Hinata melakukan semua yang bisa ia lakukan agar suaminya membatalkan keberangkatannya, dia berikan segalanya untuk membuai pria itu di rumah.
Naruto menyantap makan malamnya dengan lahap, istrinya memasak bayak sekali makanan hari ini, melayaninya seperti seorang raja.
Hinata duduk bersimpuh di samping suaminya, memotong makarel dan meletakannya di dalam mangkuk nasi milik pria itu, menuangkan air, menyuapinya potongan sayuran sesekali.
Naruto menatap Hinata dengan seulas senyum di bibirnya, istrinya itu bersikap manis sekali sepekan ini, dirinya bahkan nyaris tak menyentuh katananya sama sekali karena sibuk dengan wanita itu. "terima kasih, Hinata."
Hinata mengangguk dan balas tersenyum.
Naruto mengusap surai wanita itu dengan lembut. Seperti wanita itu mewujudkan keinginannya untuk menikah, ia ingin wujudkan keinginan wanita itu untuk segera punya bayi, maka terus mereka berusaha satu pekan terakhir, hingga rasanya seperti masa pengantin baru dulu.
"Kemarin aku melihat putri Bibi Kurenai dan Paman Asuma, cantik sekali." Hinata bergumam untuk memberitahu suaminya.
"Kau ingin bayi perempuan juga hm?" Tanya Naruto kepada istrinya.
Hinata mengangguk "namun jika dapatkan anak laki-laki, juga akan sangat menggemaskan."
Naruto terkekeh "jadi kau ingin keduanya?"
Hinata ikut terkekeh seraya menatap mangkuk nasinya. "em, kuharap miliki keduanya, apa aku serakah?"
"Jangan pernah berpikir bahwa harapanmu adalah sebuah keserakahan." Naruto menggeleng dan mengusap punggung istrinya dengan lembut. "karena Tuhan lebih dari mampu mewujudkannya, Hinata."
Naruto mengatakan hal itu sebab dia tahu rasanya berharap dan dengan kerja keras ia dapatkan segalanya hari ini.
"Aku hanya takut menjadi serakah." Hinata berucap sendu.
Naruto menggeleng, dia lalu kembali menyantap makan malamnya. "sebaiknya kita bergegas dan kembali ke kamar untuk berusaha, Tuhan tak akan berikan kita bayi jika kita hanya diam saja."
Hinata tertawa pelan dengan pipi bersemu. Keberadaan pria itu di rumah sepekan terakhir, sedikit mengaburkan ketakutannya, dia merasa aman saat pria itu ada di sini.
...
Hinata memejamkan kelopak matanya, meski ia belum terlelap setelah menyudahi pergumulan malam ini.
Futton mereka nampak agak kacau. Naruto memeluk istrinya dengan erat seraya menenggelamkan wajah di dada wanita itu.
Dia selalu berdekapan begini, memenuhi aroma bunga milik wanita itu di indera penciumannya, hingga saat nanti ia pergi bekerja, rindunya tersimpan bersama aroma bunga ini.
Setelah memastikan wanita itu terlelap, perlahan Naruto melepaskan dekapannya, ia harus berangkat sekarang.
Hinata meraskan Naruto melepaskan dekapannya, ternyata dia tidak terbuai setelah sepekan berlalu dengan ia berikan segalanya.
Naruto mengangkat wajahnya dan mengecup dagu lancip istrinya, ternyata dia belum tertidur. "aku harus berangkat."
Hinata menggeleng, dia melingkarkan lengannya di pinggul pria itu.
Naruto meletajan kepalanya di atas bantal sekarang, agar berhadapan dengan wanita itu. "ada apa?"
"Aku ingin kau di sini." Bisik Hinata seraya menatap mata biru pria itu dengan genangan air mata yang entah dari mana datangnya, namun ia merasa sedih sebab pria itu akan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise of the Yokai
FanfictionSeorang samurai telah membuat perjanjian terlarang dengan Dewa Inari. Bahkan jika harus mati karena kutukannya, dia tidak peduli asal bisa melihat wanita itu hidup kembali.