

“Damn!” umpat Woozi tak percaya.
“Semangat, Hyung!” ucap Seokmin menyemangati.
“Thanks, gue pamit ya.” Seungcheol beranjak dan berjalan menjauhi teman-temannya.

Setelah perginya Seungcheol, empat orang yang tersisa mulai membicarakan keanehan yang baru saja mereka dengar. Tanpa Seungcheol ketahui, mereka berencana untuk menyelidiki hal ini.

Sementara itu, Seungcheol berjalan menuju fakultasnya tanpa prasangka buruk apapun. Semester ini memang banyak kegiatan kampus yang diikuti teman-temannya. Jadi, menurutnya wajar jika nilai mereka menurun. Hanya saja, dia tak yakin nilai mereka seburuk itu.

Seungcheol masuk ke ruang dosennya, lalu mereka beriringan menuju ke kelas yang kosong untuk mulai ujian. Seungcheol beruntung hari ini dia tidak sendirian. Ada tiga temannya yang juga mengikuti ujian susulan. Mereka anggota tim olimpiade ide bisnis antar kampus tahun ini.

Leader : Light In The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang