Anti Hero

43 5 0
                                    

Mencari seseorang di Daegu ternyata bukan perkara mudah.

Tiga manusia yang pergi tanpa persiapan matang itu, kini sudah mulai kelelahan. Bukan ketiganya juga sih, hanya Jun dan Minghao. Sementara Seungcheol masih semangat dan berambisi.

“Kalian diem di hotel aja, gue mau keluar bentar ko,” ujar Seungcheol sambil memakai jaketnya.
“Heh! Gue udah tau akal busuk lo.” Minghao sudah lama tak bermeditasi jadi kesabarannya setipis kumis jeonghan.
Seungcheol menoleh, “Akal busuk apa?”
“Halah, Lo bilang sebentar tapi baru balik tengah malem,” sahut Jun tanpa mengalihkan pandangan dari pertarungan game onlinenya.
“Terakhir, besok kita harus balik ke Seoul,” ujar Seungcheol membela diri.

Tatapan penuh intimidasi dari Minghao dan Jun membuat Seungcheol merasa seperti seorang anak yang sedang dimarahi bapak dan ibunya. Dia terkekeh pelan, menundukkan kepala sebentar lalu kembali menatap kedua temannya.

“Sorry, gue terlalu berambisi untuk menemukan Kim Shindong,” ujar Seungcheol.
“Lo tau kan kalau pergi sendiri terlalu bahaya? We never know kalau tiba-tiba penjahat itu ngincer lo gimana?” omel Minghao dengan kedua tangan yang terlipat.
“Terus kita nggak tau lo celaka.” Jun menoleh sebentar.
“Abis itu lo dibunuh terus dibuang ke busan,” timpal Minghao.
“Berakhir di laut china selatan,” sahut Jun mengompori.

“Wait, wait.” Seungcheol menghentikan ucapan Jun dan Minghao.
“Kenapa? Lo takut?” cecar Minghao masih tak mau mengalah.
“No! Gue nggak takut. Gue cuman menghentikan omong kosong kalian yang terlalu nggak masuk akal.” Seungcheol terkekeh.

Minghao beranjak dari kasur dan memegang kedua pundak Seungcheol.
“Anak muda, dengarkan baik-baik,” ujar Minghao membuat Seungcheol terfokus pada ucapannya.
Hal itu membuat Jun mengalihkan perhatiannya sejenak. Dia ikut penasaran dengan ucapan Minghao yang terdengar begitu serius.
“Dunia mafia, gangster, dan bandit, semuanya lebih berbahaya dari yang kamu tau dan pikirkan. Mereka kaya sel kanker. Ada dimana-mana! Mereka bukan hanya kerja di tempat hiburan malam, gang kumuh, atau daerah pinggiran.” Minghao menjelaskan dengan sangat serius, membuat Seungcheol terpaku beberapa saat. “Mereka ada di level manapun, para mafia bekerja mulai dari level memeras petani. Mereka membeli hasil pertanian dengan sangat murah dengan sebutan tengkulak, kemudian melakukan monopoli perdagangan. Menjual kembali hasil pertanian dengan harga mahal. Melakukan impor ilegal dan menguasai pasar. Mereka juga masuk ke dalam partai, terlihat seperti kaum intelek. Kemudian menjadi anggota parlemen dan memonopoli politik!”

Seungcheol merasa dadanya tertimpa beban yang sangat berat. Fakta itu bukan kali ini dia dengar tapi, kali ini sangat menamparnya.
“Gue terlalu naif ya?” gumam Seungcheol dengan nada putus asa.

Minghao melepaskan cengkraman di pundak Seungcheol. Dia kembali duduk di ujung kasur.
“Ya, lo terlalu naif karena ambisi lo sendiri. Kematian Seunghee bisa disamarkan dengan sangat rapi. Harusnya lo sadar! Bisa saja mereka membunuh lo dan menyamarkannya jadi kasus penghilangan nyawa karena depresi.” Minghao menjawab dengan jujur.

Seungcheol terdiam sebentar, otaknya langsung berpikir cepat. Ucapan Minghao terdengar sangat masuk akal dan mungkin saja bisa terjadi.

“So, kita harus buat rencana dan cara jitu untuk menemukan Kim Shindong dengan cepat dan efisien,” ungkap Seungcheol dengan wajah datarnya.

Jun tiba-tiba saja bertepuk tangan dengan heboh, hingga membuat kedua temannya kebingungan.
“Uri leader is back!” serunya.
Minghao dan Seungcheol terkekeh sambil menggelengkan kepala. Jauh dalam pikirannya, Seungcheol mengakui bahwa ambisi sesaatnya membuatnya tersesat dalam labirin.

“Gue punya ide,” ungkap Jun dengan bersemangat.
“Wow.” Minghao terlihat cukup terkejut dengan ucapan Jun. “Gue kira dari tadi lo nggak nyimak.”

Leader : Light In The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang