“Gue enggak pengen nangis sekarang. Meskipun gue punya banyak air mata yang bisa gue tumpahkan. Gue enggak pengen terlihat lemah. Buat Ayah, Ibu, Adik-adik gue dan diri gue sendiri.” -Kim Seungcheol-
*****
Seungcheol masih berdiri di depan ruangan perawatan Seungkwan. Bungsu keluarga Kim masih memejamkan matanya, tubuhnya masih terlihat pucat, banyak alat kesehatan di sekitarnya.
Seungcheol masih memakai pakaian serba hitam. Dia belum pulang ke rumah, belum makan sejak pagi, dan masih terlihat tanpa ekspresi. Tak banyak airmata yang dikeluarkan bukan berarti dia tegar, sebab saat ini dia sedang sangat rapuh hingga tak mampu menangis.
Tentu saja lelaki muda ini merasa lelah, kantung matanya yang menghitam cukup menjadi bukti. Dia memaksakan diri untuk menemani sang Adik, berharap Seungkwan segera bangun dari tidur panjangnya.
“Hyung, pulang dulu. Lo mesti istirahat,” ujar Mingyu dengan lembut. “Atau lo mau makan dulu? Gue anter ke kantin.”
Seungcheol tidak merespon apapun, tatapannya masih tertuju pada sosok pemuda dalam ruang perawatan. Sejak kecelakaan adik-adiknya, Seungcheol semakin sedikit berbicara. Hanya berbicara dengan kedua orang tuanya dan Seokmin.
“Hyung, gue tau lo sesayang itu sama Seungkwan. Tapi, kehadiran lo disini nggak akan bikin dia bangun lebih cepat.” Mingyu mulai kesal karena terus diabaikan.
Seokmin sedang pulang ke rumahnya, ada tugas besar yang harus dikumpulkan besok. Jadilah Mingyu yang menemani Seungcheol di rumah sakit.
“Hyung!”
Kesabaran Mingyu memang tipis. Semua jatah kesabaran yang tuhan berikan saat dalam kandungan diborong semua oleh Seokmin. Baru menghadapi Seungcheol selama dua jam saja dia sudah tidak kuat. Padahal Seokmin hanya berpesan ajak Seungcheol makan siang.
Mingyu menggeram kesal, dia berdecak cukup keras hingga di dengar Seungcheol.
Seungcheol menoleh, menatap Mingyu dengan ekspresi dinginnya.
“Kalau yang di dalam ruangan itu Seokmin, apa lo bisa makan?” tanya Seungcheol dengan dingin.
Mingyu menoleh, tatapan dingin dari manik sekelam malam milik Kakak sepupunya membuatnya tak berkutik. Pria yang tingginya hampir 190 cm itu merasa terintimidasi oleh tatapan Seungcheol.
"Kalau lo enggak mau disini, lo bisa pulang. Gue bisa ngurus diri gue sendiri."
Mingyu masih terdiam, kini dia merasa bersalah juga ketakutan.
Melihat Adik sepupunya gelisah dalam diamnya, Seungcheol memilih untuk mengalihkan pandangannya. Kembali menatap Seungkwan yang masih memejamkan mata.
Sesekali Seungkwan terlihat seperti sedang mengalami kejang. Benturan keras dikepalanya membuat Seungkwan tak bisa mengontrol pergerakan tangan dan kakinya. Para perawat bahkan mengikat kaki dan tangannya, agar dia tidak terluka.
"Sakit ya? Apa yang harus gue lakuin buat nolong lo?" gumam Seungcheol sangat pelan.
Ucapan Seungcheol membuat Mingyu berusaha keras menahan air matanya menetes. Meskipun dia lebih besar dan kekar dari Seokmin, keduanya sama-sama berhati lembut dan mudah menangis.Mingyu segera mengirimkan pesan pada kembarannya, dia tidak sanggup menemani kakak sepupunya dalam durasi yang telah mereka sepakati.
Berkat kerjasama Si kembar yang mirip gapura kabupaten itu, Seungcheol akhirnya mau pulang ke rumah.
Dia tak sampai hati membiarkan Seokmin mengerjakan tugasnya di koridor rumah sakit. Duduk di lantai tanpa alas, sesekali membungkuk sambil mengetik, bahkan tiduran saat punggungnya pegal. Siapapun yang melihat Seokmin tak akan mengira mereka anak-anak orang kaya.
Si Kembar ikut pulang ke kediaman keluarga Seungcheol. Mereka sangat tidak ingin Seungcheol merasa kesepian atau menangis sendirian di tengah malam.
Sekarang Seokmin dan tugas kuliahnya menguasai setengah dari kamar tidur Seungcheol. Mingyu sudah tidur di kasur tambahan dan Seungcheol baru saja selesai mandi.
"Tugasnya masih banyak?" tanya Seungcheol saat melihat sang Adik sudah terlihat lelah.
"Dikit lagi, Hyung," jawab Seokmin tanpa menoleh sedikitpun pada sang Kakak.
"Lo mau kopi? atau cemilan?" Seungcheol kembali bertanya.
Kali ini Seokmin menoleh, menatap Seungcheol sambil tersenyum jahil. "Aigo. Perhatiannya uri Hyung."
"Yeh, malah ngeledekin lagi lo!" omel Seungcheol. Dia menggulung handuknya dan akan melemparkannya ke arah Seokmin.
Seokmin langsung panik, "Hyung! Hyung! Jangan!" pekiknya. Dia tak mau kertas-kertas tugasnya basah.
Wajah paniknya membuat Seungcheol tersenyum. dia tidak jadi melemparkan handuk itu pada Seokmin namun menuju ke belakangnya yaitu keranjang pakaian kotor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leader : Light In The Shadow
غموض / إثارةSeungcheol menjadi calon pewaris utama Kim Company, setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa Kakaknya. Namun, kesedihannya belum usai. Setahun kemudian adik kembarnya yang mengalami kecelakaan serupa, hingga salah satunya meninggal dunia. Pen...