Upacara pernikahan putri Hyuuga dan pimpinan samurai keluarganya itu dilaksanakan di sebuah kuil di kaki gunung, tak jauh dari hutan di belakang mansion, namun jalannya cukup menanjak dan tak menyenangkan untuk dilalui.
Semua anggota keluarga Hyuuga, tetua, samurai, dan pelayan berjalan mengekor di belakang kedua pengantin yang baru menikah itu.
Naruto nampak gagah di hari pernikahannya, dengan hakama dan montsuki hitam membalut tubuhnya sedangkan Hinata berjalan di sisinya dengan shiromuku yang nampak cantik, selaras dengan kulit putihnya.
Seorang kepala pelayan memayungi kedua pengantin yang baru menikah itu sedangkan Hiashi berjalan di posisi terdepan, memimpin keluarganya seperti biasa.
Di sepanjang perjalanan dari kuil menuju mansion, kelopak bunga sakura berjatuhan seolah turut memeriahkan perniakahan mereka.
Karena sudah resmi menikah, maka cincin giok hijau itu tersemat di jemari Hinata sebagai simbol kepemilikan seorang Uzumaki Naruto atas dirinya.
Pria itu menggenggam erat tangan istrinya di sepanjang perjalanan, mungkin juga sebab khawatir Hinata akan terjatuh karena furisodenya menyapu tanah saat dia berjalan.
"Kau lelah?" Tanya Naruto kepada istrinya.
Hinata mengangguk kecil dan tersenyum ke arah pria itu. "sedikit."
"Ingin gendong hingga ke mansion?" Naruto menepuk bahu kirinya.
Hinata menundukan kepalanya seraya terkekeh pelan. "aku malu."
Naruto membelai kepala gadis itu dengan lembut, menunjukan betapa ia mengasihi istrinya itu. "kita sudah menikah, untuk apa merasa malu."
Hinata menggeleng dan beredehem pelan kemudian menarik ucapannya "aku ternyata tidak terlalu lelah."
"Baiklah, perhatikan langkahmu." Naruto meraih tangan kanan gadis itu dan mengecupnya dengan lembut.
Hiashi menoleh mendengar pembicaraan sepasang pengantin yang baru menikah tersebut. Tak pernah sekalipun dia mendengar Naruto berucap begitu lembut seperti ini, dia selalu berteriak pada samurainya, lalu berucap tajam di hadapannya selama beberapa waktu terakhir.
Naruto tak menggubris tatap tajam Hiashi yang sepanjang hari ini memang nampak rela tak rela melepas putrinya untuk ia nikahi. Namun ia tak terlalu mempedulikannya sebab hari ini Hinata resmi jadi miliknya.
...
Naruto membawa istrinya turun dari kuda, begitu sampai di mansion selepas upacara pernikahan, langit sudah nyaris gelap dan ia tak ingin menghabiskan malam pengantin di mansion Hyuuga karena rasanya pasti tidak akan nyaman.
Dinding mansion memiliki banyak telinga, dia tak ingin pergumulannya didengar orang lain maka ia membawa Hinata ke kediamannya.
"Aku harus membawa kudanya ke kandang, Bibi pelayan akan membantumu di pemandian." Naruto mengangkat kimono istrinya agar tidak terseret di tanah kemudian mengantarnya hingga rouka sebelum ia kembali ke kudanya.
Para pelayan berdiri di sana, membungkukan tubuh dengan sopan untuk menyambut tuan mereka yang kembali dari upacara pernikahan.
"Baiklah." Hinata kemudian meraih tangan Bibi pelayan yang ingin meraihhya.
"Aku menyusul setelah mengurus kuda." Naruto tersenyum ke arah gadis itu.
Hinata mengangguk, sesungguhnya merasa malu dan juga takut untuk menghadapi pria itu malam ini.
Bagi Hinata, Tuhan begitu baik kepadanya, memberikannya pernikahan yang selama ini ada dalam angannya, pernikahan dengan pria yang sangat ia kagumi sedari dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise of the Yokai
FanfictionSeorang samurai telah membuat perjanjian terlarang dengan Dewa Inari. Bahkan jika harus mati karena kutukannya, dia tidak peduli asal bisa melihat wanita itu hidup kembali.