“Jika semua orang haus akan kuasa, pasti tak akan ada orang tak tau ingin jadi apa. Jika semua orang haus akan harta, bersyukur tak akan ada artinya. Jika Seungcheol berambisi pada tahta Kim company, dia tak akan pernah mau jadi nomor dua.” -Seokmin-
****
Mobil yang dikemudikan Jun terus menjauhi area kampus dan memasuki jalanan kota Seoul yang mulai padat. Laju kendaraan mereka tak bisa secepat sebelumnya, bahkan kadang terhenti di beberapa titik.
Jun mengemudi dengan santai, sambil sesekali bersenandung yang diikuti oleh suara merdu Seokmin. Lantunan lagu K-pop yang slow menemani perjalanan mereka. Kali ini mereka kembali terjebak macet, mobil jun terhenti persis di samping sebuah papan LED yang menampilkan poster film bergenre horor.
Seokmin memperhatikan iklan film itu dengan seksama, hingga sebuah pikiran muncul di benaknya. “Hantu muka rata pasti pada minder deh sama manusia,” ucap Seokmin sambil menyamankan duduknya. Setelah mengucapkan hal random itu, matanya menerawang ke langit biru di luar mobil.
Jun yang duduk di sampingnya langsung menoleh, alisnya yang datar dan rapi itu jadi menukik sebelah. “Maksud lo, manusia lebih menyeramkan dari hantu?” tanya Jun ragu-ragu.
Seokmin mengangguk tanpa menoleh. “Manusia dikasih muka satu aja masih nyari muka. Suka nggak bersyukur.” celotehnya. Dia diam beberapa saat lalu kembali duduk tegak dan menatap jalanan di hadapannya.
“Semalem gue baca beberapa artikel di sosial media tentang Seungcheol Hyung. Mereka masih beranggapan Seungcheol jadi dalang kematian saudaranya.” Seokmin memulai obrolan dengan suara yang terdengar tak bersemangat.
Jun lagi-lagi hanya mengangguk. Dia pendengar yang sangat baik, tak akan berbicara sampai lawannya selesai bercerita.
“Gue tau, lo sama Minghao Gege yang hapusin semua artikel itu kan?” tanya Seokmin dengan ekspresi datarnya. Dia menoleh meminta jawaban pasti akan pertanyaan itu.
Jun ingin sekali berkelit, sayangnya lalu lintas mulai lancar dan Jun harus kembali fokus mengemudikan kendaraannya.
Beruntung, Seokmin tak mendesaknya menjawab. Lelaki yang lebih muda darinya itu kembali bersenandung sambil menikmati pemandangan kota.
“Siapa yang bilang?” Jun kembali membuka obrolan. Dia menoleh sekilas sambil tersenyum jahil, seolah apa yang diucapkan Seokmin terlalu mewah untuk dia lakukan.
Seokmin menghembuskan nafas kasar, dia berdecak sebal. “Artikel-artikel itu gak akan hilang tanpa alasan. Lagian sejak kapan markas Minghao gege jadi PC bang?” ungkap Seokmin dengan wajah murungnya.
“PC bang? Tau dari mana?” Jun berusaha membuat Seokmin bicara lebih banyak.
“Kemarin, gue datang kesana. Bukan karena disuruh nyari Seungcheol Hyung. Waktu datang, gue takjub. Pabrik bekas itu lebih rapi dan cerah. Di dalamnya yah, luarnya kumuh kaya biasa sih. Ada banyak pc dan orang di lantai tiga.”
“Terus?”
“Ah, Hyung! Sejak kapan Triad buka usaha kafe internet di korea? Apa pemerintah ngasih izin kaum mereka buka usaha PC bang?”
“Maybe, mereka kembali ke jalan yang benar dan merambah usaha baru?” Jun masih berusaha menyangkal tuduhan Seokmin.
“Oke, ini pertanyaan yang tepat sih. Sejak kapan mereka peduli teknologi?”
Jun terkekeh kikuk karena pertanyaan terakhir Seokmin. Bukan rahasia bagi mereka kalau bekas pabrik tisu di belakang kawasan China town adalah markas anak buah Minghao.
Mereka yang bekerja di bawah bayangan hukum sudah tak asing dengan kelompok yang Minghao pimpin. The 8, bukan pemimpin sebuah hostel yang main rumah-rumahan. Dia cabang dari Triad terbesar di China yang melindungi etnis mereka di tanah korea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leader : Light In The Shadow
Misterio / SuspensoSeungcheol menjadi calon pewaris utama Kim Company, setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa Kakaknya. Namun, kesedihannya belum usai. Setahun kemudian adik kembarnya yang mengalami kecelakaan serupa, hingga salah satunya meninggal dunia. Pen...