26. Bertemu Reina

11 2 0
                                    


Reina mengelus sketsa sepasang sayap di sampul buku hariannya. Selama dalam penahanan dia menghabiskan waktunya dengan menulis. Hal itu dilakukannya karena hatinya sangat galau dan terbebani sejak perang besar di Hutan Barat. Kemunculan seseorang bersayap sudah memaku kakinya di bumi. Dia tidak bisa bergerak dan beku. Hanya sepasang matanya yang terbuka lebar menatap pria yang melindungi Kai.

Begitu lama...ya...begitu lama waktu yang sudah dia tunggu untuk melihat wajah itu lagi. Wajah yang tidak mungkin dia lupakan seumur hidupnya. Wajah yang seakan membuka pintu masa lalunya yang sudah hancur dan kembali menyatu.

Tapi...dia bingung bagaimana wajah itu bisa ada di sana. Dan dia masih di usia yang sama. Itu tidak masuk akal baginya. Sudah berlalu sangat lama...lebih dari 20 tahun. Tidak mungkin itu pria yang dicarinya. Reina masih sulit percaya. Tapi wajah itu tidak mungkin menipu.

Reina kembali mengelus gambar sayapnya. Itu hanya sketsa hitam putih tapi dia ingat betul sayap yang dilihatnya hari itu sangat besar dan indah. Warna putihnya sempurna dan mereka melindungi tubuh Kai dengan sangat nyaman. Dia bisa ikut merasakannya. Bahkan dia pun ingin berada dalam dekapan mereka. Rasa iri memenuhi hatinya. Bagaimana pria berwajah sama itu bisa melindungi orang yang ingin dilenyapkannya. Siapa dia? Apa hubungan mereka? Pertanyaan itu sudah menghantuinya setelah berada dalam tahanan kelompok Calmee.

Suara langkah kaki di koridor terdengar mendekat ke kamar Reina. Wanita itu menunggu dengan tenang. Langkah itu terdengar ringan dan tidak terburu-buru. Reina menoleh ke pintu transparan yang membatasi dirinya dengan koridor. Dia menunggu. Dia berharap itu adalah orang yang ingin dia temui.

"Kudengar kau ingin bertemu denganku."

Suara merdu namun tegas menegur Reina dari balik pintu.

Kai berdiri dengan percaya diri di depan pintu. Setelan putih sangat kontras dengan kulit dan rambutnya. Kedua tangannya terpaut di belakang tubuhnya. Dia tampak menawan. Sosoknya yang tinggi dan ramping terlihat ideal. Kai tampan walaupun wajahnya terlihat feminim. Siapapun pasti mengatakan kalau Kai itu cantik. Dan matanya benar-benar memabukkan. Daya hipnotisnya sudah tidak diragukan lagi. Reina tahu itu. Dia sudah mempelajari kekuatan yang dimiliki si kembar Vee dan Kai. Karena itu dia mengelak dari tatapan Kai.

"Benar...tapi sepertinya kau butuh waktu lama untuk menemuiku." Sahut Reina dengan suara tertahan. Ada kesan putus asa di sana. Dia sudah menunggu Kai selama seminggu.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya Kai mengabaikan sindiran Reina.

Reina masih duduk di kursinya dengan buku harian yang terbuka di meja.

"Aku ingin bertemu dengan pria bersayap itu. Pria yang menolongmu di Hutan Barat."

Kai terdiam. Kakinya sedikit goyah. Untungnya Reina tidak melihat itu. Tanpa sadar jemarinya mengelus cincin di jari manisnya. Matanya terlihat tenang tapi hatinya berkecamuk. Dia tidak tahu apa rencana wanita cantik itu kali ini. Alasan apa yang dia punya hingga dia berani meminta untuk bertemu dengan Vio.

"Apa hakmu ingin bertemu dengannya? Dia tidak ada hubungan sama sekali dengan urusan kita." Cetus Kai dengan sedikit ketus.

Reina menoleh ke pintu tapi tanpa menatap mata Kai. Tampak wajah penuh harap di dalam kamar. Bibir Reina sedikit bergetar.

"Aku...aku hanya ingin melihatnya." Jawab Reina terbata-bata.

"Kenapa?" Desak Kai.

"Hanya ingin memastikan sesuatu."

Kai bingung.

"Apa? Memastikan apa?"

"Aku hanya akan mengatakannya pada dia." Elak Reina berusaha bertahan

My Dearest 'Calmee' (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang