18

986 162 20
                                    

Naruto menebaskan katananya membuka jalan di dalam hutan di pegunungan Ginkakuji, malam terasa begitu panjang, dirinya berjalan selama nyaris empat jam dari kuil dan belum juga menemukan kediaman penyihir itu.

Namun Naruto tidak akan berhenti sampai di sini, dirinya harus temukan penyihir itu agar bisa tanyakan banyak hal kepadanya.

Meski nyaris sekujur tubuh rasanya sakit sekali, ranting pohon yang tajam menggores kulit, gelap malam tak membuatnya kesulitan sebab cahaya rembulan menerangi jalannya.

Sesekali dia mendongak, rembulan selalu mengingatkannya kepada Hinata. Sehingga perjalanan ini rasanya agak menyiksa, ingin segera bertemu kembali dengan wanita itu.

Perjalanannya semakin terjal, Naruto masuk semakin jauh ke dalam hutan yang gelap dan dingin itu.

"Mencari sesuatu, Naruto-sama?"

Suara itu menghentikan langkah Naruto, dia menoleh ke arah suara dan mendapati seorang wanita tua berdiri di balik pepohonan dengan sebuah obor bambu di tangannya. "Siapa dirimu?"

"Siapapun yang sedang kau cari saat ini." Ucap wanita itu dengan seulas senyum di bibirnya.

Naruto menarik napas dalam-dalam seraya mengusap keringat di keningnya, ucapan wanita itu menyiratkan bahwa dia sudah tahu tujuan kedatangannya kemari. "jadi kau wanita penyihir itu?"

Tak seperti bayangan dalam kepala Naruto, penyihir itu memiliki tubuh kurus, dengan pakaian lusuh, dan surai lebat berwarna gelap, tatapannya nampak tajam, dan tangannya memegang obor dengan cara yang sangat aneh.

"Kau pasti sangat merindukan istrimu." Ucap penyihir itu untuk membuktikan siapa dirinya.

Naruto mengamati wanita tua itu, ternyata benar dia adalah penyihir tersebut.

...

Penyihir itu menatap puas, belum lama ini pemuda Otsutsuki yang duduk berhadapan dengannya dan malam ini seorang pria Uzumaki melakukan hal yang sama. "katakan semua yang ingin kau ketahui, aku akan menjawabnya."

"Apa penyebab kematian istriku hari itu?" Naruto tahu menemui penyihir adalah sebuah kesalahan, namun dia ingin dengar kenyataannya.

Penyihir itu memejamkan mata dan merapalkan mantra sebelum memberitahu banyak hal soal apa yang terjadi sore itu. "dia terjatuh dari tebing batu, tergelincir sebab licin salju yang mencair."

Naruto menatap lantai dengan tatap sendu, jadi benar Hinata terjatuh. "apa jasadnya benar masih ada di dasar danau?"

Penyihir itu berpura memasang raut simpatik. "em, surainya terikat di akar tanaman, dia tenggelam terlalu jauh."

"Aku harus segera kembali ke danau." Naruto benar-benar merasa sedih sebab istrinya sendirian di sana. Meski semua orang mengatakan yang terpenting adalah jiwanya berpulang dengan tenang, namun bagi Naruto raganya tak kalah penting dengan jiwanya, bagaimanapun juga tubuh itu pernah didekapnya, pernah dipeluknya dengan erat, dia tidak mau meninggalkannya di sana.

"Jika kau pergi sekarang, yang akan kau dapati hanya jasadnya yang sudah membusuk, itupun jika kau berhasil menyelam dua puluh tujuh meter di danau itu." Penyihir itu menyampaikan ketidakmungkinan dari hal yang diinginkan pria di hadapannya tersebut.

Naruto tahu itu nyaris mustahil rasanya menyelam sedalam itu. "aku tidak ingin meninggalkannya di sana."

Penyihir itu mengulas senyum tipis. "Kebingunganmu ini terasa janggal bagiku."

"Apa maksudmu?" Naruto menyerenyitkan kening, dia memegang ujung katananya di bawah meja lesehan, siap membunuh kapan saja.

"Kau memiliki darah Uzumaki yang begitu kental, kau memiliki Dewa Inari yang bisa menolongmu daripada penyihir sepertiku." Penyihir itu yakin Naruto setidaknya sudah mendengar bahwa keturunan Uzumaki merupakan turunan yokai kitsune itu.

Naruto tak berpikir itu hal yang menguntungkan dan menganggap semua cerita soal sejarah keluarganya adalah dongeng semata. "apa yang bisa Dewa Inari lakukan untukku?"

"Membangkitkan kembali istrimu dari kematian." Penyihir itu meraih gulungan di belakang tubuhnya.

Naruto mungkin merasa putus asa, namun dia harus menelisik lebih jauh. "apa yang harus kulakukan untuknya, aku tidak bodoh."

"Dalam takdirmu tertulis bahwa kau harus menjadi inang dari seekor kitsune, namun ayahmu menyegelnya di neraka, kuyakin kau pernah mendengar itu di keshogunan." Penyihir itu menatap mata biru Naruto.

"Kau benar, keshogunan yang meminta ayahku melakukan itu sehingga ayah dan ibuku mati malam itu." Naruto mendengkus, itu adalah alasan dia angkat kaki dari Kamafura, mereka memperalat ayah dengan memintanya menyegel kitsune.

"Mereka melatihmu menjadi samurai terkuat negeri ini sebagai balas budi atas pengorbanan ayah dan ibumu." Penyihir itu tersenyum.

"Mereka memperalatku, setelah membunuh ayah dan ibuku mereka menginginkan aku menjaga Kamafura dengan darah dan keringatku." Naruto menggeleng, itu adalah alasan dirinya angkat kaki dari Keshogunan, sebagian orang menganggapnya tidak tahu terima kasih dan sebagian lagi menganggapnya pengkhianat.

Penyihir itu mengangguk, ia merasa bahwa sepertinya memiliki kebencian yang selaras dengan Naruto kepada Kamafura. Jika nanti sudah menjadi inang kitsune, ia ingin memperalat pria itu untuk menghancurkan Kamafura dan menguasai negeri ini.

"Kitsune itu memiliki kekuatan yang luar biasa, mereka sangat ketakutan akan dihancurkan, maka mereka menyegelnya." Penyihir itu mengangguk.

"Jadi, apa yang harus kulakukan untuk membawa istriku pulang?" Naruto tidak peduli pada Kamafura, dia hanya ingin Hinata.

Penyihir itu nyaris tertawa mendengarnya, bahkan samurai terkuat negeri ini begitu lemah karena seorang wanita. "Kitsune menjanjikan satu kekuatan terbaiknya untuk membangkitkan seseorang dari kematian, asalkan kau mengijinkannya masuk ke dalam tubuhmu."

"Apa yang akan terjadi?" Naruto harus tahu resikonya dan apa benar dia akan membawa Hinata kembali kepadanya.

"Kau akan membagi separuh jiwamu dengannya, mungkin kau akan dengar beberapa keinginannya setelah dia masuk ke dalam tubuhmu." Penyihir itu menunjukan salinan gulungan perjanjian terlarang itu.

"Apa dia benar-benar bisa membangkitkan istriku?" Naruto belum mempercayainya.

"Tertulis dalam perjanjian terlarang, kau tahu Dewa Inari tidak pernah ingkar pada janjinya." Penyihir itu meyakinkan Naruto. "lagipula apa artinya melanjutkan hidup jika wanita itu tidak lagi di sini hm?"

Naruto menatap tajam ke arah pemyihir tua itu, wanita itu telah mengusik luka hatinya.

"Kulihat kemarahan dan kesedihan di detik sebelum kematiannya, dia marah kepadamu karena meninggalkannya, namun dia juga merasa sedih sebab terjatuh dan tak bisa melihatmu lagi, banyak penyesalan tersisa, wanita cantik yang begitu malang." Gumam. penyihir itu.

Naruto kembali tenggelam dalam rasa bersalahnya.

"Andai kau tidak pergi, mungkin dia masih hidup sekarang, kau bisa menjaganya." Penyihir itu berucap penuh siasat. "bawalah wanita itu kembali, kau bisa perbaiki kesalahan, soal kitsune kau tidak perlu khawatir, aku bisa membantumu mengendalikannya."

Naruto meremat ujung katananya lalu memejamkan mata. "baiklah, aku akan lakukan perjanjian dengan Dewa Inari."

Penyihir itu tersenyum penuh kemenangan.

...

Angin musim semi berembus kencang sekali, bersama dengan rintik hujan kecil yang mengantar Naruto kembali dari Ginkakuji ke Kyoto.

Ya, Naruto mengikuti semua yang tertulis dalam perjanjian terlarang itu, bermalam selama empat hari di Ginkakuji, kemudian melaksanakan semua ritual di danau tempat istrinya mengembuskan napas terakhir.

Naruto tidak ingin semua kerja kerasnya menjadi sia-sia, dia ingin Hinata di sisinya, meski harus mengorbankan separuh jiwanya berada di neraka, bertukar dengan jiwa kitsune itu.

Seratus hari sejak kebangkitan istrinya, separuh jiwanya benar-benar akan berubah dan Naruto sudah siap untuk itu.

Asalkan bisa mendekap wanita itu lagi.

...

Rise of the YokaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang