Satu per satu rintik hujan jatuh membasahi bumi. Yang kini berubah menjadi deras, mengalir bebas membawa air berkah tersebut turun menghapus jejak polusi yang memenuhi langit Jakarta.
Hari ini, Kath dan Edriel menembus derasnya hujan untuk menjemput Ibu lelaki itu yang sudah diperbolehkan pulang.
Raut bahagia tidak berhenti memenuhi wajah Edriel. Bagaimana tidak, Mami nya sudah membaik sehingga tidak perlu perawatan khusus dan menginap di Rumah Sakit lagi. Ditambah, ia kembali menemukan bahagia bersama Katharina yang sekarang resmi menjadi kekasihnya.
Walaupun tidak mudah. Edriel bersyukur dapat kembali menata hidupnya yang sempat kehilangan arah dan tujuan.
Menginjakkan kaki di Rumah sakit juga tidak pernah terasa semenyenangkan ini untuk Edriel. Seolah, dirinya dapat bernapas seperti sedia kala setelah penantian panjang atas semua lara dan luka yang harus ia lalui untuk sampai di titik ini.
Mendengar kabar jika Mami nya dapat kembali menjalani hari seperti dulu lagi merupakan hadiah paling indah yang Edriel dapatkan di tahun ini. Selain, dirinya dapat kembali memeluk perempuannya, Katharina.
"Menurut kamu aneh nggak kalau aku pake baju kayak gini?" pertanyaan Kath membuat Edriel mengernyit, berusaha mencari letak aneh seperti yang perempuan itu katakan.
Kath mengenakan atasan kemeja bewarna biru pastel, dibalut blazzer cream, dengan kulot putih yang memeluk kaki jenjangnya. Tidak ada yang terlihat aneh sedikit pun. Malah, Kath terlihat menakjubkan seperti wanita karir yang bekerja di gedung pencakar langit dengan stilletos merah andalan mereka. Intinya, Kath sangat terlihat menawan seperti biasanya.
"Nggak aneh ah. Selalu cakep kalau kamu mah. Pacar aku nggak pernah jelek."
"Woi...?!" Kath memukul bahu Edriel pelan, diikuti rona merah yang langsung menghiasi pipinya. "—jangan gitu, aku maluuu."
"Lah?" Edriel tertawa, sangat keras. Hingga kedua matanya tenggelam. "Kamu kenapa malu? Orang emang cantik beneran kok?!"
"Bukan itu!" Kath mengoreksi. "Dari bayi juga aku tau kalau kalau aku ini cakep. Udah bosen juga aku dengernya."
Mata Edriel menyipit berusaha mencerna kalimat yang keluar dari bibir Kath. Sekaligus, ikut mengingat kalimat yang barusan ia katakan untuk perempuannya.
"..."
Tangan Edriel menutup seluruh wajahnya dengan mulut yang sepenuhnya menganga. Kedua telinganya pun tiba-tiba memerah setelah kembali mengingat kalimat yang sudah ia lontarkan.
"Tuh kan?!" Kath menjerit dan berkacak pinggang. Gantian menggoda Edriel yang sudah seperti kepiting rebus dihadapannya.
Edriel berdeham berusaha menguasai diri. Kemudian, kembali tertawa melihat ekspresi Kath yang sangat lucu. "Ya gimana ya... kamu kan emang bener pacar aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bluesy
FanfictionKath tidak pernah menyukai warna karena dia selalu merasa gelap di tempat terang sekalipun. Namun siapa sangka, Semesta mempertemukan dirinya dengan Birru. Seseorang yang nama nya saja sudah sangat bewarna. Birru, menjadi satu-satu nya warna dan ses...