Anak Itu

38 6 0
                                    

“Kepercayaan itu ibarat buat matang. Ditangan orang yang benar maka akan terasa manfaatnya. Ditangan orang yang salah dia hanya akan membusuk karena sengaja diabaikan.”
**********
Setelah obrolan serius dengan Seokmin dan Woozi, Seungcheol langsung menghubungi shadow team untuk membahas mengenai hal ini. Dia tak ingin menyembunyikan banyak kejanggalan ini dari timnya. Bukankah sejak awal tim ini dibentuk untuk membantunya? Kali ini mereka tak bisa berkumpul di apartemen Seokmin.
Acara pekan olahraga sedang dalam persiapan final. Sebagai ketua, Seungcheol tak bisa meninggalkan area kampus dalam waktu yang lama. Terlebih orang-orang suruhan Siwon selalu berlalu lalang di sekitar mereka, meskipun dari jarak yang cukup jauh. Mereka seperti memastikan Seungcheol ada di area kampus.
Dalam perjalanan menuju tempat rapat mereka, Seungcheol merasa ada seseorang yang mengawasi.
“Thank You udah ngebolehin kita pakai ruangan ini,” ucap Seungcheol dengan tulus.
“Asik juga ngumpul di studio music,” seru Seokmin dengan senyum lebarnya.
Woozi yang semula hanya mengangguk-angguk tak acuh seketika langsung waspada. “Barang-barang mahal ini loh! Jangan sampai tangan ajaib lo sama Mingyu ngerusak barang disini yah!”
Mingyu yang baru saja akan memegang sebuah hiasan langsung menjauhkan tangannya, kemudian tersenyum sok manis pada Woozi.
Melihat tingkah kikuk Mingyu membuat Seungcheol tertawa kecil. Dari sudut matanya dia melihat seorang anak aneh yang memperhatikan mereka. Seungcheol yakin itu bukan mahasiswa karena masih menggunakan seragam sekolah.
Seungcheol hendak berjalan mendekat, namun anak itu langsung pergi. Saat dia menyusul keluar ruangan, sosoknya tak terlihat lagi.
Satu persatu anggota shadow team datang namun, tak semua bisa hadir. Seokmin yang memang peka dengan sekitarnya langsung bertanya.
“Kemana Wonwoo sama Joshua?” Pemuda berhidung mancung itu sedikit mengerutkan dahinya.
“Joshua lagi nganter pesenan kliennya,” jelas Jeonghan.
“Wonwoo terakhir ngasih kabar dia lagi ada tugas, tadi gue telepon dan chat tapi handphonenya belum aktif,” timpal Woozi.
“Apa dia aman?” Seungcheol terlihat khawatir.
Woozi hanya menaikkan bahu dan memasang ekspresi bingung. “Entahlah, bukannya itu resiko pekerjaannya?”
“Gue kira dia cuman fokus sama kasus ini,” keluh Mingyu dengan wajah kesalnya.
Jeonghan mengangguk setuju, dia juga merasa tidak nyaman dengan berita yang disampaikan Woozi. Satu hal yang dia syukuri yaitu keberadaan arwah Seungkwan yang dirasa lebih sehat dari sebelumnya.
“Gue gak bikin kontrak eksklusif sama dia, so itu keputusannya.” Seungcheol membuat pernyataan yang membuat semua orang terdiam sementara.
“Yah, dia butuh duit kali,” sindir Mingyu dengan kekehan sinisnya.
Kali ini Woozi mengangguk, dia setuju dengan pendapat Mingyu. “Kalau kita mau dia fokus sama kasus ini dan gak ngambil kasus lain, kayaknya kita perlu bayar lebih,” sahut Woozi kemudian.
“Gak! Gak usah! Ngapain buang-buang duit? Sampai saat ini aja dia nggak ngasih info yang berarti. Malah sibuk sama kasus lain!” Mingyu menolak ide Woozi mentah-mentah.
Seungcheol tak langsung memberikan keputusan, dia memperhatikan anggotanya satu persatu. Dari gesture mereka, mayoritas setuju dengan pendapat Mingyu.
“Baiklah, kita skip aja pembahasan tentang absennya Wonwoo. Kita fokus aja sama hal yang ada di depan kita saat ini,” ujar Seungcheol dengan tegas.
Woozi langsung berinisiatif menekan sebuah tombol di dekat jendela agar gorden ruangan itu langsung tertutup secara otomatis. Ruangan menjadi lebih tertutup dari sebelumnya. Semua orang dalam ruangan merasa lebih aman untuk membahas kasus mereka.
“Kali ini gue mulai dari sini.” Seungcheol memulai rapat itu dengan menuliskan sebuah kata di papan tulis putih. D-A-E-G-U..
“Lo abis liburan?” sarkas Jeonghan dengan alis yang naik sebelah.
“Bukan!” sanggah Seungcheol sambil terkekeh. Dia kemudian menuliskan beberapa nama di samping kata-kata Daegu tu.
“Gue mulai dari sini,” ujarnya sambil mengetukkan spidol di atas tulisan Mr. Kim.
Beberapa orang terlihat bingung dengan nama itu dan berusaha menebak siapa Mr. Kim yang si maksud sang Leader.
“Menurut gue, yang pasti bukan Om Siwon,” celetuk Seokmin dengan senyum kudanya.
Tim mulai terbagi jadi dua kubu. Tim yang mengangguk dan mengerutkan kening.
“Tepat.” sahut Seungcheol sambil membuat sebuah garis panah ke bawah dan menuliskan ‘anak itu’.
“Loh? Bukan?” Jeonghan langsung menoleh. Dia benar-benar terkejut dengan tebakan Seokmin.
Seungcheol tersenyum sekilas, “Anak itu, entah siapa dia. Yang jelas dia orang yang kita curigai saat ini. Dia berada dalam pengawasan Mr.Kim.”
“Maksudnya anak itu? Lo nggak tau siapa namanya?” tanya Jeonghan kebingungan.
kali ini Seungcheol tersenyum getir.
“Informasi ini awalnya dari Mr. Lim. Anak buah Minghao. Sayangnya dia hilang. Sampai sekarang?” Seungcheol menoleh pada Minghao.
Lelaki keturunan China itu hanya tersenyum tipis.
“Hilang? Hilang gimana?” Mingyu tak percaya dengan ucapan mereka.
“Dia datang ke kamar gue lewat jendela. Dengan pakaian basah kuyup dan wajah yang terlihat kelelahan. Dia cuman bilang ini mungkin membantu. Setelah itu dia langsung pergi karena bilang dia harus sembunyi untuk menyelamatkan gue.” Jelas Minghao masih dengan senyum terpaksanya. “Besoknya gue langsung cari dia. Sampai sekarang nggak ada satupun clue dimana dia berada,” sambungnya.
Mingyu mengerutkan dahi dan menggelengkan kepala. Merasa tak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya.
“Apa gangster bisa dihabisi semudah itu?” tanya Mingyu yang masih sangsi dengan cerita Minghao.
Ekspresi Minghao langsung berubah datar. Dia mulai kesal dengan ucapan Mingyu. “Kami memang bukan kaum terpelajar, kami lebih banyak bekerja dengan otot berdasarkan pengalaman. Bukan berarti kami binatang buas yang hanya mengandalkan insting. Bisa jadi sebuah keputusan membuat nyawa kami terancam.”
“Maksud lo dia udah ngambil keputusan bodoh yang mengancam nyawanya?” Mingyu bertanya dengan nada bicara yang menyebalkan.
“Mingyu!” bentak Seungcheol dengan tatapan tajamnya. “Keputusan apapun yang Mr. Lim pilih, bodoh atau pintar menurutmu, yang jelas dia sudah membantu penyelidikan ini menemukan titik terangnya.”
Mingyu hanya mengangguk dan mengalihkan pandangannya. Sementara Minghao menyeringai saat tatapan mata mereka bertemu.
“So, kita sudah menemukan dimana Mr. Kim?” tanya Jun mengabaikan konflik Minghao dan Mingyu.
Seungcheol kembali tersenyum. Dia menunjukkan sebuah foto pada mereka.
“Sayangnya gue belum tau dimana rumahnya, karena kita ketemu waktu Mr. Kim dan Ayah gue ketemuan di luar. Gue juga nggak sempet nunggu mereka sampai pulang karena kondisinya tidak memungkinkan.” Seungcheol menjelaskan lebih lanjut.
“Terus anak itu anak siapa?” Jeonghan terlihat bingung.
“Sementara ini dugaan kita itu anak Om Siwon dan Haneul. Kekasih masa lalunya.” Woozi mengambil alih untuk menjawab. Dia tahu bahwa Seungcheol akan kesulitan menjelaskan bagian ini.
Mendengar itu Jeonghan membulatkan matanya dan hanya menunjuk-nunjuk Seungcheol dengan jari telunjuknya. Dia berusaha mengatur ucapannya agar tak memperkeruh suasana. “Jadi selanjutnya kita cari dia?” tanya Jeonghan setelah beberapa saat.
Seokmin tersenyum lalu menundukkan kepalanya, dia juga menutup mulutnya dengan tangan. Lelaki itu berusaha keras menahan tawa setelah melihat usaha Jeonghan yang menahan umpatan dan kata-kata kejam yang biasanya lancar keluar dari mulutnya.
Sama halnya dengan Woozi. Saat bertatapan mata dengan Seokmin dia langsung mengalihkan pandangan karena ingin tertawa. Pikiran mereka berada di frekuensi yang sama.
“Haneul dan anak itu adalah target kita selanjutnya. Aunty Jess juga salah satu yang harus kita awasi untuk saat ini,” jawab Seungcheol lebih rileks dari sebelumnya.
“Apa kita mau bagi tim?” tanya Jun dengan senyum manisnya.
Seungcheol mengangguk setuju. “Karena lusa udah mulai festival olahraga gue akan membagi jadi dua orang per tim . Satu yang stay di kampus satu yang bisa punya akses keluar.”
“Itu apa nggak akan jadi satu tim satu work?” protes Jun dengan ekspresi datarnya.
Seungcheol terkekeh karena pemikiran kritis itu.
“Paling enggak kalau lo ilang saat lagi diluar sana ada yang bisa nyariin lo!” ejek Seokmin dengan senyum jahilnya.
“Hadeuh, malesin.” Jun mengeluh terang-terangan.
Seungcheol sama sekali tidak terganggu dengan protes itu. Toh mereka akan tetap mengerjakan tugas dengan baik.
“Oke, pertama tim satu gue sama Jeonghan, dua Woozi sama Hoshi, Tiga Seokmin sama Jun, Empat Mingyu sama Wonwoo, Lima Joshua sama Minghao.” Tak lupa Seungcheol menuliskan nama mereka di papan tulis.
“Pembagian tugasnya gimana?” tanya Woozi tak sabar.
“Tim satu dan tiga, bagian cari Haneul. Tim dua selidiki pergerakan Aunty Jess, Hoshi ada di rumah sakit kan? Gue rasa itu akan lebih mudah. Tim Empat dan LIma mencari keberadaan ‘anak itu’. Ada yang keberatan?”
“Setuju!” seru Seokmin bersemangat. sementara yang lain hanya mengangguk saja.
Masih ada waktu 10 menit sebelum dosen yang memata matai mereka selesai dari rapat tahunan. Seungcheol kini menjelaskan bagaimana strategi mereka selama pekan olahraga berlangsung. Semua menyimak dengan seksama dengan penuh kekaguman.
Seungcheol saat ini cukup terlihat kacau dengan kantung mata yang tebal, wajah yang sedikit pucat dan rambut berantakan. Seolah anak konglomerat itu sedang mengalami krisis ekonomi dan harus bekerja keras untuk bertahan hidup.
Semua yakin Seungcheol kembali pada penyakit insomnianya dan kekurangan tidur. Walaupun kondisi itu berat dan melelahkan semua kagum dengan langkah detailnya dalam rencana ini.
“Semoga hasil kali ini tidak menghianati usaha,” celetuk Mingyu sesaat sebelum mereka meninggalkan ruangan.
“Kenapa lo ngomong gitu sih?” Seokmin yang tadinya ceria mendadak terlihat sangat kesal.
“Kenapa sih? Gue cuman ngomong aja,” Mingyu kini terlihat marah juga.
Seokmin mencengkram kerah baju polo Mingyu. Menatap sang Kembaran dengan ekspresi marah yang tak tertahankan.
Semua terlihat bingung dengan pertengkaran sepele mereka yang tiba-tiba menjadi besar.
Mingyu yang tak terima, balas menarik baju Seokmin dan mendorongnya hingga keluar ruangan bahkan membuat kembarannya itu menabrak tembok dengan suara kencang.
“Ngajak ribut hah?” tanya Mingyu dengan penuh amarah.
“Lo pikir gue takut? Gue muak sama otak lo yang isinya pikiran negatif terus!” Seokmin terus memprovokasi.
Mingyu menyeringai, “Terus, pikiran positif lo itu yang terbaik? Lo nggak sadar kalau selalu terlihat bodoh?” Wajah Mingyu mulai memerah.
Di ujung ruangan, dosen mata-mata memperhatikan pertengkaran itu mulai melangkah, dia mendekat dan siap untuk memarahi anak kembar itu. Beberapa mahasiswa juga terdiam memperhatikan anak kembar itu yang saling mencengkram baju dan mendorong badan lawan ke tembok.
Sebelum pertengkaran itu menjadi besar, Jun dan Seungcheol segera melerai mereka. Saat seungcheol berusaha menenangkan Mingyu, dia melihat anak berseragam itu duduk di tangga. Tapi dia mengabaikannya karena sedang fokus pada Mingyu.
Di pihak lain, Jun langsung menarik Seokmin dan membawanya pergi menjauh. Ketika menarik Seokmin pergi, sekilas Jun melihat seorang anak SMA yang duduk di tangga. Tapi dia tak begitu peduli.
Melihat saudara kembarnya diseret pergi, Mingyu justru merasa senang. Entah kenapa dia merasa menang. Tapi rasa senang itu berubah menjadi ngeri saat dia melihat sosok anak SMA yang duduk di tangga tiba-tiba pergi dalam satu kedipan mata. Mingyu berusaha mengabaikan itu dan pergi menggunakan jalan lain yang berlawanan.
Melihat pertengkaran itu sudah selesai, Sang Dosen pun akhirnya hanya menghampiri Seungcheol dan mengajaknya berbicara basa-basi di koridor itu. Dia tidak mempedulikan Seokmin yang entah diseret temannya kemana.
Sementara itu di Seokmin yang sudah sampai di mobil Jun justru tertawa-tawa puas.
“Gila lo! Kalau Mingyu beneran ngehajar lo gimana?” omel Jun sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Hahahahaha, nggak mungkin. Ada Seungcheol Hyung kan? Lagian kalau nggak gitu. Kita gak punya alasan buat pergi. Dosen itu bakal curiga sama gue.” Seokmin masih terkekeh sambil merapikan baju dan mengenakan sabuk pengamannya.
“Dan bisa-bisanya lo malah curiga sama kembaran lo sendiri,” celetuk Jun yang langsung membuat tawa Seokmin berhenti.
“Hyung,” panggil Seokmin sambil menatap dengan ekspresi polosnya. “Setiap orang punya sisi gelapnya masing-masing. Bahkan mungkin, nggak ada yang bisa kita percaya.”
Jun hanya mengangguk dan tak berkomentar apapun. Dia langsung mengendarai mobilnya untuk pergi meninggalkan are kampus.
Setelah semua orang pergi, woozi, Seungcheol, dan Jeonghan yang semula berbincang dengan dosen mereka di koridor kini kembali ke studio musik untuk mengambil beberapa barang. Ketiganya harus mempersiapkan arena untuk upacara pembukaan Lusa. Saat kembali ke ruangan itu ada sebuah kertas yang lipat dua dan terselip di bawah laptop Seungcheol.
“Dari siapa?” tanya Jeonghan penasaran.
“Apa tadi ada yang masuk?” Woozi langsung memperhatikan sekitarnya.
Seungcheol membuka surat itu dan langsung menggelengkan kepalanya. Dalam surat itu ada pesan yang tertulis.
[Anak itu sudah ada disekitarmu]

Leader : Light In The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang