Jika ada satu orang yang tak akan pernah bisa Naruto kelabui dengan ucapan maka Hiashi adalah orang tersebut. Bagaimanapun juga, Naruto sudah lama bekerja kepadanya sebelum sekarang resmi menjadi menantunya dan selama itu pula ia tidak pernah mengatakan kebohongan di hadapan Hiashi.
"Katakan, apa yang kau lakukan di Ginkakuji, Naruto." Hiashi mendapat berita bahwa Hinata kembali ke rumah dari salah seorang samurai yang ia perintahkan mencari Naruto, sebab penjaga kuil mengatakan bahwa Naruto pergi dari kuil tanpa berpamitan.
"Merenungi nasib istriku." Naruto menatap mata amethyst ayah Hinata.
"Bagaimana bisa seorang bangkit dari kematian?" Bukan Hiashi tidak senang dengan kembalinya Hinata ke rumah, dirinya justru sangat-sangat senang dan bersyukur bahwa putrinya ada di sini, namun dia tahu anak itu bukan masih hidup namun dia hidup kembali dari kematian.
Tidak mungkin dia tenggelam selama berminggu-minggu di dasar danau dan ditemukan masih hidup secara tiba-tiba. Kemana dia selama itu jika memang masih hidup?
"Sejak awal ku katakan bahwa tak akan menganggapnya mati sebelum temukan jasadnya, namun kau menggelar upacara pemakaman untuknya." Naruto terus menghindar untuk menjawab.
Hiashi menghela napas berat mendengar Naruto terus berkelit. "Penjaga kuil memberitahuku, kau menemui seorang penyihir di Ginkakuji, kau membuat perjanjian dengannya, Naruto?"
Naruto menyesap teh di dalam cawannya. Kini mereka di ruang perjamuan bicara serius berdua setelah Hiashi melepas rindu dengan putrinya.
"Jawab pertanyaanku!" Bentak Hiashi dengan keras. Dia harus tahu apa yang terjadi, sebab ada kekhawatiran yang membuatnya benar-benar gelisah soal ini.
Naruto memejamkan kelopak matanya kala mendapati makian itu tepat di wajahnya. "bukan dengan penyihir itu, namun dengan Dewa Inari." dia akhirnya mengakui.
Hiashi menahan sesak di dadanya saat mendengar pengakuan Naruto, dia memejamkan mata dan memijat kepalanya dengan pelan. "kau telah melakukan kesalahan besar, Naruto."
"Aku tahu." Naruto sadar sepenuhnya apa yang ia lakukan malam itu, dan sepenuhnya menyetujui persekutuan itu atas kemauannya sendiri, meski dituntutun duka yang membuatnya nyaris hilang akal. "akan kutanggung semua risikonya sendiri, tak perlu ada yang terlibat."
"Kau berpikir bisa hidup tenang setelah perjanjian itu, Naruto?" Hiashi bertanya serius kali ini, dia ingin tahu seberapa dangkal pemikiran Naruto. "cepat atau lambat kau akan segera mati, Naruto."
"Sebum aku mati, aku akan melatih seorang keturunan Hyuuga dan Sarutobi untuk menggantikanku memimpin semua samurai, kau jangan khawatir." Naruto pun sudah memikirkannya sejauh itu, jika dirinya gagal menguasai yokai di dalam tubuhnya dan berakhir pada kematian, dia akan mewariskan keahliannya menggunakan katana pada keturunan Hyuuga dan Sarutobi.
"Lalu apa artinya membawa Hinata kembali ke sini jika kau akhirnya mati, Naruto?" Hiashi hanya ingin tahu isi kepala Naruto, dia terlalu gila untuk melakukan semua ini.
"Jika aku mati nanti, akan kukembalikan Hinata kepada keluarga Hyuuga, maaf jika dulu aku benar-benar memakasakan pernikahanku dengannya." Naruto tahu sejak awal semua adalah kesalahaannya yang dipenuhi rasa egois dan ambisius untuk bisa memiliki gadis itu. "anggap aku tak pernah jadi bagian keluargamu. Hinata tidak mengingat apapun sekarang, jadi dia akan melupakanku dengan cepat nanti."
Hiashi nyaris tidak mempercayai apa yang Naruto katakan barusan di hadapannya.
"Aku sudah cukup senang bisa memiliki sedikit lebih banyak waktu dengannya sebelum benar-benar berpisah nanti." Naruto juga ingin hapuskan rasa bersalahnya, yang meninggalkan wanita itu sebelum kematiannya. Mungkin dengan perjanjian ini, mereka bisa kembali ke titik awal. Dimana mereka tak perlu bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise of the Yokai
FanfictionSeorang samurai telah membuat perjanjian terlarang dengan Dewa Inari. Bahkan jika harus mati karena kutukannya, dia tidak peduli asal bisa melihat wanita itu hidup kembali.