Naruto mengikat kembali tali kimono istrinya sebagai bentuk pertanggung jawaban setelah mengacaukan kecantikannya di pagi hari. Ya, meski dengan kimono tersingkap dan surai terurai dia tetap nampak cantik, namun wanita itu merasa dirinya berantakan, maka harus diberi pertanggung jawaban.
Hinata kembali menggelung surainya "katanya harus bergegas?"
Naruto tersenyum simpul mendengarnya, sesungguhnya ia terburu-buru namun dia ingin bercinta sebelum bersngkat. "saat ini sedang bergegas."
"Padahal kubuat hidangan lezat untukmu menyarap." Hinata membenahi kimononya setelah itu.
"Aku akan makan sebelum pergi, samuraiku bisa menunggu." Naruto kemudian menyingkap surainya sendiri seraya membenahi hakamanya. Dia menghargai istrinya yang begitu bersemangat pergi ke dapur di pagi hari.
Hinata datang ke kamar setelah memasak untuk membantu suaminya mengenakan kimono, katanya hari ini ingin mengecek lahan baru bersama beberapa samurainya, namun ternyata pria itu tak butuh bantuan untuk berpakaian, namun butuh bantuan untuk menuntaskan hal lain.
Maklum saja, ini adalah pekan pertama pernikahan mereka, jadi mereka melakukannya nyaris setiap hari. Oh bukan nyaris, namun memang benar setiap hari.
Naruto memegang kedua sisi pinggul istrinya dan berdiri berhadapan begitu mereka kembali rapi dan menyembunyikan apa yang baru saja terjadi. "cantik sekali." pujinya seraya tersenyum.
"Terima kasih." Hinata tidak pernah tahu bahwa dirinya bisa sebegini senang mendapati pujian dari seseorang.
Naruto mengecup bibir wanita itu. "ayo menyarap, apa yang kau masak hari ini?" dia merangkul pinggang wanita itu dan beranjak dari kamar.
"Makarel, sup labu, dan manisan anggur." Hinata dengan seulas senyum lembut, sibuk memberitahu suaminya apa yang dia lakukan di dapur sejak pagi.
Keduanya berjalan bersisian di rouka kediaman Naruto, sesungguhnya kediaman ini tak pernah terasa benar-benar hidup sebab tuannya belum menikah dan selalu berpergian.
Namun semua berubah di hari setelah pernikahan, suasananya terasa hangat dan menyenangkan, seolah seluruh penghuni dan kediaman ini turut merasa jatuh cinta, mendapati sepasang pengantin yang baru menikah itu sepanjang hari nampak mesra.
...
"Kau datang terlambat." Hiashi menegur pimpina samurainya yang baru saja tiba.
"Maafkan aku." Naruto tak perlu menjelaskan alasan keterlambatannya datang kemari kan?
"Putriku baik-baik saja di rumah?" Hiashi tak melihat putrinya selama seminggu terakhir setelah menikah.
Naruto mengangguk "istriku baik-baik saja di rumah." dia ingin mengingatkan bahwa saat ini Hinata adalah istrinya, meski dia tetap juga putri Hyuuga, hubungan darah tak akan pernah bisa dihapuskan.
"Akan ku kirim pelayannya ke kediamanmu jika dia kesulitan." Hiashi pikir putrinya tak pernah hidup jauh dari pelayannya, meski anak itu bisa lakukan segala hal sendiri.
"Dia tidak kesulitan soal apapun, aku sudah memiliki tiga orang pelayan di rumah, jadi dia akan baik-baik saja." Ucap Naruto, setelah menikah Hinata adalah tanggung jawabnya, jadi keluarga Hyuuga tak perlu repot mengkhawatirkan wanita itu lagi, dia baik-baik saja di rumah, nampak cantik dan bahagia setiap saat.
Hiashi mengangguk seraya mengembuskan asap tembakau dari corong kayu di tangannya. Sekarang dia tak bisa menarik janjinya dari Naruto untuk memberi ijin menikahi putrinya jadi tak ada alasan baginya untuk banyak ikut campur sekarang, meski Naruto masih nampak agak kurang ajar setelah dituruti keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise of the Yokai
FanfictionSeorang samurai telah membuat perjanjian terlarang dengan Dewa Inari. Bahkan jika harus mati karena kutukannya, dia tidak peduli asal bisa melihat wanita itu hidup kembali.