Naruto entah kenapa terus mengingat perjalanan selama empat malam di hutan Ginkakuji dan juga semua ritual yang ia lakukan pada malam itu.
Gelap malam hutan itu seolah memakan semua kesadaran dan kesedihannya, perasaan letih dan kacaunya beradu jadi sesuatu hal yang membuatnya sangat tidak nyaman.
Riuh gesek daun dan tebasan katananya seolah terus terngiang menjadi sebuah mimpi buruk.
Naruto tersentak dari tidurnya setelah mengalami mimpi buruk, mimpi soal perjalanannya di Ginkakuji.
"Naruto." Hinata berbaring berhadapan dengan pria itu seraya mengusap keringat di keningnya.
Suara lembut wanita itu membuat Naruto meluruhkan ketegangannya seusai mimpi buruk itu. Dia menarik wanita itu ke dekapannya. "hanya mimpi buruk." gumamnya.
Hinata membiarkan pria itu meletakan kepala di dadanya. Sedangkan ia termenung sejak tadi, kehampaan ini masih terasa membingungkan baginya.
Namun berada di dekapan satu sama lain telah menutup lukanya.
...
Hinata pergi ke dapur setelah mendengar bahwa dirinya dulu mahir memasak, namun begitu tiba di dapur, ia kebingungan.
Dengan semua kebingungan di kepalanya, Hinata berhasil membuat dua hidangan untuk sarapan.
Naruto duduk di depan meja lesehan, bersiap untuk makan pagi bersama istrinya yang sibuk di dapur sejak terjaga pagi ini.
Hinata meletakan dua mangkuk nasi setelah sup dan ikan di atas meja.
"Terima kasih." Ucap Naruto sebelum meraih sumpitnya.
Hinata tersenyum kepada suaminya lalu menunggu pria itu mencicipi.
Naruto tersenyum setelah mencicipi sup di hadapannya, dia lalu mengusap kepala istrinya dengan lembut dan meraih nasi.
Hinata senang melihat pria itu mulai makan dengan lahap setelah tersenyum kepadanya, meski ia merasa kebingungan di dapur, nampaknya makanannya tidak gagal.
Wanita itu lalu turut menyantap makanannya dan menyerenyit di detik setelah supnya menyentuh lidah.
Pintu geser ruang makan dibuka sebelum Hinata sempat bicara soal keanehan rasa sup yang ia buat.
"Naruto-sama, Hinata-sama, jika supnya terlalu asin, apa ingin dibuatkan lagi?" Kepala pelayan menawarkan. Dia mencicipi sisa sup di pot dapur dan terkejut mendapati rasanya sangat asin.
Naruto menggeleng "tidak perlu, aku akan memakannya." dia tahu istrinya mungkin masih kebingungan di dapur, namun dia nampak bersemangat memasak hari ini jadi ia hargai jerih payahnya untuk memasak.
Hinata tak mengatakan apa-apa, namun dia agak merasa terpuruk, ternyata supnya tidak enak.
"Baiklah." Kepala pelayan menutup kembali pintu gesernya.
"Tak apa, aku suka sup seperti ini." Ucap Naruto kepada istrinya. "kau yang paling tahu."
...
Naruto pergi ke kandang untuk mengganti tali kekag kudanya, jadi Hinata menunggu pria itu dengan duduk di rouka dekat halaman belakang.
Kepala pelayan datang mengantarkan teh kepada puannya. "Naruto-sama tidak akan lama, jadi kubawakan dua cawan teh."
Hinata tersenyum lalu mengangguk "terima kasih, Bi."
Sebelum pelayan pergi, Hinata menahan lengannya. "Bi, bisa temani aku di sini sampai Naruto kembali?" dia tidak mau sendirian.
"Tentu saja." Bibi pelayan lalu duduk di belakang puannya yang sedang menatap halaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise of the Yokai
FanfictionSeorang samurai telah membuat perjanjian terlarang dengan Dewa Inari. Bahkan jika harus mati karena kutukannya, dia tidak peduli asal bisa melihat wanita itu hidup kembali.